Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Novel Kura-Kura Berjanggut

Puthut EA oleh Puthut EA
11 Juni 2018
A A
laut
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Saya tak akan bilang novel Kura-Kura Berjanggut ini novel kelas dunia, tapi ia adalah novel yang paling ambisius yang pernah saya baca.

Secara pribadi, saya tak terlalu yakin Azhari merampungkan novel Kura-Kura Berjanggut, novel yang selalu disebutnya setiap kali kami berjumpa. Novel yang terlalu lama ditulis, menurut saya, hanya punya dua kemungkinan: bagus sekali atau hanya sebatas khayalan penulisnya saja. Saya kira, Kura-Kura Berjanggut bakal menjadi yang kedua.

Hingga kemudian, saya dapati novel itu masuk ke meja penyuntingan salah satu penyunting dan penulis hebat, Yusi Pareanom. Wah, jadi juga, batin saya. Tentu, saya menunggu hingga terbit.

Saya termasuk telat mendapatkan buku ini. Saya memesan di salah satu toko buku online dan hanya butuh sehari untuk sampai di tangan saya. Masalahnya, saya punya pekerjaan yang harus dituntaskan. Dalam menyelesaikan tugas, saya terbiasa menyambi proses membaca buku. Mungkin semacam dokter yang mengoperasi sambil mendengarkan musik, atau seorang ibu yang memasak sambil menyetel TV berisi acara infotainment.

Mula-mula, saya membaca Disruption, Tomorrow is Today, dan Petang Panjang di Central Park. Dua buku pertama adalah tulisan Rhenald Khasali, sedangkan Petang Panjang di Central Park adalah kumcer almarhum Bondan Winarno. Tiga buku itu saya beli di bandara. Tomorrow is Today dan Petang Panjang di Central Park saya beli di Bandara Hasanuddin, sedangkan Disruption saya beli di Bandara Juanda. Tiga hari setelah saya tuntaskan penulisan dua buku bersama tim penulis, ketiga buku itu rampung saya baca. Kalau dijumlahkan, halaman ketiga buku itu lebih dari 1.000 halaman.

Novel Azhari sepertinya adalah hidangan penutup yang lezat. Pekerjaan tuntas. Sebentar lagi Lebaran. Saya ikut menjaga kantor Mojok, dengan Kali dan ibunya yang juga menemani saya di Yogya. Baru hari ini, saya mulai membaca novel dengan ketebalan 950-an halaman karya Azhari.

Sejak halaman pertama, saya langsung takjub. Azhari memakai teknik penceritaan orang-pertama-tunggal untuk sebuah novel yang sangat tebal dan ber-setting sejarah. Ini perjudian yang sangat gegabah. Kecuali, penulisnya sangat menguasai tema dan rasa sehingga berani mengambil jarak terdekat dalam penceritaan. Berbelas lembar cepat saya tuntaskan. Awal yang nyaris sempurna. Saya takjub. Ini kepiawaian yang nyaris paripurna….

Sebelum membaca novel itu, seperti membaca buku lain, saya selalu membaca dulu bagian kolofon, daftar isi, glosarium, ucapan terima kasih, dan pengantar. Tentu saja, jika semua itu ada.

Sewaktu saya membaca bagian terima kasih pada novel ini, saya baru tahu kalau penulisan Kura-Kura Berjanggut dimulai pada tahun 2006. Tiga belas tahun dibuat. Halaman glosarinya saja 17 halaman. Dan jika kita baca, kita akan langsung menyadari bahwa ini memang bukan sembarang novel.

Kalaulah novel ini belum banyak dibahas di media, tentu bukan karena kualitasnya, melainkan para apresiator dan kritikus yang pasti sedang tenggelam dalam keterpukauan atas novel ini.

Secara materi, teknik penceritaan dan penyusunan narasinya nyaris sempurna. Ini novel tebal yang tak berantakan. Bahkan, ia terlalu rapi sebagaimana kalau kita membaca novel Raden Mandasia dan Pencuri Daging Sapi. Mungkin karena Yusi si penulis Raden Mandasia adalah penyunting Kura-Kura.

