MOJOK.CO – Saya tidak sedang ingin menyoal apa Habib Husein ini benar Syiah atau bukan, tapi yang saya soal adalah emang kenapa kalau Syiah?
Syiah kembali jadi perbincangan. Kali ini lebih panas sebab menyasar dai muda yang sedang naik daun. Habib Husein Ja’far al-Hadar yang dikenal sebagai “Habib Milenial”. Di tengah-tengah namanya yang sedang naik daun, tiba-tiba Habib Husein dituduh Syiah.
Jejak digital, karya-karyanya, jejak keluarga, sampai latar pendidikannya dipreteli satu demi satu untuk memberi indikasi kalau dia Syiah. Saya tidak sedang ingin menyoal apa habib milenial ini benar sesuai yang dituduhkan atau bukan, tapi yang saya soal adalah emang kenapa kalau Syiah?
Sebelum menjawab itu, mari saya ajak agak merunut ke belakang.
Habib Husein bukan lah sosok dari kalangan habaib pertama yang mendapat tuduhan Syiah lantas dengan itu dikampanyekan agar dakwahnya dijauhi.
Sebelum Habib Husein, ada Habib Haidar Bagir. Dia adalah Direktur Utama Kelompok Mizan, penerbit buku-buku keislaman terbesar di Indonesia. Haidar Bagir mendapat cap Syiah karena penerbit Mizan tidak sedikit menerbitkan dan menerjemahkan buku-buku Syiah.
Dalam situs resminya mizan.com kolom Faq “Tentang Mizan”, memuat klarifikasi atas tuduhan Mizan penerbit Syiah.
Mizan menerbitkan tidak lebih dari 50 judul buku Syiah dari total lebih dari 14 ribu judul buku yang telah diterbitkan dari sejak Mizan berdiri pada tahun 1983. Dengan persentase yang sangat sedikit tersebut, ironis jika disebut Mizan penerbit buku Syiah.
Habib Haidar Bagir menyebut Mizan berdiri untuk mempromosikan nilai keseimbangan, keadilan, tawassuth (moderat) seperti tercermin dalam namanya Mizan yang berarti seimbang.
“Mizan tidak berafiliasi dan tidak mempropagandakan suatu mazhab,” terangnya saat itu.
Saat ini Haidar Bagir menjalankan aktivitas dakwahnya tidak hanya melalui penerbitan, namun juga memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dengan mempopulerkan “Gerakan Islam Cinta” di akun-akun pribadinya di semua platform media sosial yang ada.
Pada kenyataannya, tuduhan Syiah tidak menghentikan Haidar Bagir mempromosikan nilai Islam damai pada rakyat Indonesia.
Habib berikutnya adalah Haddad Alwi. Dia adalah penyanyi religi Islam Indonesia yang populer di awal tahun 2000-an. Albumnya yang bertajuk Cinta Rasul (1999) sampai saat ini masih tercatat sebagai album religi terlaris sepanjang sejarah musik Indonesia.
Haddad Alwi mendapat tuduhan Syiah karena lagu-lagunya disebut terlalu mengagungkan keluarga Nabi. Setidaknya lantunan “Madinatul Ilmi” dan “Ya Zahro” yang memuat pujian kepada Ali dan Fatimah dari keseluruhan 100 lebih lagunya, diklaim mempromosikan ajaran Syiah.
Pelantun religi kelahiran Banjarnegara ini bahkan pada akhir tahun 2019 pernah dipersekusi dengan diminta turun dari panggung dalam sebuah acara haul di Sukabumi ketika Haddad Alwi mengajak yang hadir untuk turut bersamanya melantunkan selawat.
Habib selanjutnya, Muhammad Quraish Shihab, guru besar tafsir ternama di Indonesia.
Kedudukannya yang mentereng di MUI, guru besar UIN, salah satu ulama paling berpengaruh di Indonesia, sekaligus pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII, tidak membuat Quraish Shihab lepas dari tuduhan Syiah.
Saat itu, pasal tuduhannya sederhana. Pakar dalam bidang tafsir dan ulumul Qur’an ini menulis kitab Tafsir Al-Misbah-nya, memuat pendapat Allamah Thabathabai pakar tafsir Al-Quran dari Iran.
Pada pertengahan 2000-an karena Syiah banyak disalahpahami, sebagai seorang ulama alumni al-Azhar, Quraish Shihab memberi penjelasan yang adil dan ilmiah mengenai Syiah, dalam bukunya Sunnah Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?.
