[MOJOK.CO] “Jonghyun dan bagaimana ia mempengaruhi hidup saya dan anda.”
Setiap manusia, anda dan saya, mungkin pernah melalui masa remaja yang penuh kebingungan dan rasa kesepian. Masa-masa di mana kita merasa kita lebih hebat, lebih pintar, lebih kuat dari siapapun—tapi di saat yang sama, lebih payah dari siapapun.
Dulunya, saya adalah remaja yang sangat suka bicara, merasa diri sendiri punya banyak hal menarik untuk dibagikan, tapi tak pernah punya cukup teman yang mau mendengarkan. Saya belajar di sekolah Kristen yang dalam satu angkatan hanya terdiri dari 13 orang, itupun saya tak pernah merasa satu frekuensi. Sementara di rumah, ayah sibuk bekerja dan ibu sibuk mengurusi adik kembar saya yang perlu perhatian khusus.
Saya lantas membuat gelembung yang hangat dan nyaman di dalam kamar, tempat di mana bisa membaca sampai subuh dan mendengarkan musik sampai telinga berdengung. Hingga suatu hari sebuah majalah remaja memperkenalkan saya kepada sebuah dunia yang baru. Tempat di mana kita bisa menjadi remaja yang punya banyak teman, tanpa harus melewati proses secanggung meyakinkan diri sendiri bahwa saya cukup menarik untuk diajak berteman.
Majalah ini memperkenalkan nama SHINee yang anggotanya terdiri dari Onew, Minho, Taemin, Key dan Jonghyun. Saya yang sangat suka membaca, dibuat jatuh cinta pada sosok Jonghyun. Ia dikabarkan telah tamat membaca “Metamorphosis” karya maestro sastra Franz Kafka berkali-kali.
Hey, I love that book! Seketika, saya merasa punya teman baru dengan kegemaran yang sama.
Seperti menemukan kegemaran baru, saya mengandalkan Facebook untuk masuk ke berbagai komunitas online dan mencari tahu siapa SHINee menjadi lebih dekat. Bagaimana kehidupan personil-personilnya di kehidupan sehari-hari dan sebagainya. Kamu tahu? Saat itu mendengarkan SHINee memberikan sensasi berbeda, yang tidak didapatkan ketika mendengarkan lagu-lagu Paramore, yang saat itu sedang saya gandrungi.
Rendahnya pemahaman bahasa Korea membuat saya mengandalkan telinga dan insting untuk memaknai musik SHINee. Mereka yang pernah mendengar SHINee tahu bahwa, mereka punya kemampuan untuk membuat penggemarnya merasa bahagia, atau jatuh cinta, atau marah, atau kalut. SHINee mengajak saya untuk merasa, untuk berpikir, untuk memejamkan dan berhenti memikirkan kekhawatiran yang ada.
SHINee mengajak saya untuk yakin bahwa hari ini tidak akan sia-sia, dan hari esok akan lebih baik. SHINE mengajak saya untuk bangkit, mengumpulkan sisa-sisa semangat yang semakin hari semakin berkurang saja rasanya, untuk setidaknya, sekali ini saja, mengingat betapa para personil SHINee terdengar bahagia ketika menyanyikan “Replay”, seolah tak sabar mempertontonkan kehebatan mereka pada dunia.
Salah satu hal yang membuat saya bersemangat untuk pergi ke sekolah adalah supaya bisa cepat-cepat pulang. Aneh memang, tapi pernahkah kamu merasakan kegembiraan saat sampai di rumah, melepas kaus kaki, menyalakan komputer dan membuka Winamp, dan memutar lagu yang kamu sukai sembari istirahat dan mengambil jeda? Bahkan saat kita tumbuh dewasa dan menemukan hal-hal baru, lagu-lagu SHINee masih ada di playlist saya, bersamaan dengan musik apapun yang sedang digemari.
Senin, 18 Desember, kabar duka itu tiba. Seorang member SHINee meninggal dunia. Saya merasa tanah sedang dipijak runtuh lantas terhisap lubang hitam dan terkubur dalam-dalam. Jangan, kumohon Tuhan, jangan Jonghyun. Namun ternyata hari itu, Tuhan sedang ingin mengambil seorang bintang, agar langit bisa sedikit lebih menerangi dunia yang makin kelam saja sepertinya.
Kim Jonghyun meninggal dunia di usia 27 tahun. Seorang kutu buku yang menikmati karya-karya Jose Saramago, Herman Hesse, Antoine de Saint-Exupéry, Haruki Murakami, hingga Bertolt Brecht.
Dunia terasa berhenti dan saya berusaha menggali ingatan tentang Jonghyun dan mengapa saya menyukainya. Saya ingat Jonghyun adalah kutu buku, seorang anak yang tumbuh di antara orangtua yang sangat suka membaca. Jonghyun sering diminta ibunya untuk menuliskan ulasan untuk tiap buku yang ia baca. Untuk tiap ulasan yang ditulis, ibunya memberikan uang jajan yang kemudian ia kumpulkan untuk membeli buku baru.
Kesenangannya membaca bahkan tak sedikitpun berhenti ketika ia menjadi seorang artis yang menghabiskan hari-hari manggung dari satu negara ke negara lain. Ia selalu membawa buku, meskipun selalu tertinggal di kamar hotel setelah dibaca. Ia sering bolak-balik membeli buku yang telah ia baca karena selalu lupa ia letakkan di mana. Buku yang paling sering ia baca? “Metamorphosis” – Kafka, “Black Cat”- Edgar Allen Poe, “Demian” – Herman Hesse.
