Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Jembatan Lempuyangan Jogja: Jembatan yang Dibangun untuk Merekam Kebahagiaan Sekaligus Kebencian Warga Kota Jogja

Moddie Alvianto W. oleh Moddie Alvianto W.
5 Februari 2024
A A
Kolong Flyover Janti adalah Tempat Terbaik untuk Menikmati “Kehidupan Malam” Jogja.MOJOK.CO

Ilustrasi Kolong Flyover Janti adalah Tempat Terbaik untuk Menikmati “Kehidupan Malam” Jogja (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Makian pengendara dan paduan suara bunyi klakson

Jadi, Jembatan Lempuyangan Jogja, selain membawa kebahagiaan, juga menjadi sumber kekesalan pengendara. Ingat, salah satu tujuan pemerintah membangun jembatan ini adalah untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan. Namun, hingga artikel ini selesai saya susun, para pengendara ternyata masih kesal.

Sebentar, saya perlu menegaskan satu hal di sini. Bahwa yang menjadi sumber kekesalan bukan jembatan, melainkan rel kereta api di bawahnya. Jadi, pada jam tertentu, antrean kendaraan, baik dari arah timur maupun utara pasti menumpuk. Pasalnya, pada jam tersebut, ada kereta barang yang maju dan mundur untuk pindah jalur.

Jam yang saya maksud adalah antara pukul 08:30 sampai 09:30. Saya tidak tahu pasti di jam dan detik berapa. Namun, menurut pengalaman saya, di antara dua waktu tersebut, ada kereta barang yang maju dan mundur. 

Saya pernah iseng menghitung jumlah gerbong barang yang “digandeng” oleh lokomotif. Jadi, saya menemukan kadang jumlahnya 32, 25, hingga 42. Jadi kamu bisa membayangkan betapa lamanya para pengendara kudu menunggu kereta itu pindah jalur. Waktu menunggu bisa 10 menit lebih.

Ketika rangkaian kereta itu tak kunjung selesai menata “pantat” di rel yang berbeda, makian tertahan dari para pengendara mulai ramah di telinga. Kesal, mereka memaki, tapi tertahan dan tidak lantang. Ya mau bagaimana, apa ya mereka karena kesal mau menggotong 42 gerbong kereta barang supaya cepat pindah rel?

Setelah makian yang tertahan, selanjutnya adalah paduan suara klakson kendaraan. Sekali ada yang memulai, selama hampir satu menit, suara klakson menguasai. Bising dan bikin gelisah saja.

Pertarungan mural dan vandal

Jembatan Lempuyangan Jogja adalah sebuah kanvas raksasa. Sudah sejak lama dinding jembatan menjadi sebuah ruang bagi seniman mural untuk merebut ruang. Misalnya pada 2007, Jogja Mural Forum (JMF) memotori aktivitas seni luar ruang yang mengusung tajuk ”Tanda Mata dari Jogja”.

Kala itu, Samuel Indratma, koordinator JMF, menggandeng empat seniman sepuh berbasis kerakyatan. Selain Subandi, Ki Ledjar Subroto, pencipta wayang kancil, memasang dua tokoh wayang ciptaannya, Sultan Agung (Raja Mataram) dan Jan Pieterszoon Coen (Gubernur Jenderal Belanda). 

Selain Ki Ledjar, ada pelukis slebor becak Tjipto Setiyono memajang 80 slebor becak yang telah digambari berbagai motif lukisan. Lalu, ada juga Tjipto Wibagso, pelukis tonil yang kala itu masih tinggal di belakang panggung balet Ramayana Purawisata Jogja, menggambar Rama Tambak. Dua seniman terakhir, pelukis kaca Sulasno dan Dani Juniarto yang menggambar wayang brayut, turut serta.

Mural sudah menjadi identitas tersendiri Jembatan Lempuyangan Jogja. Namun, di samping tumbuh kembang mural, di sana, subur juga aksi vandal. Saya pernah melihat ada gambar alat kelamin laki-laki nyempil di antara karya seni lukisan. Selain itu, nama-nama kelompok anak muda juga biasanya tiba-tiba saja muncul. 

Hingga saat ini, aksi vandal selalu mengikuti. Kalau mural itu ibarat induk ayam, hasil vandal adalah anak-anaknya. Selalu ada dan mengekor. Namun, di sini, ia merusak pemandangan saja.

Kekhawatiran saya

Antara 2017 dan 2018, saya masih cukup sering mendapat berita bahwa kondisi struktur Jembatan Lempuyangan Jogja itu masih baik. Logikanya, berita ini muncul karena ada kegelisahan atau bahkan dugaan perihal keamanan jembatan. Makanya muncul berita untuk “menjawab dan klarifikasi”.

Dalam hati saya hanya bisa membatin, “Baiklah, kalau memang kata pemerintah begitu. Saya, kan, bukan ahli jembatan.” Namun, saya sulit menampik kegelisahan dan kekhawatiran yang muncul. Sekali lagi, saya bukan ahli jembatan. Saya hanya rakyat biasa yang khawatir. Boleh dong rakyat khawatir.

Jadi, sejak sebelum pandemi, saya sudah sering melihat akar tanaman yang muncul dari sela-sela jembatan. Sebagai orang awam, saya khawatir kalau akar tanaman yang semakin kuat bisa merusak beton Jembatan Lempuyangan Jogja. Iya, kalau memang nggak merusak, tentu saya lega. Namun, kalau ternyata iya, merusak, tentu saya boleh khawatir.

Iklan

Begitulah adanya, Jembatan Lempuyangan Jogja, di mana ia menjadi sumber kebahagiaan, sekaligus kekesalan. Jembatan ini masih akan bertahan dengan segala kekurangannya. Ia akan menjadi salah satu landmark kota Jogja yang paling sulit dilupakan.

Penulis: Moddie Alvianto W.

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kasta Miskin Stasiun Lempuyangan Jogja yang Sudah Lebur dan Nggak Lagi Kalah dari Stasiun Tugu Jogja dan pengalaman menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 8 Februari 2024 oleh

Tags: Flyover LempuyanganJalan LempuyanganJembatan LempuyanganJembatan Lempuyangan JogjaJogjakuliner dekat Stasiun LempuyanganLempuyanganPasar LempuyanganStasiun Lempuyangan
Moddie Alvianto W.

Moddie Alvianto W.

Analis di RKI. Tinggal di Yogyakarta.

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.