Kasus Larangan Pakai Masker di Masjid Tunjukkan kalau Bekasi Adalah Planet Paling Lucu Se-Galaksi Bima Sakti

Kasus Larangan Pakai Masker di Masjid Tunjukkan kalau Bekasi Adalah Planet Paling Lucu Se-Galaksi Bima Sakti

Kasus Larangan Pakai Masker di Masjid Tunjukkan kalau Bekasi Adalah Planet Paling Lucu Se-Galaksi Bima Sakti

MOJOK.COBekasi kini mau menyaingi Depok sebagai daerah yang “lucu”. Apalagi setelah ada kasus larangan pakai masker di dalem masjid.

Ada anekdot yang pernah menyebut kalau Depok itu merupakan kota terbaik di dunia. Penyebutan itu ternyata bukan pernyataan satire belaka. Warga Depok berhak berbangga karena kota kesayangannya memiliki segerobak inovasi dan prestasi yang sukar ditandingi kota-kota lain.

Tanpa Depok kita tidak akan pernah tahu bahwa cara terbaik menjaga ketahanan pangan adalah dengan gerakan One Day No Rice (satu hari tanpa nasi) dan cara mengurangi stres pengguna jalan adalah lewat pemutaran lagu di lampu merah.

Apa itu kesejahteraan petani dan perluasan lahan pertanian? Apa pula itu perbaikan infrastruktur kota? Duh, duh, nggak guna itu semua.

Baru-baru ini Depok juga memperlihatkan kecemerlangannya. Seorang pria di Depok yang mengaku sebagai ustaz berhasil bikin geger seantero negeri berkat sebuah video pendek.

Dalam video yang kelak viral tersebut pria bernama Adam dengan penuh percaya diri menceritakan riwayat seekor babi ngepet kepada orang-orang di sekitarnya. Ia menceritakannya bagai pendongeng ulung. Pada akhirnya kita tahu bahwa itu hanyalah rekayasa dan Adam berakhir di penjara.

Tetapi tak ada yang patut kita acungkan selain jempol. Pada masa ketika seseorang bisa ngirim uang dari Jakarta ke New York dalam sekejap, eksistensi orang yang masih meyakini mitos sekonyol babi ngepet adalah suatu keistimewaan. Dan keistimewaan itu bisa kita dapatkan di Depok.

Kota mana memang yang sanggup menjadikan mitos terlupakan jadi bahan pembicaraan satu negara?

Hanya Depok dan hanya kepada Depok-lah kita berserah diri.

Namun seperti hal-hal ajaib lain, Depok tak pernah sendirian. Kota satelit Jakarta yang lain, Bekasi tak mau ketinggalan. Seolah enggan kalah ngehits dengan Depok, Bekasi ikut ambil bagian. Habis rekayasa babi ngepet di Depok terbitlah larangan pakai masker di “Planet” Bekasi.

Kalau rekayasa babi ngepet di Depok adalah suatu keistimewaan dari sebuah daerah yang beyond, larangan pakai masker di salah satu masjid di Planet Bekasi adalah keistimewaan kuadrat. Pertama dan satu-satunya di galaksi Milky Way.

Lho, kurang istimewa apa lagi, coba?

Ketika orang-orang di seluruh penjuru dunia beramai-ramai pakai masker, pemerintah tegas mewajibkan 3M, ini malah ngelarang pakai masker. Coba, warga kota mana yang sanggup mengeluarkan inovasi sedemikian canggih begitu?


Dalam sebuah video berdurasi dua menit yang viral tampak tiga orang pengurus masjid di salah satu masjid di Kota Bekasi mengerubungi seorang jamaah. Pengurus masjid berjubah kuning memarahi seorang jamaah yang ngeyel karena tidak mau melepas masker saat di masjid.

Pemuda berbaju merah di sebelah pengurus masjid berjubah kuning adalah yang paling ngegas. Walau ia jauh lebih muda daripada jamaah bermasker itu, lagaknya benar-benar menakjubkan. Ia berani menunjuk-nunjuk, memelototi, dan berkata kasar kepada jamaah tersebut. Sedap betul.