Kebiasaannya membaca dan menulis membuatnya menjadi seorang penulis lagu yang hebat. Ia bahkan menuliskan sebuah buku, “Skeleton Flower”, yang bercerita tentang proses penyembuhan seorang pasangan setelah berpisah. Jonghyun menulis 17 lagu untuk SHINee, 40 lagu yang ia nyanyikan sendiri, dan beberapa lagu untuk penyanyi lain. Lirik-lirik lagu yang ia tulis banyak terinspirasi dari buku-buku yang ia baca.
Jonghyun tak sedang berusaha jadi penyair besar. Ia kadang menulis tentang hal-hal kecil dari hidup yang kadang kita remehkan, seperti keindahan bunga, betapa menyenangkannya bisa minum-minum sambil mengobrol bersama teman-teman terdekat, hingga perasaan nyaman yang ia dapatkan ketika memeluk anjingnya, Roo.
Jonghyun juga menulis tentang betapa sulitnya bangun dari tempat tidur tanpa merasa hampa, juga tentang betapa mengecewakan rasanya melihat diri sendiri di cermin dan menemukan bahwa orang yang kita lihat di sana tidak sesempurna yang kita inginkan. Lagu “Maybe Tomorrow” yang ia tulis untuk album solonya dan “Story Op. 1” merupakan lagu yang sangat saya sukai.
Kedua lagu itu menjadi penopang saat merasa muak dengan orang-orang terdekat yang sering memaksa saya untuk selalu merasa bahagia. Seperti kebanyakan remaja, kadang saya dipaksa untuk kuat, melupakan permasalahan yang membuat saya tak bisa tidur, terkurung dalam lapisan-lapisan pikiran yang terus mengetat, membuat saya tiba-tiba menangis, atau tiba-tiba sesak napas, atau tiba-tiba berharap bisa menciptakan sebuah kendaraan yang membawa saya pergi dari semua pikiran-pikiran ini.
Jonghyun adalah seorang seniman berbakat dan pribadi berhati lembut yang menyadari betapa fans-fansnya sangat berarti dalam hidupnya. Ia sangat peduli pada fans-fansnya yang menjadi bagian dari minoritas, Jonghyun meyakini penuh bahwa menjadi berbeda bukanlah sebuah kesalahan. Ia begitu sayang dengan fans-fansnya, dan selalu berusaha memberikan karya-karya yang lebih baik dalam setiap langkah perjalanan karirnya.
Namun terkadang, orang yang paling mahir menguatkan justru yang paling keras berusaha untuk bertahan. Jonghyun telah beberapa lama bergumul dengan depresi. Ia merasa perasaan manusia serupa musim, dan ia adalah orang yang seringkali terjebak di musim dingin berkepanjangan tanpa menemukan musim semi. Dan kita tak perlu berupaya sampai tenaga habis untuk berjalan jauh mencari musim semi itu. Lagu-lagu Jonghyun mengajak saya untuk menerima dan menghadapi hari-hari terburuk, sama seperti saya menerima dan menghadapi hari-hari terbaik dalam hidup saya.
Di malam ketika saya mendengar berita kepergian Jonghyun, saya tak bisa sedikitpun mendengarkan lagu-lagu Jonghyun tanpa menangis. Lagu-lagu Jonghyun pernah menjadi teman saya di masa-masa sulit. Kenapa saya tidak bisa menjadi hal yang sama untuk Jonghyun?
Playlist saya dengan acak memutarkan “Maybe Tomorrow”. Lucu juga memikirkan bagaimana sebuah lagu bisa membawa kita pergi ke sebuah momen yang telah lama tersimpan di folder paling jauh di belakang kepala. Saya kembali teringat suatu waktu ketika saya berada di titik terendah, dan seolah ditenangkan Jonghyun bahwa tidak apa-apa merasa sedih hari ini. Saya lantas memutar “Replay”—lagu pertama SHINee yang saya dengar, membayangkan betapa bangganya Jonghyun akan dirinya sendiri, akan karya-karya yang akan ia buat selama bertahun-tahun ke depan bersama Onew, Taemin, Key, dan Minho.
Betapa karya-karyanya memberikan kebahagiaan bagi banyak orang, termasuk saya. Kemudian, saya menutup laptop saya, beranjak ke tempat tidur, memejamkan mata seraya membatin, Selamat malam, Jjong. Selamat tidur. Terima kasih untuk musiknya. Semoga di atas sana penuh aroma buku tua, buku-buku kesukaanmu, semua album Prince dan Jamiroquai, dan kertas yang tak pernah habis untukmu menulis.
=======
Depresi bukan hal yang layak untuk dianggap enteng, apalagi ditertawakan. Orang yang mengalami depresi amat butuh kawan yang mau mendengarkan. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdikusi dengan pihak terkait, seperti psikolog atau psikiater maupun klinik kesehatan jiwa. Salah satu yang bisa dihubungi adalah Into the Light yang dapat memberikan rujukan ke profesional terdekat (bukan psikoterapi/ layanan psikofarmaka). Kontak di surel: pendampingan.itl@gmail.com dan intothelight.email@gmail.com.