MOJOK.CO – Kasus Djoko Tjandra bukanlah aib bagi pemerintah. Ini tanda bahwa pejabat kita ternyata bisa kerja cepat. Saking cepetnya sampai nggak koprol, eh, kontrol.
Semasa kecil saya kira sosok tersakti di dunia fana ini adalah Kera Sakti—karena tak pernah berhenti bertindak sesuka hati—atau Avatar Aang yang mampu mengendalikan berbagai elemen sekaligus.
Beranjak besar saya sadar bahwa perkiraan saya melenceng jauh. Televisi dan laman berita lah yang berhasil membuat saya insaf dan menyadari fakta anyar: Kera Sakti dan Avatar tak ada apa-apanya dibanding Djoko Tjandra sang pendekar dari Papua Nugini Indonesia.
Lah gimana? Selain kemampuan tingkat tinggi dalam hal bermain sihir dalam menghilangkan duit negara, konon Djoko Tjandra juga menguasai ilmu kebal yang Jawara Banten sekalipun sukar menguasainya, yakni kebal hukum.
Bahkan selain blio, kamu boleh kok ambil kertas folio sekarang juga, lalu mulai mencatat, betapa kayanya negeri ini dalam memproduksi pendekar-pendekar sakti mandraguna selain Djoko Tjandra.
Kesaktian para pendekar ini pun tampil dalam beragam bentuk: mulai dari masa penahanan yang cepet banget seolah cuma maling sekardus Indomie hingga yang paling mengagumkan yaitu kemampuan untuk tetap melanglang ke sana kemari walaupun berstatus buron.
Tentu belum pudar betul dari ingatan kita tentang Gayus Tambunan dan Setya Novanto. Orang pertama masih sempat nonton tenis di Bali padahal sedang dibui; sedangkan Pak Setnov—Duta Tiang Listrik kita—kepergok mampir di rumah makan padang padahal statusnya narapidana.
Namun, kesaktian keduanya rupanya belum seberapa dibanding Djoko Tjandra. Sosok satu ini terlibat kasus korupsi Bank Bali senilai ratusan miliar pada 1999. Pada kurun 1999-2000 blio memang sempat ditahan, tapi dikeluarkan kembali setelah pengadilan memvonisnya bebas.
Setahun berselang Kejaksaan Agung mengajukan kasasi. Awalnya sih hakim menolaknya. Baru pada 2009, Hakim MA mengabulkan peninjauan putusan kasasi Kejagung. Nah, herannya, sesaat sebelum hakim memvonis Djoko Tjandra bersalah, blio sudah kabur duluan. Gercep betul udah kayak Sonic naik buraq aja.
Sejak 2009, nama Djoko Tjandra pun disebut-sebut sebagai buron kasus korupsi paling dicari di Indonesia. Lha gimana nggak, akibat kelakuan blio kerugian negara ditaksir mencapai Rp904 miliar. Uang segitu kalo dibuat beli permen susu Milkita udah jadi kolam susu seluas Danau Kenanga UI. Tak heran perburuan terhadap Djoko Tjandra digencarkan.
Sebelas tahun setelah pelariannya, kabar keberadaan Djoko Tjandra nihil belaka. Sejak 2009-2020, alih-alih pemerintah sukses menangkap Djoko, yang ada malah daftar koruptor di Indonesia bertambah panjang. Dari koruptor yang kelas kakap sampai yang kakap banget.
Beberapa waktu belakangan nama Djoko Tjandra kembali mencuat. Bukan karena ditangkap KPK, tapi karena blio bisa melenggang masuk dengan santai ke Indonesia.
Statusnya sebagai buron yang boleh jadi berperan banyak terhadap perut-perut kelaparan para gelandangan dan jomblo-jomblo ngenes yang harus puasa daud demi menjaga ketahanan ekonomi tak menghalangi blio.
Dari kantor imigrasi sampai kepolisian berhasil Djoko tembus. Sungguh sebuah kesaktian pendekar yang bikin bulu kuduk berdiri lawan-lawannya.
