MOJOK.CO – Dua orang yang masing-masing terkenal sebagai orang jujur dan pembohong memberi jawaban yang sama atas satu pertanyaan. Jadi, siapa yang berbohong sekarang? Bisakah permasalahan ini diselesaikan dengan logika?
Suatu hari seorang pemuda yang sangat terpelajar di bidang logika berniat pergi ke sebuah desa. Ia hendak melakukan studi latihan logika dari yang telah dipelajarinya terkait perbedaan sudut pandang orang. Ia ingin mengambil sampel perbedaan sudut pandang tersebut dari dua orang atau lebih dari desa yang akan ia kunjungi. Ia kemudian bergegas menuju desa tersebut.
Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan rombongan karavan dari arah desa yang ia tuju. Pemuda tersebut kemudian menanyai rombongan tersebut, siapakah orang terjujur dan siapa orang yang dianggap pembohong di desa tersebut.
Rombongan karafan tersebut bulat suara mengatakan bahwa di desa itu terdapat seorang yang dianggap paling jujur bernama Rastgu, sedangkan orang yang terkenal sebagai pembohong bernama Kazzab.
Mendengar jawaban rombongan karavan tersebut, si pemuda lega. Ia berpikir jika ia bisa menanyai dua orang yang saling berlawanan ini—orang yang terjujur dan orang yang pembohong—mungkin ia bisa membandingkan sudut pandang di antara keduanya, lalu dengan cara ini diharapkan ia bisa menemukan jenis dan pola bernalar dalam kaitan dengan ilmunya.
Maka, segera saja ia memacu langkahnya ke desa tujuan. Sesampai di desa tujuan ia mendatangi kerumunan pertama yang ia lihat dan menanyai mereka.
“Apakah kalian mengenal Rastgu dan Bazzar? Apakah mereka penduduk di sini? Di mana rumahnya?” tanya pemuda tersebut memohon.
Kerumunan penduduk membenarkan pertanyaan pemuda itu, lalu ia diberi petunjuk lokasi masing-masing orang yang dicari pemuda tersebut. Pemuda tersebut pun bergegas menemui Ratsgu dan Kazzab satu per satu.
Saat bertemu Ratsgu yang dipercayai sebagai orang terjujur, si pemuda menanyakan, “Kalau saya hendak menuju desa berikutnya, jalur manakah yang sebaiknya saya tempuh?”
Orang jujur itu menjawab, “Lewat gunung.”
Si pemuda kemudian mengunjungi Kazzab yang dianggap pembohong, kemudian menanyai pertanyaan sama. Pembohong itu menjawab, “Lewat gunung.”
Mendapat jawaban yang sama dari si pembohong dan si jujur, pemuda itu kebingungan. Untuk mengatasi kebingungannya, ia menanyai beberapa penduduk desa sekadar mencari jawaban perbandingan. Ternyata beberapa penduduk menjawab “lewat perladangan”, sebagian lagi menjawab “lewat sungai”, sedangkan sebagian lainnya menjawab “lewat gunung”.
Pemuda tersebut bertambah bingung.
Sembari berjalan, pemuda tersebut berpikir keras memecahkan teka-teki jawaban si pembohong dan si jujur. Yang benar-benar tak habis dipikirnya, kenapa jawaban si pembohong dan si jujur sama. Dan meski belum terpecahkan, pemuda tersebut memutuskan mengambil jalur gunung seperti disarankan pembohong dan orang jujur.
Tak berapa lama, ia benar-benar sampai di desa berikutnya.
Pemuda tersebut lalu mencari tempat duduk dan berteduh. Ia masih belum berhasil memecahkan teka-tekinya hingga seorang sufi mendatanginya. Mereka pun saling bercakap. Pemuda tersebut meceritakan teka-tekinya pada si sufi dan memintanya memberi pendapat. Mereka pun berdiskusi dan pemuda tersebut mengutarakan kesimpulan sementaranya.
“Mungkin yang salah saya, Darwis. Saya telah melakukan kesalahan logis mendasar bahwa saya terlalu percaya pada rombongan karavan. Bisa jadi mereka berbohong atau informasi yang mereka sampaikan tentang Ratsgu sebagai orang jujur dan Kazzab sebagai pembohong tidak dapat dipercaya atau bahkan salah. Itu mungkin yang menyebabkan jawaban Ratsgu dan Kazzab sama. Ratsgu dan Kazzab bisa jadi orang yang jujur semua. Buktinya saya mencapai desa ini dengan mudah dan cepat.”
Si sufi segera menimpali.
“Hai, anak muda pemuja logika, sudah terbukti banyak orang yang mengandalkan logika lebih menyukai meminta orang lain untuk menguji kesahihan dan keruntutan logika pikir yang ia susun. Masalahnya dalam kasus Anda saat ini bukan pada logika penalarannya, melainkan pada faktanya
“Faktanya adalah jalur melewati sungai sebenarnya adalah jalur tercepat. Hal itulah yang membuat si pembohong menyarankan Anda melewati gunung. Namun, si jujur juga menyarakanmu untuk melewati gunung karena ia melihatmu membawa seekor keledai. Juga ditambah karena ketulusannya, jika ia menyarankanmu pergi melalui sungai, ia tahu hal itu justru akan memperlambatmu. Maka ia menyarankanmu melewati gunung,” pungkas si sufi sambil menepuk pemuda itu.
Dinukil dan disadur serta dikembangkan dari Idries Shah Tale of Dervish, 1969.
Baca edisi sebelumnya: 600 Ribu Orang Naik Haji, Hanya Satu yang Diterima Hajinya dan artikel kolom Hikayat lainnya.