Hukum Tak Tertulis di Media Sosial yang Sebaiknya Kita Ketahui

MOJOK.COAda beberapa hukum tidak tertulis di media sosial yang perlu kita pahami. Supaya kita tetap waras dalam menggunakan Facebook, Instagram, Twitter, dan lainnya.

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Saat ini, bisa dikatakan setiap orang memiliki paling tidak satu akun media sosial. Baik itu Facebook, Twitter, Instagram, atau yang lainnya. Bahkan tidak sedikit orang yang memiliki lebih dari satu akun dan aktif di semuanya.

Media sosial ini meskipun sering disebut sebagai dunia maya, sebetulnya punya banyak kemiripan dengan dunia nyata. Dia punya hukum-hukum atau prinsip-prinsip yang mirip dengan dunia nyata. Namun karena tergolong masih menjadi hal baru, banyak orang yang gagal untuk memahaminya.

Itulah alasan saya merasa terpanggil untuk menuliskannya atau mengingatkannya bagi yang sudah tahu tapi lupa, atau pura-pura lupa, atau sengaja lupa. Semoga dengan mengetahuinya atau mengingatnya kembali kita bisa menggunakan media sosial kita dengan lebih woles, tidak baperan, dan dunia maya kita ini dapat jadi tempat yang lebih menyenangkan.

Hukum Pertama: Setiap orang hanya peduli dengan dirinya sendiri.

Ini adalah hukum paling jelas entah di dunia maya atau di dunia nyata dan setiap orang seharusnya sudah mengetahuinya.

Manusia adalah makhluk sosial, begitu katanya. Manusia cenderung suka berteman dan peduli pada sesamanya. Awalnya saya pun berpikir begitu. Tapi setelah hidup di bumi selama 30 tahun sekian ini, saya kok malah melihat bahwa manusia itu sebetulnya adalah makhluk egois.

Mereka memang terlihat peduli pada sesama, tetapi sebenarnya mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri—lebih-lebih di media sosial. Orang yang terlihat peduli pada orang lain, seringnya bukan karena mereka tulus peduli. Namun lebih karena ingin dianggap sebagai orang baik.

Ehm, tentu saja ada pengecualian, karena bagaimanapun juga, masih ada orang yang benar-benar tulus untuk peduli dengan sesama. Ya, masalahnya, orang yang seperti ini jumlahnya nggak banyak. Bisa dihitung dengan jari.

Jadi, setiap kali memposting sesuatu di media sosial, ingatlah bahwa setiap orang memang hanya peduli dengan dirinya sendiri. Nah, ketika postingan kalian tidak mendapatkan banyak like, tidak perlu kaget. Ini adalah sesuatu yang wajar.

Orang biasa seperti kita ini, jika punya 500 orang di daftar pertemanan, bisa diperkirakan akun yang bakal membeli jempol paling tidak hanya 40-60 an. Dari jumlah itu pun, yang betul-betul peduli dengan kita, saya yakin tidak sampai setenganya.

Ya, akan berbeda tentunya jika kalian adalah seorang seleb terkenal macam Mas Iqbal. Kalau dia sih, posting foto bareng unta pun, like dan komennya pasti ribuan.

Tapi sebenarnya ada cara ampuh untuk orang biasa seperti kita supaya mendapatkan banyak like pada postingan kita. Caranya adalah: dengan sering-sering ngelike postingan teman.

Saya sudah membuktikannya.

Sebenarnya saya tidak peduli dengan jumlah like di postingan saya. Namun saya hanya ingin mengetahui kebenaran sebuah teori bahwa orang yang postingannya kita like akan cenderung membalas dengan memberikan like pada postingan kita.

Sudah semingguan ini saya hobi nge-like postingan apa pun yang lewat di beranda saya. Tulisan, gambar, video, tautan, semuanya. Seambyar apa pun postingan tersebut.

Hasilnya? Hampir semua orang yang postingannya pernah saya kasih jempol, balas menjempoli postingan saya.

