Dilarang Meniduri Bunga-Bunga - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Esai

Dilarang Meniduri Bunga-Bunga

Titik Kartitiani oleh Titik Kartitiani
30 November 2015
0
A A
Dilarang Meniduri Bunga-Bunga

Dilarang Meniduri Bunga-Bunga

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Dua hari ini, perhatian saya tertuju pada foto hamparan bunga “amarillys” di Gunungkidul, Yogyakarta. Hamparan yang tadinya berupa bedding flower (petak bunga musiman) ala-ala Eropa, berubah menjadi hamparan kerusakan. Banyak orang berkomentar: Begitulah orang Indonesia.

Ah, saya tak pernah nyaman mendengar komentar seperti itu. Bila ada hal-hal yang merusak, selalu yang disalahkan mentalitas Indonesia. Saya masih percaya, Indonesia tidaklah seburuk itu. Walaupun yang dilakukan para “pecinta alam” ini justru merusak alam, saya masih berpikir itu hanya karena pemahaman belum singgah di hati mereka. Ibarat orang jatuh cinta, mereka masih dalam tahap love in the first sight, menggebu-gebu untuk meraih, mendekap, dan memiliki. Belum sampai pada tahap mencintai sebagai kata kerja, mencintai  untuk membebaskan, dan mencintai demi membahagiakan orang yang dicintai, #uhuk.

Di kalangan netizen, nama bunga itu jamak disebut amarillys. Memang betul, bunga warna oranye dengan nama lokal bawang procot, kembang torong, atau barbados lily (Hippeastrum puniceum) itu termasuk keluarga Amarylidaceae, tapi ia bukan amarilis (Amaryllis paradisicola). Menyebutnya lily juga tak tepat, karena dalam konsesus internasional, bunga lily itu masuk dalam marga Lilium. Lily sudah populer sebagai bunga potong, aromanya sangat harum dan awet. Warnanya pun beragam dan sejauh ini hanya bisa ditanam di dataran tinggi—bukan di daerah seperti Gunung Kidul yang kurang sejuk. Tak tepat pula bila disebut bakung, karena bakung termasuk marga Crinum.

Jadi, bawang procot adalah Hippeastrum–bukan amarilis. Saya sengaja memakai nama ilmiah bukan supaya dikira pintar atau bikin pusing pembaca Mojok.Co, tetapi agar tanaman yang dimaksud sama di seluruh dunia. Nama lokal dan nama dagang seringkali beda di setiap daerah, apalagi setiap negara. Sedangkan nama ilmiah selalu sama, sehingga akan sama persepsi ketika menunjuk ke satu jenis spesies tanaman atau satwa.

Selanjutnya, beredar kalimat bahwa bawang procot adalah bunga langka. Bila istilah bunga langka mengacu pada UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam, maka jelas bunga ini tidak termasuk tumbuhan langka—sekelas Rafflesia Arnoldii yang sudah ditetapkan sebagai Puspa Langka. Bahwa ia hanya mekar setahun sekali, itu tidak lantas menjadikannya puspa langka, karena musim berbunganya memang menjelang musim hujan. Sama halnya ketika mangga hanya berbuah setahun sekali, tidak lantas mangga jadi tumbuhan langka, bukan?

Kenapa Kita Peduli?

Baca Juga:

Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
DIY provinsi termiskin mojok.co

Tak Masalah Disebut Provinsi Termiskin, Sultan Wacanakan Bantuan Seumur Hidup

26 Januari 2023

Ketika foto hamparan bunga yang rusak itu menyebar, sebagaimana umumnya terjadi, netizen membuli para pelakunya. Siapapun akan sedih melihat hamparan bunga yang cantik menjadi rusak, karena pada dasarnya semua manusia mencintai keindahan. Saya percaya itu.

Sebagian nitizen semakin berang ketika salah satu pengunjung yang berfoto dan menginjak bunga itu merasa tidak bersalah bersalah dan malah menantang. Sebut saja namanya HS. (Ah, saya tetap tidak mau si gendhuk ini terkenal karena ketengilannya). Dia bilang: Gue (memangnya Anda orang Betawi ya, Nduk?) foto disini, masalah? Bodo amat, suka gue dong. Ngurus hidup sendiri aja belum tentu bisa, sok-sokan ngurusin bunga yang layu di kebun.

