Hal-hal Menyebalkan Saat Salat Tarawih pada Bulan Ramadan

MOJOK – Selain menahan nafsu pada siang hari, malam hari kesabaran mesti harus berlanjut saat salat tarawih berjamaah. Sebab ada saja kejadian menyebalkan saat tarawih berlangsung.

Beruntunglah kita yang masih diberi kesempatan bertemu “Bulan Puasa”, bulan yang mana kebaikan akan diganjar dengan pahala berkali-kali lipat dari bulan-bulan sebelumnya. Juga di mana—konon—kuntilanak, pocong, genderuwo, kolor ijo, tuyul, suster ngesot, dan sebangsanya sedang dirantai, sehingga profesi Roy Kiyoshi sebenarnya harusnya libur dulu bulan ini.

Meskipun hakikat ibadah bukan hanya soal pahala atau surga dan neraka, tetapi ganjaran tersebut cukuplah membuat kita lebih semangat lagi. Sedikit mirip saat masa kecil dulu. Kalau bisa mengkhatamkan Al-Quran, mama papa akan kasih hadiah mainan, tas, buku, sepeda, atau mentahannya saja.

Selain mendapatkan berkah dari menahan nafsu birahi, lapar, dan marah pada siang hari, malamnya pun masjid jadi lebih hidup karena salat tarawih berjamaah.

Sayangnya, sebagai manusia biasa yang masih sulit mengendalikan nafsu terutama selepas berbuka, kadang hal menjengkelkan di masjid baik saat tarawih berlangsung maupun pada waktu-waktu intermesonya membuat kita lupa bahwa bulan ini bukan hanya belajar sabar pada siang saja, melainkan pada waktu malamnya juga. Wabilkhusus, saat salat tarawih.

Dan inilah beberapa hal menyebalkan yang menuntut kesabaran saat salat tarawih.

Kehadiran Bocah Tengik

Konon ngajari si buah hati ibadah sejak dini lebih penting daripada ngajari buah hati aritmatika dan algoritma. Keluarga saya sih meyakininya begitu. Mencintai Tuhan adalah pelajaran nomor wahid. Lalu dengan cara apa mengajarkan si buah hati?

Nah, merunut apa yang selama ini saya lihat dari para orang tua di daerah tempat saya tinggal, salah satu cara yang umum adalah mengikutsertakan anak salat berjamaah di masjid. Maka tidak heran jika saat salat tarawih, sudah biasa jika kita menyaksikan batita, balita, sampai bocah hampir akil balig ikut meramaikan masjid.

Baiklah, harus diakui, meski tangisan balita acap kali memecah kekhusyukan salat namun hal macam itu masih bisa dimaklumi. Ya gimana, namanya juga balita. Sayangnya, akan jadi menjengkelkan jika keributan berasal dari bocah-bocah hampir akil balig yang mengambil kesempatan saat salat tarawih sedang berlangsung.

Terutama yang memanfaatkannya sebagai waktu yang tepat untuk bermain. Ya kapan lagi bisa main-main pada malam hari kalau enggak waktu bulan puasa begini?

Saya akui, saya sendiri juga pernah merasakan masa bermain seperti mereka. Sabet-sabetan sarung, main plusutan tangga masjid, atau kadang-kadang main gobak sodor sekalian. Dan ketika jamaah mau salam, anak-anak ini akan berlari ke saf untuk ikutan pura-pura salam. Biar dikira ikutan salat. Heleh, dasar tukang mimikri!

Dulu ketika kecil sih, seneng-seneng saja, ternyata udah tua begini baru sadar kalau kelakuan macam begitu memang menjengkelkan.

Sebab, bukannya suara bacaan dari imam yang terdengar, tapi malah langkah-langkah lari kaki bocah-bocah tengik ini yang menerobos ke gendang telinga. Rasanya pengen ngelus dada tapi kok nanti malah batal salatnya. Pengen negur, tapi kok ini juga bagian dari pengenalan soal agama ke anak-anak itu. Bikin dilema.

Tapi apa yang terjadi di masjid daerah saya masih mendingan dibandingkan masjid tempat seorang kawan. Saking parahnya, kawan saya ini bahkan sampai milih pindah masjid untuk tarawih.

Katanya, “Saya malas ah tarawih di masjid A.”

“Lha kenapa emangnya?” tanya saya.

“Bocah-bocahnya kurang ajar,” jawabnya.

“Ya namanya bocah ya wajar kalau ribut di masjid,” jawab saya sok-sokan bijak.

“Wah, tapi ini parah bener,” katanya, “Masa saat jamaah bilang Aaaamiiin, bocah-bocah tengik ini malah teriak; taaaai.”