Lantas, apakah mereka peduli dengan postingan saya? Atau lebih jauh peduli pada saya? Bukan. Mereka bukan peduli pada saya. Mereka hanya ingin membalas budi. Sebetulnya mereka memang hanya peduli pada diri mereka sendiri. Mereka ingin dianggap sebagai orang baik. Orang yang tahu caranya membalas budi.

Jadi kalau kalian merasa jumlah like itu penting, coba saja cara di atas.

Hukum kedua: Semua orang sebetulnya sudah tahu.

Saat menuliskan ini, saya tahu bahwa kalian juga sudah tahu. Tapi demi perdamaian dunia, ijinkan saya melanjutkannya.

Saat nye-scroll timeline media sosial, kita mungkin akan menemukan sesuatu yang menurut kita bagus. Entah itu artikel, status, berita, atau yang lain. Seketika itu juga, kita merasa menjadi orang pertama yang mengetahuinya dan ada hasrat untuk segera membagikannya!!11!!

Stop dulu, Coy! Coba dipikir baik-baik. Ini udah tahun 2018—hampir 2019 malah, dan hampir semua orang punya yang namanya smartphone. Kalau kalian mengetahui sesuatu, ada kemungkinan besar orang lain juga pasti mengetahuinya.

Jadi, kalau tahu tentang sesuatu yang baru, jangan langsung terburu-buru untuk nge-share. Tahan dulu jempol kalian. Tolong, jangan membanjiri lini masa orang lain apalagi dengan tautan-tautan yang nggak jelas.

Hukum ketiga: Tidak ada yang benar-benar akan berubah, apalagi tentang pilihan politik.

Bagian paling menjengkelkan dari media sosial adalah maraknya provokasi, hoaks, dan kebencian. Apalagi di musim kampanye seperti ini. Orang-orang memproduksi hoaks dan provokasi, menyebarkannya seolah tak ada hari esok. Sambil berharap orang lain akan berubah karena provokasi yang mereka sebarkan.

Hadeee, saya kasih tahu ya, Ferguso. Nggak ada sesuatu yang betul-betul berubah dengan sebuah provokasi yang makin lama semakin memuakkan itu.

Fyi aja, pendukung Jokowi akan tetap menjadi pendukung Jokowi. Bahkan ketika ia menemukan ratusan artikel tentang ratusan keburukan Jokowi. Begitu pula dengan para pendukung Prabowo. Jadi, mengapa tidak dibawa santai saja?

Jadi jika kalian mendukung Prabowo, simpan saja dukungan kalian sampai nanti di bilik suara. Begitu pula jika kalian mendukung Jokowi, lakukanlah hal yang sama. Postingan kalian tidak akan menambah apa pun, kecuali renggangnya pertemanan dan putusnya persaudaraan.

Ingatlah nasihat bijak ini: barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memposting hal-hal yang baik atau justru diam.

Hukum keempat: Tidak banyak dari kita yang suka membaca.

Di media sosial, tidak perlu memposting tulisan yang panjang-panjang. Posting saja tulisan yang pendek-pendek. Sedikit kata-kata, gambar, pokoknya tidak perlu yang panjang…

…apalagi memposting skripsi di beranda kalian. Haqqul yaqin tidak akan ada yang membacanya. Kecuali kalau kalian memang berniat menjadikan media sosial sebagai tempat belajar menulis seperti Agus Mulyadi saya.

Akhirnya pun, saya tahu bahwa tulisan ini tidak akan mengubah apa pun. Mungkin juga tidak banyak yang akan membacanya. Mengapa? Karena kita hanya peduli dengan diri kita sendiri.

Namun justru karena tidak ada yang betul-betul peduli dan tidak ada yang betul-betul akan berubah, mari kita tetap menulis, tetap posting, tetap santai, tentap woles, tetap cakep, dan tidak baperan.

Exit mobile version