Melongok di Bawah Meja Perseteruan Adian Napitupulu vs Erick Thohir

es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres

MOJOK.COMemang selalu terbuka ruang kompromi atas manuver Adian Napitupulu dengan Erick Thohir. Tinggal diakomodasi saja salah satu kartu Adian yaitu menempatkan orang-orang Adian di kursi BUMN. 

Sekalipun telah diminta bertemu oleh Presiden Jokowi, Adian Napitupulu tetap melancarkan kritikan kepada Menteri BUMN Erick Thohir. Dalam politik, apa yang tergelar di atas meja publik tentu tidak pernah bisa menyatakan apa yang sesungguhnya terjadi. Tentu permainan sesungguhnya ada di balik meja. Ibarat main kartu, kartu-kartu yang sudah diletakkan dan dibuka memang penting, namun membaca kartu-kartu yang masih dipegang di tangan, yang belum dimainkan, menjadi faktor dominan permainan.

Makin ke sini, kartu-kartu yang dilempar di atas meja makin menarik. Adian mulai membuka tentang bagaimana daftar nama orang yang diminta pihak Presiden untuk menjadi kandidat pemegang jabatan sebagai komisaris dan direksi BUMN, ternyata tak ada satu pun yang “dipakai” oleh Erick Thohir.

Sebelum kita teruskan analisis sederhana soal permainan mereka berdua, mari kita simak dulu potret kedua orang yang berseteru ini.

Adian Napitupulu adalah eksponen gerakan mahasiswa ’98 yang termasuk berhasil melakukan konsolidasi barisan aktivis di belakangnya. Ini jelas memperlukan keterampilan politik kelas tinggi. Ada banyak tokoh gerakan mahasiswa ’98 yang berupaya membangun gerbong politik masing-masing, tapi tampaknya Adian-lah yang paling berhasil. Dengan organisasi Pena 98, dia menjadi semacam “panglima politik” representasi aktivis ’98. Adian juga bukan hanya teruji dalam pergolakan politik ’98, dia bahkan memainkan peranan sangat penting ketika rezim SBY berkuasa. Dalam demonstrasi menentang SBY dari komponen ’98, selalu terlihat andil Adian. Pengalaman politik yang selalu beroposisi, kemudian beralih ke bagian kekuasaan saat Jokowi berkuasa, dan Adian menjadi anggota legislatif. Nama Adian tidak bisa dilepaskan sebagai salah satu tokoh penting yang mendukung pencalonan Jokowi, baik saat 2014 maupun 2019.

Di PDIP, saya kira orang seperti Adian punya modal politik yang berbeda. Perseteruan diam-diam Megawati dengan SBY, direpresentasikan oleh Adian lewat oposisi parlemen jalanan. Pengamanannya yang panjang dalam memimpin barisan, termasuk kemampuannya dalam memobilisir massa dan melakukan konsolidasi elite eksponen mahasiswa ’98, nyaris menjadikannya sebagai pemain tunggal. Wajar jika Presiden Jokowi selalu punya tempat tersendiri untuk sosok seperti Adian.

Sementara Erick Thohir juga bukan sembarang orang. Dia berlatar belakang pengusaha, punya media, dan sekalipun jam terbang politiknya belum panjang, dia dipercaya menjadi ketua tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Ketika Jokowi menang, Erick kebagian posisi di kementerian yang strategis, yakni Kementerian BUMN. Berbagai manuvernya setelah menjadi menteri, mengundang perhatian banyak orang, dan tidak salah jika kemudian banyak orang memperkirakan dia bakal ikut adu pacu perhelatan pilpres tahun 2024.

Di kabinet Jokowi, setidaknya ada tiga orang dengan jabatan strategis namun tidak berasal dari partai politik dan punya potensi besar untuk ikut berlaga pada tahun 2024, entah sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Mereka adalah Mahfud MD yang sekarang menjabat sebagai Menko Polhukam, Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri, dan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN.

Namun modal terkuat sebetulnya ada pada Erick Thohir, sebab dia masih muda dan jabatannya memungkinkannya untuk membangun barisan politik sendiri. Apalagi sorotan media akhir-akhir ini selalu banyak memberikan porsi kepadanya.

