Mohammad Yamin: Menggali dan Menafsir Masa Lalu untuk Renaisans Indonesia

Mohammad Yamin dan idenya tentang Renaisans Indonesia

Mohammad Yamin

MOJOK.CO – Setelah berjibaku “melahirkan” peristiwa yang dikenal dengan “Kerapatan Pemoeda II” atau setelah Indonesia Merdeka disebut “Sumpah Pemuda”, Mohammad Yamin mencoba membayangkan renaisans macam apa yang bakal direngkuh Indonesia dengan berkaca kepada sejarah Indonesia. Sebelum “Bhineka Tunggal Ika” dicengkeram Sang Garuda setelah 1945, Yamin konsisten melontarkan ide-ide besar, agung, adiluhung, dari ratusan tahun lampau yang menjadi khas Yamin, yakni “menggali” dan “menafsir” kebesaran masa lalu untuk dihadirkan. Embrio penggalian itu tersirat dari nukilan esai panjang dalam pidatonya di tahun 1931 ini.

Renaisans Bangsa Indonesia

Oleh Mohammad Yamin

Persatuan dan kebangsaan, Indonesia Merdeka dan sekarang Indonesia Raya! Semuanya telah kita dengarkan dan sudah dialamkan. Sekarang perkara kebangunan.

Dengan perkataan kebangunan yang kami sebutkan di atas ini ialah maksud kami hendak menggambarkan suatu keadaan yang berlaku dalam pergaulan hidup tanah Timur, jadi juga sebagai suatu masa dalam sejarah tumpah-darah kita Indonesia.

Kebangunan (yaitu suatu perkataan yang berasal “bangun”) artinya menyatakan suatu keadaan, bahwa tanah Timur berapa lamanya mempunyai suatu sejarah yang rupa-rupanya tidak bergerak, sehingga kelihatannya bangsa kita keluar seperti bangsa yang tidur nyenyak.

Tetapi setelah berapa lamanya, dan setelah mendengar suara dari luar dan dari dalam sanubari sendiri, maka sampailah bangsa Timur kepada suatu waktu, yang biasanya dinyanyikan sebagai fajar pada waktu pagi; atau lebih lebih jelas lagi: hari malam gelap-gelita lalu habislah masanya, dan dikaki langit kelihatan garis-garis yang berwarna emas bercampur perak, yaitu yang menjanjikan seri Matahari sinar-seminar dan yang menandakan waktu gelap sudahlah lampau dan berganti dengan hari terang-benderang: inilah suatu tamzil yang memperlambangkan, bahwa bangsa yang ditutupi gelap-gelita dan awan kerendahan itu sudah “bangun” dari tempat tidurnya dan insyaf akan hak-hak atau kewajiban bangsa yang sedar.

Baca Juga: 5 Keteladanan Tipis-tipis Mohammad Yamin: Sosok Paling Kontroversial dalam Dunia Sejarah Indonesia 

Bukan sedikit mulia dan dalamnya arti zaman ini dengan umumnya bagi sejarah dunia, dan bagi kita orang Indonesia. Inilah suatu zaman yang berarti penting dalam perjalanan kita menuju kebesaran dan keagungan tinggi, bagi sejarah dunia, karena kira-kira sampai pertengahan abad yang ke-19, adalah yang dikatakan sejarah dunia tidak lain tidak bukan sejarah orang berkulit putih atau sama artinya dengan sejarah benua Eropa dengan kekuasaannya dan pengaruhnya di atas dunia.

Tetapi semenjak abad yang ke-19 dan 20, orang berkulit berwarna, atau lebih tegas lagi bangsa Asia turut campur berjuang dalam padang kemajuan, sehingga sejarah dunia juga menurutkan jalan yang diaju-ajukan sejarah Timur. Sangat berarti bagi bangsa Indonesia, karena sejak jatuhnya kerajaan Sriwijaya, dan sejak hilangnya kerajaan Majapahit, maka sejarah Indonesia ialah sejarah bangsa yang kehilangan suara; karena suara yang lebih besar yaitu suara bangsa Barat, yang semenjak abad ke-15 sampai sekarang ini menjajah kemana-mana ke segenap muka bumi, terutama ke tanah air kita ini.