Tidak semua orang suka kerapian penulisan. Saya termasuk salah satunya. Novel yang saya sukai adalah novel yang agak berantakan. Novel yang di beberapa sisi meninggalkan lubang dan kekacauan. Mungkin itu sebabnya, saya tidak terlalu tertarik lukisan realis yang kaya akan detail dan tampak lebih nyata, bahkan dibandingkan foto. Saya suka lukisan yang—dalam bahasa mudahnya—njlebret-njlebret. Jiwa ketok-nya, dalam istilah Sudjojono, bisa dirasakan oleh apresiator. Semua yang rapi dan terisi, dia membawa deskripsi dan fantasi, bukan penjelajahan rohani. Itu dua hal yang berbeda, dan tentu itu soal selera.

Saya juga lebih suka tulisan yang bahkan dari sisi komposisi tak patuh benar dalam teori penulisan. Ada pelanggaran aturan dan kaidah. Namun, pelanggaran yang terjadi bukan karena tidak tahu aturan, melainkan memang sengaja dilanggar. Walaupun secara pribadi pula, saya tidak suka pelanggaran yang berlebihan. Secukupnya saja. Demi memenuhi hasrat kekanak-kanakan dan jiwa kenakalan.

Makanya, saya lebih suka membaca Mojok dibanding membaca esai di media yang sudah mapan. Lho, kok sampai sini….

Iklan

Balik ke novel Kura-Kura Berjanggut. Ini novel yang memikat dan menjulurkan fantasi kita ke masa yang jauh sekali dengan ragam yang bahkan tak pernah kita pikirkan. Kalimat-kalimat memikat di sampul belakang, bukan semata gimik. Anda akan dapati kelezatan yang ditawarkan, sebagaimana foto menu makanan yang meneteskan air liur di sebuah kedai makan yang terpercaya. Foto menunya tidak menipu. Bahkan, kelezatan makanannya sesungguhnya tak bisa diwakilkan dalam foto di buku menu.

Dan saya tak akan bilang, “Ini buku kelas dunia,” seakan karya sastra Indonesia mesti inferior dibanding karya lain. Sastra dan karya seni sebuah masyarakat adalah representasi dari masyarakat itu, potret dinamika yang terjadi di dalamnya. Tak perlu juga dibanding-bandingkan, kecuali dalam konteks studi keilmuan sastra karena ilmu harus ada ukurannya. Salah satu cara membuat ukuran adalah dengan membandingkan.

Sedangkan, orang seperti saya, kan, melihat sastra bukan semata dari ilmunya. Saya penulis dan penikmat sastra sehingga melihat sastra selalu  pada sisi yang lebih dalam lagi. Lebih personal. Mungkin juga lebih rumit.

Saya belum menuntaskan novel tebal ini, tapi bukan berarti tidak boleh menuliskannya. Saya mempromosikannya. Kalau yang menulis dengan tuntas membaca, itu tugas para penulis resensi buku dan para kritikus sastra. Saya bukan keduanya.

Novel Azhari ini adalah novel yang paling ambisius yang pernah saya baca. Dari likuran halaman yang saya baca, ambisi itu tampaknya tergapai.

Kalau Anda pencinta sastra, apalagi yang bergagrak semi-klasik, sudah semestinya Anda bakal menikmati novel ini.

Selamat kepada Azhari, ini buku sebagaimana proses pembuatannya, memang hadir untuk melawan waktu. Salut.

Terakhir diperbarui pada 11 Juni 2018 oleh

Tags: Azhari AiyubKura-Kura Berjanggutnovel semi-klasikPuthut EA
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Menjadi penulis jika ingin sejahtera maka jangan hanya fokus menulis MOJOK.CO
Ragam

Panduan untuk Calon Penulis agar Hidup Sejahtera, Karena Tak Cukup kalau Andalkan Royalti Saja

19 Januari 2025
Ngobrol Santuy Bareng Puthut EA Selain Soal Kepenulisan
Video

Ngobrol Santuy Bareng Puthut EA Selain Soal Kepenulisan

24 November 2024
Puthut EA: 25 Tahun Berkarya Rilis Buku Waktu yang Pendek untuk Cinta yang Panjang
Video

Puthut EA: 25 Tahun Berkarya Rilis Buku Waktu yang Pendek untuk Cinta yang Panjang

24 Oktober 2024
Direktur Mojok Puthut EA menunjukkan salah satu bukunya di FESMO 2024. MOJOK.CO
Sosok

Yang Akan Dilakukan Puthut EA Setelah 25 Tahun Berkarya

23 Oktober 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.