Hasilnya? Quraish Shihab ibarat didudukkan di kursi pesakitan dengan vonis: “terbukti Syiah”.
Dari ketiga habib yang telah dituding Syiah termasuk Habib Husein Ja’far yang baru menyusul, ada pola dan metode dakwah yang mirip mereka gunakan.
Keempatnya mempromosikan nilai-nilai Islam yang mencintai keterbukaan, cinta kasih, toleransi, dan kebersamaan. Mereka membawa dakwah yang santun, bahwa Islam itu menghargai perbedaan dan perbedaan bukanlah penghalang bagi terciptanya persatuan.
Dari keempat habib ini, memang yang cukup kencang tudingannya adalah yang ke Habib Husein. Soalnya dia tercatat pernah mondok di pesantren Syiah di YAPI Bangil.
Bukunya Islam ‘Mazhab’ Fadhlullah disebut upaya mempopulerkan ajaran Syiah di Indonesia sebab memperkenalkan gagasan Sayid Muhammad Husain Fadhlullah, seorang ulama marja taklid Syiah yang bermukim di Lebanon (juga dikenal sebagai bapak spiritual Hizbullah).
Padahal kalau boleh saya sangsi, mereka yang menyebut buku itu mempromosikan Syiah rasa-rasanya belum membaca bukunya secara utuh.
Namun pertanyaannya, kalau dengan alasan pernah mondok di pesantren Syiah, lantas seseorang bisa tertuding Syiah, harusnya Quraish Shihab yang sejak tsanawiyah sudah di Mesir dan jenjang tinggi pendidikan Islamnya semuanya dituntaskan di Universitas Al-Azhar tidak boleh tertuduh Syiah dong?
Harusnya dari jejak pendidikan seperti itu Quraish Shihab bisa diaku sebagai Sunni tulen, sebab tidak pernah sekalipun mendapatkan pendidikan di lembaga pendidikan Syiah.
Kalau disebut hanya karena pernah menukil pendapat ulama Syiah bisa menjadi bukti seseorang adalah Syiah, harusnya ketika Quraish Shihab menukil pendapat ulama Sunni (yang jumlah kutipannya jauh lebih banyak) dia harusnya lebih cocok disebut Sunni dong?
Kalau dengan formula tuduhan model begitu, Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir, yang dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam Sunni terbaik di dunia harusnya juga mendapat vonis serupa dong.
Sebentar. Lah, lah, kok gitu?
Pertama, Universitas al-Azhar didirikan oleh Bani Fatimiyah, yang menganut mazhab Syiah Ismailiyah. Penamaan “al-Azhar” juga mengambil nama dari Sayidah Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah saw. Ini pengkultusan pada keluarga Nabi.
Kedua, Universitas al-Azhar melalui grand syaikh-nya dari masa ke masa mengakui Syiah sebagai salah satu mazhab Islam. Karena itu, Syiah di al-Azhar dipelajari dalam bab perbandingan antar-mazhab, bukan dalam bab perbandingan antar-agama. Di al-Azhar tidak dikenal slogan Syiah bukan Islam.
Ketiga, Universitas al-Azhar turut aktif menggagas upaya persatuan Islam melalui pendekatan antar-mazhab. Universitas al-Azhar menginisiasi terbentuknya Forum Pendekatan Antar-Mazhab (Dar al-Taqrib bain al-Madzahib) pada tahun 1948 di Kairo.
Pembentukan lembaga ini diprakarsai oleh Syeikh Majid Salim dan Syeikh Mahmoud Syaltut Syaikh al-Azhar sebagai reprsentatif ulama Sunni, dan Ayatullah al-Uzhma Borujerdi, ulama rujukan Syiah waktu itu.
Pada tahun 1995 lembaga ini berganti nama menjadi Forum Internasional Pendekatan Antar-mazhab Islam (Majma’ al-’Alam li al-Taqrib bain al-Madzahib al-Islamiyyah).
Puncaknya pada tahun 2004 ditandatangani Risalah Amman di Yordania, sebuah deklarasi oleh 200 ulama Islam dari 50 negara yang memberi pengakuan pada Syiah Ja’fari (dianut banyak rakyat Iran) dan Syiah Zaidi (dianut banyak rakyat Yaman) sebagai bagian dari umat Islam di samping 4 mazhab Sunni yang ada.