Mohammad Yamin tiba di bandar Schiphol 1954. (Joop van Bilsen(Dok.Anefo/Arsip Nasional)

Semenjak bangunnya bangsa Indonesia yang berpuluh juta ini, maka sejarah tanah air kita tiadalah semata-mata sebagai sebagian dari sejarah Jajahan atau sejarah kerajaan Belanda dengan kekuasaannya, melainkan lama-lama menjadi suatu zaman-dewasa baru, yaitu sebagian dari sejarah Indonesia sejati yang telah beribu-ribu tahun lamanya itu. Jadi kebangunan menyatakan suatu kesedaran jiwa, karena beberapa lamanya bukan hidup seperti tidak bernyawa, melainkan hidup seperti orang tidur.

Kalau menurut pengertian orang Barat atau menurut kitab-kitab orang Eropa, keadaan yang seperti diatas dinamai zaman Renaissance (Italia: Renascimento, renascita) artinya: lahir kembali, karena seolah-olah menjelma kembali keatas dunia, setelah berupa mati tidak bernyawa lagi. 

Walaupun Renaissance Barat itu berdasarkan sejarah sendiri dan menurut syarat-syarat kebaratan dan kebangunan bangsa Timur juga menurut janji dan pergerakan jiwa ketimuran kita, tetapi pada hakikatnya Renaissance dan Kebangunan itu banyak kesamaannya, malahan dalam berapa hal satu dasar dan sama jalannya.

Mendengarkan perkataan itu bangkitlah pikiran dan perasaan; bukan saja karena Kebangunan itu dapat menarik hati orang bercita-cita dan bagi orang yang selalu mendengarkan suara semangat suatu bangsa, melainkan lebih-lebih lagi karena lebar dan dalam artinya.

Baca Juga: Mohammad Yamin, Bapak Copywriter Indonesia 

Menurut keterangan pengarang Inggris Walter Pater perkataan Renaissance pada galibnya dipakai tidak saja untuk menentukan kebangunan Zaman Purbakala itu. Dan pengarang lain, Symonds, mengemukakan lagi, bahwa renaissance ialah zaman yang terletak antara Zaman Pertengahan dan Zaman Baru; bukan saja karena suka memperhatikan ilmu kitab dan perpustakaan zaman dahulu, lebih-lebih lagi kembangnya pikiran dan perasaan yang bersifat kemerdekaan luas dan dapat digambarkan dalam perbuatan atau kesenian yang permai-permai.

Demikianlah bukan sedikit banyaknya pengarang yang mencoba-coba memberi keterangan apakah arti Kebangunan itu; walaupun oleh keterangan-keterangan itu memang bagi kita ada menerangkan apa yang kurang terang, tetapi seterusnya menunjukkan kepada kita, bahwa Kebangunan itu sukar mengajuknya dan kita tak dapat membatasinya dengan garis yang jelas. Semenjak tahun 1860, yaitu ketika Jacob Burkhardt pertama kalinya memakai perkataan renaissance dalam kitabnya “die Kultur der Renaissance in Italien”, sampai kepada masa ini boleh dikatakan tiap-tiap pengarang mempunyai keterangan, tetapi penjelasan ini hanya kurang-lebih menerangkan sebagian dari padanya. 

Mengingat kebangunan itu bermulanya tidak tiba-tiba saja, melainkan berurat-akar pada zaman dahulu dan memberi pengaruh yang dalam kepada zaman yang akan datang, boleh kita bandingkan kebangunan itu dengan pergerakan air di tengah lautan: memang ombak itu tidak dapat diketahui asal-mulanya dan sukar mengajuknya sampai beberapa dalam perpindahan air yang digerakkannya, tetapi terasa ditiup oleh angin dan badai, sehingga ombak itu makin tinggi dan bergulung besar-besar menjadi gelombang ditengah-tengah padang air yang mahaluas. Benar ada kalanya memecah dengan suara guruh-gemuruh sampai ke pantai, baik siang ataupun malam, tetapi pergerakan air itu tidak habis di pesisir, melainkan berbalik surut ke tengah lautan atau berganti terus-menerus dengan gelombang yang lain. 

Jadi kebangunan itu ialah suatu ketika dalam perjalanan sejarah; suatu pergerakan yang berlapis-lapis pengaruhnya, baik rohani atau jasmani, pendeknya lahir dan batin. Itulah samanya Renaissance Barat dengan kebangunan Timur.

