ASN Udah Boleh WFA, Swasta Budak Korporat Masak Nggak Cemburu

Jangan lupa untuk selalu efisien dalam melayani rakyat, yang menggaji kalian. Bersedialah lembur seperti pekerja swasta sekalipun tidak mendapatkan uang lembur. ASN kan abdi rakyat. Kudu total, dong.

ASN Udah Boleh WFA, Swasta Budak Korporat Masak Nggak Cemburu MOJOK.CO

Ilustrasi ASN Udah Boleh WFA, Swasta Budak Korporat Masak Nggak Cemburu (Ega Fansuri/MOJOK.CO)

MOJOK.COASN sudah boleh Work from Anywhere (WFA). Mereka yang dikenal malas ini bisa kerja dari mana saja? Swasta nggak pengin?

Waktu puasa kemarin, Pak Presiden sempat mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2023 yang mengatur hari dan jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN). Sorotan dari kebijakan ini tentu saja terletak pada hak mereka untuk bekerja secara fleksibel baik lokasi maupun waktu. 

Apakah hal ini akan meningkatkan atau justru menurunkan produktivitas ASN, menimbulkan kecemburuan pada pekerja swasta, serta berhasil menghemat pengeluaran Pemerintah terkait biaya kerja ASN? Mari kita bedah bersama.

Perhitungan jam kerja baru untuk ASN

Jadi, ASN yang selama ini bekerja dengan skema jam kantor dalam lima hari seminggu cukup bekerja selama 6,5 jam per hari di bulan puasa dan 7,5 jam per hari di luar bulan puasa. Ini jelas lebih pendek dibanding pekerja pada umumnya yang jam kerjanya diatur selama 40 jam per minggu di Undang-Undang Cipta Kerja dan dalam kondisi tertentu, peraturan turunannya memperkenankan “diskon” hingga 35 jam per minggu. 

Ketika bulan puasa yang lalu, ASN tetap berhak mendapatkan jatah istirahat selama 30 menit per hari untuk Senin sampai Kamis dan 60 menit khusus untuk hari Jumat yang tentunya di luar jam kerja. Jika ditotal, mereka hanya perlu berada di kantor selama 8,5 jam di luar bulan puasa dan tujuh jam untuk bulan puasa.

Pekerja lain pada umumnya perlu menghabiskan waktu selama sembilan jam penuh di kantor di luar bulan puasa. Mereka juga harus merelakan waktu istirahatnya terpangkas di bulan puasa jika ingin pulang lebih cepat. Ini juga bisa terjadi jika tidak lembur karena maksimum lembur adalah empat jam per hari. Pada praktiknya, batas ini sering terlampaui. Sebabnya, kebutuhan pekerjaan yang mendesak serta tidak adanya pekerja lain yang mampu menggantikan untuk melanjutkan sisanya.

Kini, jika diizinkan oleh instansinya, ASN bisa menikmati pengalaman bekerja dari mana saja dan/atau jam berapa saja. Mereka yang beruntung dapat mulai bekerja lebih siang. Misalnya mulai pukul 07.30 pagi di luar bulan puasa dan pukul 08.00 pagi untuk bulan puasa. 

Pro dan kontra yang mulai hangat

Ini jelas terasa privilege mulai dari ASN muda yang masih single untuk bangun lebih siang. Menguntungkan juga untuk ASN WFO yang berusaha mengurangi kemacetan yang dihadapi dengan berangkat lebih siang dan rela pulang lebih larut. Kecuali jika ASN sehari-hari mengantar anak ke sekolah sebelum berangkat kerja dan merasa kurang nyaman bekerja di luar kantor. Kebijakan lokasi dan jam kerja yang fleksibel tidak terasa-terasa amat.

Terdapat pihak yang mengkhawatirkan penurunan produktivitas kerja ASN. Lantaran jam kerjanya lebih pendek, terdapat kelompok yang merasa kinerja ASN kurang maksimal. Mereka khawatir akan ada penurunan jika pekerjaan mereka tidak dipantau. 

Sebaliknya, terdapat pula pihak yang lebih positif. Mereka berharap fleksibilitas ASN tidak menjadi “bumerang”. Mirip seperti yang dihadapi oleh pekerja swasta dengan fleksibilitas serupa. Karena tidak perlu ngantor dan jam kerja fleksibel, ada sebuah kekhawatiran. Sangat mungkin terjadi atasan menuntut pekerjaan pada waktu yang tergolong tidak biasa. Alasannya adalah kebutuhan mendesak.