Dengan adanya deklarasi Risalah Amman ini, seharusnya tidak ada lagi pembahasan, Syiah itu Islam atau bukan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri tidak pernah mengeluarkan fatwa bahwa Syiah bukan Islam, hanya berupa penjelasan bahwa Syiah berbeda dengan Ahlusunnah yang mayoritas dianut umat Islam Indonesia.
Dengan setidaknya ketiga poin di atas, dan dengan menggunakan paramater seseorang bisa dituduh Syiah, tapi mengapa Universitas al-Azhar tidak dituduh Syiah?
Iya beraaat lah. Berat menuduh Universitas al-Azhar itu lembaga pendidikan Syiah, sebab kalau begitu, kok Syiah malah selalu tampil yang terbaik?
Atau kalau menuduh al-Azhar itu berat, setidaknya lihat tiga habib yang saya sebut di atas tadi.
Haidar Bagir, pimpinan penerbit buku Islam terkenal dan terpopuler di Indonesia. Dia juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ide dan gagasan pendidikannya turut mewarnai wajah pendidikan Indonesia.
Haddad Alwi, penyanyi religi yang menelurkan album religi terbaik sepanjang sejarah musik Indonesia. Ke mana-mana dia mengajak umat untuk mencintai Rasululah saw. Dan terakhir, Quraish Shihab, salah satu pakar tafsir dan ulumul Quran terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.
Habib Husein Ja’far al-Hadar kemudian menyusul dicap Syiah setelah mendapat predikat “Habib Milenial” yang digandrungi dakwahnya oleh kawula muda. Dakwah digitalnya hadir bak oase di tengah panasnya panggung dakwah Indonesia yang kerap diwarnai ujaran kebencian dan perpecahan.
Sebut saja keempat habib ini Syiah, dan silakan netizen Indonesia memberikan penilaian, apa yang keempatnya telah berikan untuk masyarakat Indonesia? Apa keempatnya mengajak masyarakat Indonesia pada perselisihan?
Apa keempatnya ini pernah menyeru untuk saling membenci satu sama lain, yang membuat agama jadi kehilangan sisi-sisi humanismenya?
Atau malah sebaliknya, dakwah mereka justru membuat kita makin mencintai Islam sebab terasa kesejukannya? Bukankah dakwah mereka selalu bisa membuat kita bisa saling menghargai dan menghormati orang lain, seberapa pun besar perbedaan yang ada?
Mereka meyakinkan kita bahwa multikultural yang dimiliki bangsa ini, dari ratusan tahun lalu, bukanlah penghalang bagi terciptanya harmoni.
Keempatnya tidak pernah menonjolkan satu mazhab di atas mazhab lainnya. Ajakannya adalah membangun negara ini dalam bingkai persatuan dan kebersamaan, lintas mazhab, dan lintas agama. Oleh, sebab itu, saya jadi ingin bertanya, masalahnya lantas ada di mana?
Oke saya paham, yang selalu diributkan masyarakat kita adalah soal Syiah itu akidahnya sesat, menyimpang, bahkan dianggap bukan Islam. Padahal terlalu banyak ayat Al-Quran dan juga hadis yang menunjukkan bahwa akhlak adalah elemen terpenting dari ajaran Islam.
Akidah adalah pondasi. Ibadah adalah sarana. Tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak yang mulia. Jadi tolok ukur akidah yang benar dan ibadah yang kuat ada pada akhlak yang dipersembahkan. Seseorang yang tidak memiliki akhlak yang baik, walaupun tampak benar akidahnya dan kuat dalam ibadahnya, maka bukanlah representasi muslim yang baik.
Jadi, yang selama ini menonjolkan kelebihan akidahnya dengan menyebut sesat dan kafir pada kelompok Islam yang berbeda dan gemar memamerkan kekuatannya dalam persekusi, apa artinya jika kalian malah kalah dalam menampilkan akhlak yang baik dari habib-habib yang kalian tuduh?
Habib Quraish Shihab tahun 2016 pernah menulis buku Yang Hilang dari Kita: Akhlak. Silakan bagi yang paling benar akidahnya di negeri ini, tampillah di depan publik Indonesia dengan kebaikan akhlak kalian.
Jangan mengaku-ngaku berakidah paling benar tapi menyodorkan hasrat untuk saling membenci satu sama lain. Karena medakwahkan akidah yang baik adalah dengan menggetarkan hati, bukan dengan memenangkan perdebatan apalagi perkelahian.
BACA JUGA Syiah Garis Lucu, Emang Ada? dan tulisan Ismail Amin lainnya.