Sungguhkah ada kebangunan Indonesia? Pertanyaan ini tidak perlu akan dijawab, jikalau sekiranya cuma mengandung yang mesti dan patut berlaku saja. Tidak sekali-kali begitu. Kebangunan Indonesia ialah keadaan yang sudah dirasakan bangsa Indonesia, jadi tidak saja yang dicita-citakan penganjur-penganjur bangsa kita, tetapi juga yang memang sudah dijalankan dalam abad yang ke 20. Pemandangan yang dituliskan dalam karangan ini cuma pemandangan pendek, supaya pergerakan kebangunan ini dapat diperhatikan betul, baik oleh pemimpin-pemimpin kita ataupun oleh pemuda Indonesia, yang sedikit hari lagi akan menjadi juru penasihat bangsa yang akan datang. Selain daripada itu pidato ini untuk memberi kemudi dan pedoman kecil untuk pergerakan yang mahatinggi itu. 

Alasannya yaitu Indonesia Raya dan perkakasnya tak kurang—tak lebih daripada cita-cita yang hendak berbukti jadi tenaga atau usaha. Pengetahuan bercampur cita-cita; itulah dua perkara yang menjadi pokok pembicaraan dan seolah-olah sebagian kecil dari pokok yang lebar: renaissance bangsa Indonesia. 

Kebangunan, sebutan ini menyatakan kesadaran bangsa kita dan yang hendak lekas mencari jalan menuju zaman yang layak dan pantas bagi kita. Jalan menuju Indonesia Raya membuka pikiran kepada jalan sudah ditempuh, yaitu yang menuju kebelakang. Pemandangan kemuka bertambah terang, kalau kita insaf akan kejadian dalam sejarah dan akan keadaan sekarang.

Walaupun demikian, kita hendak membicarakan apa yang berlaku pada zaman dahulu seberapa perlunya saja dan hanya sedikit-sedikit serba pendek. Dan jikalau kita pelajari perjalanan sejarah tanah air Indonesia kita sejak dahulu sampai sekarang, maka zaman itu pendeknya berbagi atas tiga bagian: zaman Majapahit, sebelum kerajaan ini dan sesudahnya sampai sekarang. Dengan terang dapat ditentukan, bahwa kerajaan Majapahit dilahirkan dalam tahun 1292, yaitu dalam pangkuan kerajaan Singasari (1922); matahari Majapahit tenggelam dalam penghabisan abad yang ke-15, sehingga lamanya sejarah zaman ini kira-kira duaratus tahun (1300-1500). 

Waktu itu kelihatan kembangnya seni, pustaka, pelajaran, pertanian, perdagangan, dan lain-lain; pendeknya bunga Indonesia sedang harum dan kebagusannya menjadi harapan. Sifat ke-Indonesiaan dapat dikemukakan dengan memperingatkan janji Patih-Mangkubumi Gadjahmada (kurang lebih 1340), yang akan berusaha hendak mempersatukan kepulauan Nusantara (Indonesia).

Baca Juga: Asmara Sumpah Pemuda, Mohammad Yamin Menang Banyak, WR Soepratman Tidak  

Cita-cita dan keadaan yang terbukti adalah satu: semangat mempersatukan dan kebesaran tanah air waktu itu. Di sini cuma kita peringatkan saja, dan putusan bicara dapat disokong oleh pengetahuan orang pandai-pandai. 

Perjanjian Gadjahmada bukan perjanjian pertama, melainkan yang kedua. Tujuh abad sebelum Patih yang tersebut mengeluarkan perkataan di balairung Majapahit, perkataan yang disimpan dalam tulisan Prapanca, adalah pula dibuat perjanjian di pulau Sumatra, yang dinamai Sumpah Sriwijaya dan berlaku dalam tahun 686: isinya supaya bangsa kita berbakti kepada persatuan, karena itulah kemauan nenek moyang kita. Sumpah ini ialah sebagai gambaran persatuan waktu itu, bersama-sama dengan kekayaan dan kebesaran tanah air. Ada bekas atau tandanya. 

Mohammad Yamin (tengah) dalam konferensi Nieuw Guinea di Schiphol tahun 1950. (Harry Pot, dok. Annefo:Arsip Nasional)

Kalau dikira-kirakan kerajaan Sriwijaya (+ Sailendra) itu lahir dalam tahun 400, dan kira-kira 600 tahun lebih sesudah sumpah tadi kerajaan yang tersebut runtuh dan berganti dengan kerajaan Majapahit, maka adalah persatuan Indonesia, menurut pemandangan orang zaman waktu itu, suatu cita-cita yang ada bekasnya dan bergandeng pula dengan kebesaran tanah air. Tidurnya semangat persatuan artinya kehilangan ketinggian dan turun dari derajat bangsa yang ternama.