Ah, hidup saya memang rumit, Nduk, tapi saya peduli. Mau tahu kenapa saya peduli?

Menurut keterangan yang saya baca di Kompas.Com, dan informasi dari kawan yang ada di Yogya, kebun itu milik pribadi dan bukan tempat wisata. Tidak ada trek yang disediakan untuk berfoto—apalagi rebahan dengan alas bunga macam ranjang pengantinnya Suzanna (mungkin kamu belum lahir ketika film ini hits, Nduk). Bisakah Anda bayangkan ketika si petani ini mengolah tanahnya, menanam satu demi satu umbi kembang torong ini, menyiraminya tiap hari untuk melindunginya dari kematian karena deraan kemarau yang panjang? Lalu dalam sekejap rusak terinjak-injak justru ketika sudah akan dipanen. Tega?

Baiklah, pengunjung membayar (padahal konon seikhlasnya), tapi bisakah uang yang diberikan itu mengganti bunga yang rusak? Kalau kita hitung jual-beli, dari jumlah 1500 orang yang hadir, cukupkah untuk mengganti apa yang sudah dikeluarkan oleh penanamnya? Masihkah tidak merasa bersalah? Terlalu.

Selanjutnya, mari kita lihat proses fisiologi tumbuhan. Dari keseluruhan fase pertumbuhan tanaman, mulai masa vegetatif (pertumbuhan bagian tanaman: batang, akar, daun) hingga generatif (tumbuh bunga dan buah), masa berbunga itulah masa ketika tumbuhan mengeluarkan energi terbesarnya. Ibarat manusia, ketika seorang ibu sedang melahirkan. Rasa sakit ketika seorang perempuan melahirkan itu ibarat 20 ruas tulang yang patah secara bersamaan. Nah, pengunjung yang menginjak bunga itu lahir dari rahim ibu, bukan?

Kenapa mau susah-susah berbunga? Untuk melanjutkan keturunan. Memang, kembang torong yang ditanam di Gunung Kidul itu ditanam dengan umbi, bukan biji. Tetapi secara proses alami, tanaman yang berbunga adalah dalam rangka menghasilkan biji, untuk melanjutkan spesiesnya. Kecantikan bunga untuk menarik serangga penyerbuk, agar menjadi penghulu sehingga  benang sari (sel jantan) bertemu dengan putik (sel betina) dan lahirlah anak (biji). Mereka sudah susah-susah, mengeluarkan energi yang penghabisan, memunculkan bunga, lantas diinjak demi selembar foto selfie? Ah, kalian telah memupuskan harapan pertautan cinta itu.

Menikmati keindahan dalam senyap

“Karena jurnalistik bukan monopoli wartawan,” kata wartawan senior Rusdi Mathari. Betul, apalagi di era media sosial. Semua orang bisa jadi pewarta, semua orang bisa menyebarkan berita. Tetapi sesungguhnya kerja jurnalistik bukan hanya soal menulis dan memotret lantas menyebarkannya (di media sosial), sebagaimana dikatakan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Elemen Jurnalisme (2001), wartawan punya kewajiban nurani. Setiap wartawan harus punya rasa, etika, dan tanggung jawab personal.

Untuk pemberitaan flora, fauna, dan lingkungan (khususnya tempat-tempat yang sensitif), seorang pewarta harus memikirkan efek setelah berita itu tersebar. Memang terkadang niat kita baik, ingin memberitkan flora-fauna langka, tetapi yang terjadi justru bisa sebaliknya:  flora-fauna itu diburu dan dihabisi. Pun ketika menyebarkan tempat indah untuk dikunjungi, yang terjadi pengunjungnya membeludak dan alam yang tadinya indah jadi rusak.