Erick juga terampil mengelola opini publik. Berkali-kali, di berbagai kesempatan, dia menyatakan bahwa bisa jadi jabatannya tidak berumur panjang. Mungkin hanya dua tahun, katanya. Sebetulnya itu sinyal yang diberikan kepada publik bahwa sewaktu-waktu dia bisa dicopot oleh Presiden Jokowi, dan bisa jadi dia dicopot bukan karena kinerjanya melainkan karena adanya tekanan politik.

Dan apa yang dikhawatirkannya, tidak butuh waktu lama untuk terjadi. Adian memulai manuvernya. Satu bukti bahwa “insting” politik Erick cukup tajam.

Namun menurut saya, baru tiga kartu yang dibuka oleh Adian Napitupulu dalam permainan ini. Kartu pertama adalah serangkaian argumennya yang beredar ke publik luas soal surat panjangnya mengkritisi Erick Thohir. Kartu kedua adalah dugaan Adian, yang disampaikan secara implisit, bahwa kira-kira Erick sedang menyusun skuat di berbagai BUMN untuk bekal pencalonannya pada 2024. Dan kartu ketiga, soal barisan Adian yang tidak diakomodasi oleh Erick di kursi komisaris maupun direksi BUMN.

Tapi saya kira ada satu kartu yang belum dibuka oleh Adian, dan memang tidak akan dibuka. Apa itu?

Perhelatan politik 2024 sebetulnya adalah perhelatan parpol. Para parpol tentu tidak menghendaki orang-orang di luar parpol dengan seenaknya menikmati momen politik tersebut karena dianggap tidak berdarah-darah dalam pertarungan politik riil. Posisi Erick Thohir yang sangat strategis, modal ekonomi yang dia miliki, serta kemungkinan besar untuk selalu mendapatkan tempat di media, punya potensi “merusak” desain parpol. Kalau itu dibiarkan, akan ada kemungkinan calon presiden dan wakil presiden 2024 dari luar partai politik. Hal itu tentu tidak dikehendaki oleh para parpol.

Sialnya, dalam kondisi seperti ini, di saat pandemi corona menghajar seluruh dunia termasuk Indonesia, kekecewaan terhadap pemerintah mulai muncul di sana-sini, pasti akan membuat Presiden Jokowi tidak mudah membuat keputusan. Bagaimanapun citra Erick di mata publik adalah sebuah usaha untuk membenahi BUMN. Memecat Erick di saat seperti ini, jelas bisa kontraproduktif. Jika Erick dipecat, bisa membuat kekecewaan publik bertambah, dan membuat ada oponen baru dari keputusan itu. Sebab Erick telah membuat keputusan menempatkan banyak orang di jajaran komisaris dan direksi BUMN. Mereka yang terpilih tentu punya ikatan emosi kepada Erick, belum lagi kalau kemudian mereka kelak disingkirkan dalam waktu yang tidak sebagaimana mestinya.

Memang selalu terbuka ruang kompromi atas manuver Adian dengan Erick. Tinggal diakomodasi saja salah satu kartu Adian yaitu menempatkan orang-orang Adian di kursi BUMN. Tapi kartu yang lain tetap akan berjalan, yakni menghadang Erick supaya tidak mudah melenggang dalam perhelatan politik 2024. PDIP sebagai pemenang pemilu 2019 dan partai utama pengusung Jokowi, tentu merasa berhak untuk mengusung dan memenangkan laga 2024, entah siapa pun calon yang diusungnya.

Dengan begitu, menurut analisis saya, perseteruan politik Adian vs Erick masih akan berlanjut. Bisa jadi nanti akan ada striker lain yang akan membantu Adian untuk mengacak-acak benteng pertahanan pasukan Erick.

Adian dan Erick yang sedang adu gasing, Presiden Jokowi yang pusing.

BACA JUGA Kapan Saatnya Keluar dari Pekerjaan? dan tulisan Puthut EA lainnya.

Exit mobile version