Sesudahnya sejarah Indonesia bertutup dalam tahun 1500, maka tanah Indonesia seolah-olah letih-lesu. Dalam zaman yang lampau yang memberi kekuatan ialah perasaan dan tenaga Indonesia, agama Hindu dan Budha; berbahagialah tanah air kita seolah-olah sedang kepayahan mendapat dicahayai dan dipengaruhi oleh agama Islam yang masuk ke tanah Indonesia, mula-mula dengan lambat-lambat dan kemudian sesudah tahun 1500; dengan mendalam dan keras. 

Kebudayaan yang dilahirkan oleh Sriwijaya dan Majapahit sekarang bertambah dengan kekayaan yang berasal dari benua Asia zaman Islam: peri keagamaan, peradaban baru dan ilmu filsafat.

Baca Juga: Sukarno Tanggapi Mohammad Hatta: Saya Bukan Seorang Imperialis, Mohammad Yamin Interupsi

Atas beberapa perkara maka zaman sesudah 1500 itu berarti lagi: pertemuan Timur dan Barat, kebesaran kekuasaan orang Putih tertuju orang Berwarna. Berabad-abad lamanya bangsa Indonesia seperti kehilangan semangat. Awan yang tebal-tebal datang menutupi Bukit Barisan; mendung yang berarak-arak selalu menyelimuti gunung Salak—Merapi dan Semeru; air lautan dan angin yang bertiup di tanah air kita tiada melagukan nyanyi Indonesia: kerajaan Melayu-Melaka, Aceh, Minangkabau, Palembang, Banten, Mataram, dan lain-lain tinggal pada tingkat daerah-daerah sebagian kecil dari tumpah darah Indonesia. 

Tentu ada sebabnya maka hal itu berlaku, dan pengetahuan dapat memberi keterangan bagaimana perjalanan sejarah waktu itu. Indonesia lebih tersantuk daripada sadar; lebih payah daripada tertidur. Tetapi tidak selamanya begitu; entah dibangunkan oleh angin sejuk yang datang dari benua Asia dan Afrika, entah oleh keinsafan sendiri, maka bersama-sama dengan terbukanya tabir abad yang ke-20, bangunlah bangsa yang tidur. 

Kalau kami ceritakan bagaimana perjalanan bangsa Indonesia sesudah bangunnya sampai sekarang ini, maka pekerjaan kami hanyalah mengeluarkan perasaan yang disimpan bangsa yang masih hidup. Oleh sebab itu baiklah kami peringatkan saja, dan tidak akan memberi keterangan. Hanyalah satu yang hendak kami majukan kehadapan pemandangan pemuda sekarang: sumpah Sriwijaya sudah berlaku, perjanjian Gadjahmada sudah didengar, dan ikrar Indonesia Raya mesti kita ingati, yaitu perjanjian pemuda yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928. 

Tiga kali tanah air kita mengeluarkan semangat, dan tiga kali berjanji untuk bekerja bagi persatuan. Dan kalau persatuan bertambah giat, maka kebesaran lalu mendekatkan diri, dan berbekas dalam segala perbuatan bangsa kita. 

Dengan singkat dan ringkas ternyata dalam sejarah kita, bahwa semangat persatuan itu baru terang kelihatan atau lahir, kalau cita-cita tinggi tertuju Tanah Air dan Bangsa terbit. Semangat persatuan Indonesia dengan kebesaran atau kemegahan  kita adalah sejalan; kebesaran itu biasanya tergambar dalam beberapa perkara: keinsafan, ilmu kitab, pergerakan, dan lain-lain. Yang terang sekali dalam pergerakan; karena apakah yang terjadi dalam abad yang kedua-puluh ini? 

Bangsa kita lalu bersusun-susun dalam beberapa perkumpulan yang bermacam-macam dasar dan tujuannya; pergerakan pemuda dan pergerakan kaum tertua. Perkumpulan politik, sosial, perekonomian, seni, dan lain-lain. Rata-rata bekerja untuk pergaulan hidup di tanah air kita; dan pada galibnya berusaha untuk meninggikan derajat bangsa Indonesia menuju Indonesia Raya. Dengan keras pergerakan kita mengejar kebelakangan kita; menuntut hak dan milik. 