Dan kejadian itu berlangsung di masjid, pada bulan Ramadan. Kurang sedap apa lagi coba?

Memang sih kasus larangan bermasker di masjid itu sudah berakhir damai berkat meterai sepuluh ribu. Tapi videonya telanjur menyebar ke mana-mana.

Dari video itu kita bisa belajar banyak hal. Yang paling layak disoroti tentu saja perihal keajaiban alien warga Bekasi. Ustaz berjubah kuning yang kemudian diketahui bernama Abdul Rahman pede banget saat ngomong larangan pakai masker di masjid seolah-olah dia pemegang tunggal kebenaran.

Bahkan, dia bawa-bawa ayat suci segala. Katanya, masjid adalah tempat yang aman. Jadi, nggak perlu lah pakai-pakai masker. Soal kaidah fiqih dar-ul mafaasid muqaddam ‘alaa jalbil-mashaalih (menghindari kemudaratan lebih didahulukan daripada mengambil maslahat)?

Duh, nggak kelas itu. Fakta bahwa Masjid Istiqlal dan Masjidil-Haram menerapkan protokol kesehatan yang ketat? Ah, ini kan Bekasi. Jangan disamain-samain, dong. Bekasi kan planet sendiri.

Planet Bekasi itu juga unik dan istimewa. Semenjak corona mewabah, saya pernah salat berjamaah di beberapa masjid di Bekasi (kota maupun kabupaten). Beberapa masjid menerapkan protokol kesehatan yang ketat, beberapa yang lain seakan-akan menganggap bahwa corona hanya dongeng buatan warga Wuhan.

Yang paling unik adalah dua masjid kecil di suatu daerah di Tambun, Bekasi. Jarak kedua masjid itu dekat belaka, tetapi penerapan prokesnya amat jauh berbeda.

Di masjid A para jamaah bermasker, pakai hand sanitizer, dan jarak saf direnggangkan. Tetapi di masjid B, kebanyakan jamaah melenggang ke masjid tanpa masker dengan wajah santai, safnya begitu rapat, dan… apa itu hand sanitizer?

Memang sih fenomena semacam ini nggak sepenuhnya kesalahan warga. Biar bagaimanapun peran pemerintah penting juga. Tanpa sosialisasi yang intens dan keteladanan dari para pejabat, susah banget mengharapkan warga memiliki kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi.

Terlepas dari itu, bukan tanpa alasan kejadian rekayasa babi ngepet di Depok dan orang diomeli gara-gara pakai masker terjadi di Bekasi. Sebagai dua kota yang separuh jiwanya berada di ibu kota, wajar kalau Depok dan Bekasi menjadi kota yang canggung.

Di satu sisi kaki dua kota itu menapak di atas modernitas yang mengedepankan hal-hal saintifik, tetapi kaki yang lain masih berada di atas sisa-sisa takhayul dan kenorakan beragama.

Kenorakan beragama yang terjadi di Bekasi—soal segerombol orang yang melarang dan memarahi jamaah pakai masker di masjid—memang istimewa. Bukan hanya menafikan sains, ia juga memadukan rekayasa dalil dengan adab baru dalam berdakwah.

Tentu saja itu adalah penemuan istimewa yang terjadi di kota yang sangat istimewa. Ulama-ulama biasa di kota-kota biasa mah mana bisa melakukan penemuan begitu.

Berkat video larangan pakai masker di masjid itu kita jadi tahu bahwa berdakwah atau memperingatkan seseorang nggak harus dengan bekal ilmu dan adab yang memadai. Cukup ilmu seadanya, pandai ngegas, dan sikap sok kuasa, maka jadilah.

Soal konsekuensi yang akan kita tanggung setelahnya? Ah, kan ada meterai.

BACA JUGA Kota Depok Sebentar Lagi Menggantikan Bekasi sebagai Kota Ter-bully dan tulisan Erwin Setia lainnya.

Exit mobile version