FPI, Jangan Baper, Sosok di Kartun Tempo Itu Bukan Habib Rizieq

Menyambut Kepulangan Habib Rizieq Shihab di Tanggal Cantik 212

Menyambut Kepulangan Habib Rizieq Shihab di Tanggal Cantik 212

MOJOK.COFPI sedang melakukan blunder ketika marah kepada Tempo karena menganggap kartun Tempo menyindir Habib Rizieq. Semua bukti menunjukkan, orang di kartun itu sudah pasti bukan sang Habib. Kok situ baper?

FPI benar-benar dibikin panas oleh Tempo. Mereka gerah dan geram karena Tempo dianggap menghina dan melecehkan imam besar mereka, Habib Rizieq Shihab, lewat kartun yang diterbitkan di majalah Tempo edisi 26 Februari 2018.

Dalam kartun tersebut terlihat gambar seorang pria berjubah putih sedang berbincang dengan seorang wanita berambut panjang yang memakai baju tanpa lengan. Keduanya sedang duduk berdua di kursi dengan meja kotak di tengah mereka berdua.

Melalui balon percakapan, terlihat si lelaki bersorban mengatakan, “Maaf, saya tidak jadi pulang,” sementara si perempuan membalasnya dengan berkata, “Yang kamu lakukan itu jahat.”

Kalimat terakhir itu memang sudah basi saking seringnya dipakai, walau terancam akan tergeser oleh kalimat “xxx itu berat, kamu tidak akan kuat, biar aku saja” yang menjurus jadi basi pula. Tapi, bukan perkara tidak kreatif merepetisi ujaran populer yang bikin FPI sebal. Kali ini FPI mencak-mencak karena karena menganggap sosok bersorban itu adalah sindiran untuk Habib Rizieq Shihab.

Seperti diketahui, Habib Rizieq memang beberapa waktu yang lalu batal pulang ke Indonesia setelah tinggal cukup lama di Arab Saudi. Ia bahkan sudah diselentingkan sekian kali menjanjikan akan pulang, tetapi selalu nihil hasilnya. Yang membuat ia pergi dan kemudian tak kunjung pulang tentu saja kasus chat mesum yang diduga melibatkan dirinya dengan seorang perempuan.

Buntut dari kartun produksi Tempo tersebut sendiri, massa FPI pun kemudian berdemonstrasi (seperti biasanya) dan menggeruduk kantor Tempo beberapa hari lalu. Mereka memaksa Tempo meminta maaf.

Tempo tidak menuruti keinginan FPI untuk meminta maaf karena telah memuat kartun tersebut. Yang kemudian disampaikan pemimpin redaksi majalah Tempo Arif Zulkifli adalah permintaan maaf apabila kartun yang diterbitkan pihaknya telah membuat FPI tersinggung. Tempo juga siap memuat hak jawab dari FPI.

Kalau melihat polemik kasus ini, kemarahan FPI rasanya adalah kemarahan yang salah sasaran. Kemarahan yang agak wagu.

Jika mau melihat lebih jeli pada konten kartun yang dipermasalahkan itu, FPI seharusnya tak perlu sampai menggeruduk kantor Tempo. Sebab, kalau ada pihak yang berhak marah atas kartun yang dibikin oleh Tempo ini, maka dia bukanlah FPI, melainkan adalah Rangga.

Ya, Rangga.

Betapa tidak, dalam kartun tersebut, dari latar tembok warna-warni yang jelas mencerminkan latar AADC 2, serta gestur dan dialog si perempuan, semua orang pasti paham, bahwa jelas sekali sosok perempuan dalam kartun tersebut adalah Cinta. Bukan si mbak itu. Jadi, otomatis, lelaki di depannya itu juga pastilah Rangga, bukan Habib Rizieq.

“Rangga bagaimana? Sudah jelas si lelaki itu pakai sorban, itu pasti Habib Rizieq.”

Nah, di sini letak salah sangkanya. Kita terlalu mudah menduga seseorang lewat pakaian. Kita terlalu dipenuhi oleh syak wasangka.

Sejak kapan lelaki bersorban pasti Habib Rizieq? Sejak kapan? Kawan saya ada yang bersorban, dan ia bukan Habib Rizieq. Para guru dan ulama juga banyak yg bersorban, dan mereka bukan Habib Rizieq. Maskot Sarimi yang gambarnya selalu ada di bungkus mi instan Sarimi itu juga bersorban, dan ia jelas bukan Habib Rizieq. Bahkan Piccolo, pendekar pilih tanding dari Padepokan Planet Namex yang juga mantan musuhnya Son Goku, dia pun bersorban dan ia bukan Habib Rizieq. Jadi jelas, sosok bersorban tak mesti Habib Rizieq. Sampai di sini paham, ya?

Kembali lagi ke Rangga.

Dialog “Maaf, saya tidak jadi pulang” jelas dikatakan Rangga karena ia memang butuh waktu lama untuk pulang dari Amerika ke Indonesia, padahal seperti kita ketahui, Cinta sudah menunggu sekian lama, menunggu sampai berkali-kali purnama, bahkan sampai mau nikah segala. Wajar jika kemudian Rangga minta maaf.

Di titik ini, semakin jelas posisinya. Itu dialog Rangga.

Nah, soal kartun tersebut, Rangga tentu berhak marah karena sosoknya kemudian diasosiasikan dan disamakan sebagai Habib Rizieq. Enak saja.

Tentu Rangga tak mau.

Semarah-marahnya Rangga, seemosi-emosinya Rangga, ia hanya pernah berkata kasar kepada mereka yang berisik di perpustakaan atau mereka yang memecahkan kaca rumahnya dengan batu. Sementara Habib Rizieq, ia mengatai presiden goblok, menteri agama sesat, sambil teriak-teriak. Bahkan pernah juga mengatai Gus Dur dengan “buta mata buta hati”.

Rangga jelas tak mau disamakan dengan sosok sekasar itu. Jangankan Rangga, Mamet pun belum tentu mau.

“Etapi sejak kapan Rangga berjubah dan bersorban?”

Ya siapa tahu, selama di Amerika, Rangga hijrah atau ikut jamaah tablig. Bisa saja kan? Atau malah ikut HTI kaya mantan rocker Hari Moekti. Sekali lagi, siapa tahu….

Exit mobile version