Juga dalam kalangan politik, karena Indonesia Merdeka ialah sesuatu saat dalam sejarah kita yang tak-boleh-tidak akan datang, apablia bangsa kita hendak mendapat tempat yang sekurang-kurangnya sama dengan tempat bangsa yang maju dan merdeka. Indonesia Merdeka dan Indonesia Raya ialah semboyan bangsa Indonesia. Dan pergerakan pemuda mesti memakai semangat ini, karena itulah cita-cita bangsa dan tumpah darahnya.

Baca Juga: 6 Demotivasi dari Indonesia pada Hari Pertama sebagai Negara. Mohammad Yamin Ngambek 

Oleh keterangan yang di atas kelihatan bahwa pergerakan Indonesia ialah suatu Kebangunan dalam beberapa perkara; Kebangunan ini berurat akar dalam zaman yang lampau dan yang berabad-abad lamanya itu. Alasan dan dasarnya ialah perasaan kebangsaan, dan tujuannya pun sudah tentu pada umumnya. Dasar dan tujuan yang mulia ini ialah yang menggerakkan bangsa kita; digerakkan, karena ada bercita-cita tertuju kepada segala kelahiran hidup.

Hal ini tentu menimbulkan suatu kehasilan yang akan terbit dan membuka jalan yang mesti ditempuh menuju Indonesia Raya. 

Kebangunan bangsa kita dalam abad ke-20 ini artinya kesadaran akan nasibnya, keinsafan kepada haknya sebagai suatu bangsa dan disinari oleh keyakinan, bahwa cita-cita kita akan sampai. Kebangunan ini baru akan kuat atau lahir dengan kerasnya, kalau kebangsaan Indonesia masuk kedalam dada kita.

Kebangsaan yang bertulang punggung kepada persatuan Indonesia sejati dan kebangsaan yang mematahkan segala kemauan hendak membagi-bagi tanah air kita menjadi berpulau-pulau atau berdaerah-daerah; kebangsaan yang hendak mengangkat bangsa dan yang sejalan dengan harga agama.

Kebangsaan yang beralasan kepada persatuan ini akan tergambar dalam perbuatan bangsa kita. Dan dalam kebudayaan Indonesia yang akan datang terbayang semangat kebangsaan kita; seninya ialah seni Indonesia.

Pemuda! 

Kita telah melihat pengharapan bangsa menjadi padam. Tetapi beruntung pula obor nasional dipasang kembali dihadapan kita. Pemuda Indonesia ialah putera dan puteri bangsa yang berpuluh juta; sejarahnya ialah sejarah beribu tahun. 

Pengharapan akan mendirikan Indonesia Raya itu hanyalah baru akan sampai, kalau diantara pemuda mau berkurban, mau mencintai bangsa dan tanah air dengan sepenuh-penuh hati. Pemuda sekarang mesti bersifat pemimpin Rakyat pada hari nanti; manusia yang tahu dan suka bertenaga. Yang mengeluarkan perkataan ini percaya, bahwa sifat-sifat itu ada pada pemuda. Nenek moyang kita sudah bekerja; ada jasanya. Sekarang giliran kita. 

Atas kekerasan dan kebenaran cita-cita Indonesia Muda dan kebersihan kebangsaan yang dijunjungnya tinggi, mudah-mudahan pergerakan bangsa kita bersama-sama pemuda akan sampai ke kaki menara yang mencahayakan Indonesia Raya; masing-masing atas kewajibannya.

Kebangunan bangsa Indonesia tentu akan datang dengan seluas-luasnya; lekas lambatnya bergantung kepada pekerjaan pemuda sekarang. Kebudayaan dan peradaban baru akan lahir. Semangat Indonesia akan menyala dan bersinar dengan hebatnya. Zaman Kebangunan sudah bermula; mudah-mudahan akan berjalan baik dan bagus, berkat wahyu Ibu Indonesia, yang menurunkan Cinta dan Kasih kepada Tumpah Darah dan Bangsa kita.

***     

Tulisan tersebut merupakan nukilan versi pendek esai Yamin yang mula-mula merupakan bahan pidato Kerapatan Besar Indonesia Moeda ke-1 di Surakarta pada 29 Desember 1930—2 Januari 1931 dengan judul “Kebangoenan (Renaissance) Bangsa Indonesia. Naskah pidato itu kemudian dimuat kembali di Permata Terbenam dengan judul “Bangsa dan Kebangsaan” (tt, hlm. 251—282). (Warung Arsip)

 

Penulis : Mohammad Yamin

Editor : Agung Purwandono

BACA JUGA Upaya Sanusi Pane Melepas Batak dari Minang di rubrik ESAI.

 

Exit mobile version