Seharusnya tidak mengganggu produktivitas

Sebenarnya, jam kerja lebih pendek yang dimiliki oleh ASN ini bukan halangan bagi produktivitas. Misalnya, ternyata mereka tetap sangat sibuk sampai lembur tengah malam. Nah, ada sebuah kondisi downtime yang akan sesekali muncul. Khususnya untuk mereka yang bekerja di sektor tertentu. Mereka cukup bekerja selama 33 jam dalam sepekan (di luar jam istirahat). 

Kondisi terbaru ini juga akan menguntungkan ASN. Misalnya, mereka pulang cepat di Jumat. Setelah itu, mereka bisa melanjutkan pekerjaan di rumah sampai tuntas. Jadinya, mereka bisa memulai akhir pekan lebih awak karena pekerjaan sudah selesai. Sebaliknya, di masa sibuk, seharusnya pekerja siap bekerja lebih keras bahkan sukarela memberikan tenaga ekstra mereka di akhir pekan.

Rahasia mereka cukup sederhana. Mereka yang memiliki fleksibilitas jam kerja berusaha mengatur jam kedatangan ke kantor dengan tepat. Artinya, mereka datang lebih siang ketika belum ada pekerjaan yang bisa dikerjakan. Mereka juga bisa datang lebih pagi ketika masih ada pekerjaan yang belum terselesaikan di hari sebelumnya. 

Sisi lain dari jam kerja baru ASN

Hal yang lebih menyedihkan dari fleksibilitas kerja ASN adalah kondisi mereka bekerja dari rumah. Kembalinya ASN dan pekerja swasta ke kantor setelah pandemi sebetulnya memberi dampak positif bagi roda perekonomian. Misalnya, mereka menjadi pengharapan pedagang makanan di kantin, penjual jajanan di sekitar kantor, sampai sopir angkutan umum dan transportasi online. 

Ketika sebagian ASN kembali bekerja dari rumah, segmen pasar kelompok yang tadi disebutkan tentu berkurang. Akibatnya, penurunan pendapatan harus terjadi dan ironisnya ketika kondisi perekonomian boleh dibilang melambat.

Sebagai “pegawai” yang digaji oleh rakyat, ASN wajib bekerja keras juga untuk rakyat. Ingat, kalau tidak bekerja keras dan jujur, fleksibilitas ini akan terasa kurang adil. Misalnya bagi pekerja swasta. Pajak penghasilan mereka itu terasa mencekik. Apalagi setelah pemberlakuan pajak natura. Selain itu, harga kebutuhan cenderung naik. Ingat, biaya transportasi juga perlu dipertimbangkan. 

Pengeluaran ASN berkurang dan lebih mudah untuk kaya. Sementara itu, pengeluaran pekerja swasta semakin bertambah dan menabung menjadi lebih sulit.

Swasta budak korporat masak nggak kepingin

Selamat untuk para ASN yang berhasil mendapatkan fleksibilitas kerja. Semoga fleksibilitas yang diberikan bermanfaat dan tidak menurunkan produktivitas serta disiplin kerja. Semoga kebijakan ini justru mampu meningkatkan semangat untuk lebih melayani kami yang selama ini bekerja keras “membayar” penghasilan kalian. 

Tetap jaga pembelanjaan domestik untuk memastikan perekonomian berputar di tengah melambatnya aktivitas belanja. Keberadaan kalian cukup signifikan dan berharga untuk pelaku usaha kecil.

Jangan lupa untuk selalu efisien dalam melayani rakyat, yang menggaji kalian. Bersedialah lembur seperti pekerja swasta sekalipun tidak mendapatkan uang lembur. ASN kan abdi rakyat. Kudu total, dong.

Bagaimana dengan perusahaan swasta? Jika memungkinkan, skema bekerja hibrida atau bahkan sepenuhnya dari rumah dapat membantu mengurangi pengeluaran, baik dari sisi pegawai maupun perusahaan. Selama memungkinkan dan tidak ada kebutuhan mendesak, jam kerja bisa dipotong. Yah, daripada melihat pekerja duduk di kantor lebih lama tanpa pekerjaan hanya demi menunggu jam pulang. Ujung-ujungnya menghabiskan biaya listrik. 

Terakhir, bagi sektor swasta, jika memungkinkan dan disetujui pekerja, industri dan Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk memperbolehkan skema kerja 4×10. Maksudnya, empat hari kerja dengan perhitungan kerja 10 jam per hari. Menarik, bukan?

Penulis: Christian Evan Chandra

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Bersyukurlah ASN Muda yang Dipindah ke IKN dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version