Ada etika yang disepakati para pewarta lingkungan, yaitu tidak menyebutkan lokasi dengan spesifik untuk tempat yang rawan. Etika macam itu diharapkan bisa mengurangi dampak kunjungan yang berlebihan. Kita bisa melihat “tragedi” wisata di Gua Pindul  yang pengunjungnya jadi seperti cendol, Gunung Prau yang meninggalkan sampah, dan lain-lain.

Pada akhirnya, semua itu memang tergantung etika pengunjung. Setiap orang punya sisi untuk bisa eksis, tetapi kadar tersebut terkadang berlebihan. Media sosial memang memberi peluang untuk itu, tapi tak bisakah kita menikmati keindahan dengan cara yang lebih senyap, lebih personal?

Saya percaya, masih banyak orang yang mencintai alam dengan sederhana. Tanpa meninggalkan sesuatu kecuali jejak (yang tentunya bukan jejak kaki di rimbun bunga). Tanpa mengambil sesuatu kecuali gambar (tapi ya tidak lantas demi gambar lalu merusak). Tanpa membunuh sesuatu kecuali waktu. Tiga “tanpa” itu sebetulnya aturan dasar bagi yang merasa mencintai alam.

Ya, mencintai kan tidak harus memiliki. Kalau mau memiliki, ya belilah sendiri, tentu dengan harga (mahar) yang layak. Itu pun kalau tidak ditolak. Eh.

Terakhir diperbarui pada 10 Agustus 2021 oleh

Tags: AmaryllisBunga-bungaGunung KidulKembang TorongSelfieYogyakarta
Titik Kartitiani

Titik Kartitiani

Artikel Terkait

Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS
Geliat Warga

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
DIY provinsi termiskin mojok.co
Kilas

Tak Masalah Disebut Provinsi Termiskin, Sultan Wacanakan Bantuan Seumur Hidup

26 Januari 2023
oleh-oleh jogja mojok.co
Kilas

10 Oleh-oleh Jogja yang Murah dan Mudah Didapat

14 Januari 2023
SULTAN HB IX: SIASAT “MEMANGKU” ORANG KIRI DAN KOMUNIS DI LINGKUNGAN KERATON
Movi

SULTAN HB IX: SIASAT “MEMANGKU” ORANG KIRI DAN KOMUNIS DI LINGKUNGAN KERATON

13 Januari 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Mengapa Jogja Seharusnya Bersyukur Para Alay Merusak Taman Bunga?

Mengapa Jogja Seharusnya Bersyukur Para Alay Merusak Taman Bunga?

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja MOJOK.CO

Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja

21 Januari 2023
Dilarang Meniduri Bunga-Bunga

Dilarang Meniduri Bunga-Bunga

30 November 2015
Xiaomi 13 Series: Monster Baru dari Xiaomi, Hape Terbaik 2023 MOJOK.CO

Xiaomi 13 Series: Monster Baru dari Xiaomi dengan Senjata Kamera Leica Berpotensi Jadi Hape Terbaik 2023

20 Januari 2023
mie ayam takeshi bantul yang ayamnya ora umum!

Mie Ayam Takeshi Bantul, Ekstra Ayamnya Ora Umum!

22 Januari 2023
nasi kapau dan nasi padang punya banyak perbedaan

Gulai Tambusu dan Hal-hal lain yang Membedakan Nasi Kapau dengan Nasi Padang

23 Januari 2023
chatgpt mojok.co

Mengenal ChatGPT, Benarkah Bakal Akhiri Era Google?

24 Januari 2023

Terbaru

PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
Kepala BPID Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ivanovich Agusta dan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di Kepatihan, Kamis (26/01/2023) menyampaikan tidak ada lagi desa tertinggal di DIY MOJOK.CO

Disebut Provinsi Termiskin, DIY Tak Punya Desa Tertinggal

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023
teror ular kobra

Tolak Safari Politik Anies di Banten, Oknum Lempar Sekarung Ular Kobra

26 Januari 2023
perangkat desa di diy mojok.co

Ribuan Perangkat Desa Geruduk DPRD DIY, Tolak Disamakan dengan Kades

26 Januari 2023
perempuan penyelenggara pemilu

Kenapa Keterlibatan Perempuan Sebagai Penyelenggara Pemilu Masih Rendah?

26 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In