Siapa yang Diuntungkan dan Dirugikan oleh Kemunculan Pasangan Nurhadi-Aldo?

kepala suku

MOJOK.CO –  Usaha partai politik selama bertahun-tahun belum juga berhasil, eh sudah langsung disapu oleh kehadiran Nurhadi-Aldo dan Koalisi Tronjal Tronjol!

Beberapa media sudah berhasil mewawancarai tim di belakang kemunculan pasangan capres-cawapres fiktif Nurhadi-Aldo. Pesan mereka kuat sekali. Anak-anak berusia 18-23 tahun itu merasa perlu memunculkan pasangan ini karena elite politik Indonesia dianggap tidak mampu memberikan pendidikan politik yang baik kepada warga negara melalui Pemilu dan Pilpres 2019.

Ekspresi politik semacam ini tentu harus dibaca dengan cermat. Setiap zaman membawa cara dan gaya dalam mengekspresikan kekecewaan mereka. Tapi hal semacam ini tidak bisa dihadang. Siapa pun, saya ulangi, siapa pun yang akan menghalang-halangi atau menyikat ekspresi semacam ini, bakal menuai tendangan balik dari warga negara dan netizen yang merasa kemunculan Nurhadi-Aldo sebagai kanal politik mereka yang tak terwadahi.

Menurut pantauan Gardamaya dan Mojok Institute, grafik popularitas pasangan ini menanjak cepat. Kurang dari sebulan, puluhan ribu partisipan telah terkoneksi aktif dengan pasangan fiktif ini. Terkoneksi aktif itu berarti: turut membuat, menyebarkan, menggandakan, dan melakukan serangkaian kerja re-kreasi atas pasangan ini.

Pertanyaan selanjutnya adalah: siapa yang akan diuntungkan oleh kemunculan pasangan ini?

Pertama, jelas Indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara bakal diuntungkan sebab mendadak ada busa yang liat dan kuat, yang muncul di tengah pergesekan antara pasangan capres-cawapres nomor 01 dan 02. Sialnya, kubu pasangan 01 dan 02 sadar betul bahwa mereka tidak mungkin menghajar kemunculan Nurhadi-Aldo karena akan sangat kontraproduktif. Dengan demikian, Indonesia yang berada dalam fase gesekan panas akan terasa lebih adem.

Kedua, mereka yang belum menemukan kanal ekspresi politik. Banyak orang yang merasa ekspresi politik mereka tidak terwadahi oleh capres nomor 01 dan 02. Pengalaman dipimpin oleh Jokowi tidak memuaskan mereka, tapi tidak mungkin pula mereka memilih Prabowo yang secara historis dan karakter politiknya jelas di sisi yang sangat berbeda. Mereka yang selama ini hanya diam, menunggu, menggerutu, sambil sesekali mengkritisi kedua belah pihak, kini menemukan alat politik mereka.

Ketiga, golput. Golput dibedakan dengan poin kedua. Golput dalam konteks ini adalah mereka yang sejak awal sudah tidak percaya lagi dengan produk elektoral ini. Sebab secara substantif, pasangan ini dimunculkan oleh rezim parpol yang secara karakter jelas lebih bersifat nepotis dan oligarkis. Dalam hal ini pula, golput mampu meremajakan diri mereka lewat kemunculan Nurhadi-Aldo. Kalau dulu golput tumbuh dari rezim otoriter, sekarang Nurhadi-Aldo justru muncul dari kebebasan berpendapat yang didukung penuh oleh era digital.

Lantas, siapakah yang akan dirugikan?

Pertama, jelas parpol, terutama parpol yang mencoba menggaet suara dari generasi milenial. Usaha mereka bertahun-tahun belum sampai berhasil dan langsung disapu oleh kehadiran Nurhadi-Aldo. Saya kira dengan karakter yang dimunculkan dalam persona fiktif Nurhadi-Aldo, dan melihat daya dukung mereka dalam dua minggu belakangan ini, akan ada migrasi besar-besaran dari kaum milenial yang mulai melirik ke parpol, lalu menghentikan proses mereka, sebab telah ada yang lebih asyik bagi mereka dibanding para parpol peserta pemilu.

Kedua, pasangan kedua capres. Kenapa? Karena bagaimanapun juga, kedua pasangan tersebut memiliki kemungkinan didongkrak oleh suara yang tidak sepenuhnya mau memilih mereka alias massa mengambang. Massa inilah yang akan memutuskan mencoblos di babak akhir, bukan karena sejak awal sudah memutuskan. Tapi dengan kemunculan Nurhadi-Aldo, barisan suara ini sudah bisa teralihkan tanpa harus memutuskan. Sudah ada yang menghibur mereka tanpa terbebani rasa bersalah karena tidak ikut pemilu. Mereka punya calon. Hanya saja, calon mereka tidak nyata. Tidak ada di kartu suara.

Terlepas dari poin-poin di atas, beberapa intelektual mulai memperhatikan pergerakan pasangan ini. Sebab, bukan tidak mungkin pergerakan ini akan meluas secara kuantitatif dan mengkristal secara kualitatif. Kalau itu sudah terjadi, gerakan anak muda milenial Indonesia akan memasuki babak baru. Saatnya mereka bersuara. Memberikan tekanan politik. Dan siapapun yang tidak mau mendengar suara mereka, akan tenggelam dan jatuh bersama kalender tua di tembok rumah yang kusam.

Salam tronjal tronjol!

Exit mobile version