Banyak orang menyebut lolosnya Djoko Tjandra ke Indonesia sebagai aib bagi pemerintah yang teledor mengawasi pendekar kelas dewa seperti blio. Padahal, kalau kita mau telusuri lebih lanjut, ini bukan aib bagi pemerintah. Ini justru merupakan sebuah petunjuk betapa orang-orang di pemerintahan kita sangat berbudi luhur.
Nggak percaya? Mari simak petunjuk-petunjuknya.
Pada 8 Juni 2020 Djoko Tjandra kedapatan mengurus e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan untuk syarat mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK). Haibatnya, pembuatan e-KTP Djoko hanya berlangsung kurang lebih sejam.
Waini jelas merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi pemerintah. Ya iya dong, ketika banyak orang mengeluhkan bertahun-tahun e-KTP yang mereka buat nggak jadi-jadi, eh Djoko Tjandra justru dapat membuat e-KTP dalam sekejap.
Hal ini juga menunjukkan bahwa ternyata pemerintah kita ini bisa kerja cepat. Rupanya saya sudah salah duga selama ini. Padahal saya kira cara kerja birokrat itu selamban kukang dalam film Zootopia. Duh, betapa bersalahnya saya ini, sudah berburuk sangka selama ini.
Untuk prestasi ini, alih-alih menyoraki dan mencaci maki, sepatutnya kita memberikan tepuk tangan dan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah—wabilkhusus untuk dinas kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil) Grogol Selatan.
Ya harus diapresiasi dong. Nggak gampang lho menyelesaikan pembuatan e-KTP dalam waktu sejam saja. Belum beli tintanya, beli kertasnya, apalagi e-KTP ini untuk buron. Tentunya butuh usaha keras. Makanya wajar kalau usaha berat itu harusnya mendapat ganjaran imbalan yang sama beratnya.
Bukan hanya Disdukcapil yang menunjukkan tajinya. Ada juga anggota kepolisian yang juga tak mau ketinggalan berprestasi. Pada 19-22 Juni 2020 Djoko Tjandra diketahui melakukan perjalanan Jakarta-Pontianak untuk keperluan konsultasi dan koordinasi.
Uniknya, surat jalan Djoko yang bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020 itu ditandatangani langsung oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Hmm, kurang baik apa coba tuh polisi kita? Buronan bisa dikasih surat jalan. Betul-betul mengagumkan.
Ini merupakan pertanda bahwa kepolisian tak seburuk yang kita sangka. Buanglah jauh-jauh anggapan kepolisian suka main kekerasan atau doyan pungli. Nggak, Bung. Itu mah cuma oknum. Jatidiri asli kepolisian itu ya suka membantu. Membantu siapapun tanpa kecuali.
Bukti kebaikan lain institusi kepolisian kita adalah munculnya dokumen surat bebas corona untuk Djoko Tjandra bernomor Sket Covid-19/1561/VI/2020/Setkes. Dokumen ini diterbitkan oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri.
Dalam hal membantu, kepolisian kita emang nggak mau tanggung-tanggung. Dari urusan perjalanan, sampai urusan kesehatan. Warbiyasa, warbiyasa. Nggak sekalian dikasih kalung anti-corona itu Pak Djoko Tjandra-nya, Pak? Kan lumayan untuk trial and error.
Melihat hal-hal di atas, itu sudah cukup buat rakyat seperti kita untuk meminta maaf ke pemerintah karena sudah meremehkan kerja-kerja mereka.
Apalagi kejadian semacam ini membuktikan bahwa institusi pemerintahan kita sebenarnya cepat dalam bekerja dan suka menolong semua orang tanpa melihat suku, ras, agama, kewarganegaraan, kekayaan, sampai tak peduli status hukum seseorang*.
*) Syarat dan ketentuan berlaku.
BACA JUGA Adu Sakti Djoko Tjandra vs Joko Widodo atau tulisan Erwin Setia lainnya.