Ebuset.

Ceramah Kelamaan

Isi ceramahnya sih bagus, enggak mirip orasi demonstran, bahasannya juga bukan soal khilafah atau politik yang bikin nyeri kepala, lantas apanya yang menganggu? Kelamaan, Vroh!

Dasar kodratnya manusia, maunya berada terus di zona nyaman. Jangankan buat makan-minum-berak, mendengar ilmu agama pun butuhnya yang nyaman-nyaman saja.

Jika kerja banting tulang sembari puasa pada siang hari bikin letih, lemah, lesu, mirip gejala anemia, saat tarawih, ibadah yang hanya bisa dilakoni sebulan dalam setahun itu kadang butuh kekuatan iman, tenaga, dan rasa sabar. Terutama rasa sabar menghadapi ceramah yang kelamaan.

Umumnya, ceramah dilakukan bakda salat Isya atau setelah tarawih sebelum salat witir. Biasanya juga ceramah ini disebut kultum, meski praktiknya malah jadi kuliah tujuh tahun.

Dan hal seperti ini betulan kejadian di masjid daerah saya. Bahkan kadang sampai 30 menit ceramahnya. Kenapa enggak bikin acara pengajian segala kalau sampai selama itu? Saya yakin, isi ceramah yang disampaikan juga sebagian besar cuma asal lewat aja di telinga jamaah.

Jika sudah sampai selama itu, biasanya jamaah akan memperlihatkan gejala-gejala umum. Pura-pura memperbaiki posisi duduk dengan meluruskan kaki, menguap lebar sekali, lepas peci pura-pura lihat di dalam pecinya sendiri siapa tahu nemu faedah di sana, berlagak pemasanan futsal, sampai dengan tanpa sadar sudah ngorok di pojokan.

Gosip Ibu-ibu

Ceramah kelamaan itu efeknya enggak cuma terasa melelahkan bagi bapak-bapak, tapi juga ibu-ibu. Bedanya, cara menyikapi bagi ibu-ibu lebih kreatif, karena dilakukan sembari ngegosip.

Mulanya perbincangan bisa jadi hanya mengomentari isi ceramahnya saja, lama-kelamaan mulai merambah ke ranah di luar masjid. “Iya to, si Fulana itu sudah biasa.” Itu sih masih mending, soalnya saya pernah memergoki tetangga saya sampai sempat-sempatnya bawa cemilan segala menanti lamanya ceramah.

Nah, ketika jamaah lain tengah sibuk mengembalikan diri untuk mendengarkan isi ceramah ustaz di atas mimbar, ibu-ibu ini bisa punya ceramahnya sendiri dan kadang terdengar lebih asyik untuk diikuti. Lha gimana? Materinya kadang lebih menarik daripada postingan IG-nya Lambe Turah.

Jadi ketika saya punya niatan untuk menegur, biasanya saya akan duduk di samping hijab pemisah jamaah putra-putri. Duduk. Lalu ikut mendengarkan apa yang diobrolin.

Jamaah Eksis-Sosmed

Pernah lihat di masjid ada gerombolan cewek-cewek sedang berfoto ria? Oh, saya pernah. Sering malah. Jika bocah-bocah cowok berlarian ke sana kemari, yang cewek-cewek cekikian di belakang sambil bawa gajet untuk ambil foto. Kadang sampai lupa lampu blitz-nya dimatiin.

Alhamdulillah, tarawihnya lancar ditemani mereka-mereka.

Sudahkah Anda tarawih?

Mukenanya syantik kan, Shay? Ayo keep dari sekarang, Sis.

Karena tuntutan status yang mesti sering di-update biar followers tidak inflasi jumlahnya, maka situasi terkini tidak boleh dilewatkan. Salah satunya ya waktu salat tarawih di masjid begini.

Ya, bukannya yang begituan tidak boleh. Lalu dibilang haram. Lalu bikin darahnya jadi halal untuk dibunuh. Ya enggak begitu juga, lha wong tidak ada dalil yang mengharamkan berfoto di masjid juga.

Tetapi ya tolonglah. Coba pikirkan juga orang-orang di sekitaran kalian yang bisa saja terganggu dengan kegiatan macam begitu. Atau kalau sudah sakaw banget pengen foto, ya mbok keluar dari saf dulu. Itu lebih sopan. Paling tidak memenuhi kriteria hablumminannas kategori minimal.

Tarawih itu untuk ibadah dan ibadah itu enggak perlu deh dipamer-pamerin. Keep it private!

Oh iya, harga mukenanya berapa tadi, Sis?

Exit mobile version