8 Derita Sehari-hari Karyawan Minimarket

Kamu, yang kebetulan membaca artikel ini dan sedang menyandang status pegawai retail, saya doakan sehat selalu. Semoga selalu kuat dan tabah menjalani hari-hari, demi mengais remahan rezeki.

8 Derita Sehari-hari Karyawan Minimarket MOJOK.CO

Ilustrasi 8 Derita Sehari-hari Karyawan Minimarket. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COKaryawan minimarket itu hampir selalu penuh senyum ketika one on one dengan customer. Namun, sebetulnya, kami sedang menahan derita hari-hari.

Sampai saat ini, saya masih menemukan orang yang masih belum memahami apa itu retail. Oleh sebab itu, sebelum melangkah lebih jauh, izinkan saya menjelaskan artinya. Jadi, retail adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Organisasi atau seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pengecer. Contohnya adalah jaringan minimarket di Indonesia.

Nah, di sini saya akan menceritakan penderitaan sehari-hari yang dialami oleh karyawan minimarket. Semuanya ini berdasarkan pengalaman pribadi ketika bekerja di 2 retail besar di Indonesia.

#1 Jam kerja yang tidak menentu

Jam kerja yang super molor adalah salah satu contoh penderitaan ketika kamu kerja di minimarket. Misalnya, toko mulai buka pukul 6 pagi. Jadi, karyawan sudah harus sampai di toko pukul 5.30. Sementara itu, toko (seharusnya) tutup pukul 15.00. Namun, apakah jam tutup itu disiplin diterapkan? Tentu saja tidak.

Sejauh pengalaman saya, pulang paling awal itu sekitar Maghrib. Kalau apes, sih, bisa sampai pukul 9 malam. Mau pulang duluan? Ya bisa, tapi kamu bakal kena nyinyir senior gudang. “Kerjaan belum kelar udah main pulang duluan.” Kalau sesuai aturan yang berlaku, kejadian ini disebut sebagai lembur. Dapat tambahan atau honor? Ya nggak juga.

#2 Target dan nombok

Tentu kalian nggak asing lagi sama sapaan, “Sekalian isi ulang pulsanya, Kak?” atau “Sekalian nambah ini, Kak. Mumpung lagi promo.” ketika belanja di minimarket. Dua kalimat itu terlontar demi sebuah usaha mengejar target harian. Kalau target tidak tercapai, karyawan yang kena risikonya, beli barang dengan uangnya sendiri.

Selain target, nombok juga seakan-akan sudah menjadi “sahabat” kami. Makanya, kami sering terharu kalau ada konsumen yang mengikhlaskan uang kembalian. Bisa buat jaga-jaga kalau perlu nombok pakai uang kecil.

Target dan nombok sudah, yang kurang adalah ketika barang di-cancel. Mungkin, rata rata dari kalian sudah tahu kalau barang yang sudah di-scan dan tidak jadi dibeli bisa di-cancel. Namun, kalau terlalu sering terjadi cancel barang, kru minimarket pasti akan dipanggil ke kantor dan diinterogasi. Seakan-akan kami ini kriminal yang menilap uang, padahal memang terjadi cancel beberapa kali. Kami, orang kecil, jadi merasa semakin kecil saja.

Tahukah kamu, beberapa teman saya pernah dipanggil ke kantor dan mendapat semacam “ancaman”? Jadi, dia terancam dipecat jika tidak bisa mengganti kerugian sekian juta rupiah. Suami teman saya itu hanya diberi waktu dari pukul 3 sore sampai 5 sore. Dia bisa saja dipenjarakan kalau tidak bisa membayar 5 juta rupiah. 

#3 Gaji dipotong untuk sesuatu yang tidak kami lakukan

Gaji dipotong untuk sesuatu yang tidak kami lakukan juga terjadi. Misalnya ketika terjadi pencurian barang atau barang sudah dibuka oleh customer tapi tidak dibayar. Barang tersebut akan dianggap sebagai barang rusak oleh manajemen minimarket. Tebak siapa yang harus membayarnya? Ya karyawan.

#4 Harga di label tidak sesuai dengan harga di kasir

Saya memahami kalau kalian kesal ketika melihat harga di label dan di kasir itu beda. Rasanya kayak ditipu gitu, kan. Kami sering kena amuk dari konsumen karena masalah ini. Yah, memang wajar kalau kami kena komplain, tapi kadang, kami merasa kalian nggak perlu sampai ngamuk. Oleh sebab itu saya meminta maaf karena kelalaian ini. 

Jadi, waktu pergantian harga itu berbeda untuk satu minimarket dengan lainnya. Misalnya, ada retail yang pergantian harganya 15 hari sekali. Pergantiannya mulai pukul 10 malam sampai dini hari. 

Saya sendiri pernah kebagian shift siang. Jadi, setelah tutupan kasir, lanjut pergantian shift sampai pukul 3 pagi, pulang, tidur sebentar, besoknya masuk pagi. Jadi begitulah, nggak heran muncul pertanyaan, “Ah, cuma mengganti price tag kok nggak selesai dalam sehari.” 

Seharusnya memang selesai. Yah, itu kalau semua karyawan fokusnya ke price tag saja. Nyatanya, kami masih harus jaga kasir dan menjaga kebersihan. Namun, kenyataannya, customer datang ketika minimarket baru buka dan langsung belanja, sementara price tag baru dicetak. Makanya, terjadi perbedaan harga dan kamu kena omel dengan mudah. 

#5 Resah karena kedaluwarsa

Jadi, di minimarket, terkadang ada barang yang sistemnya beli putus. Artinya, karyawan tidak bisa meretur. Sudah begitu, ternyata karyawan yang bertugas tidak awas dengan tanggal kedaluwarsa. Nah, tenggat ini beban banget buat kami.

Iya kalau barang tersebut laku, kami terbebas dari beban. Kalau nggak laku, kami bisa mengiklankan lewat media sosial. Kalau betulan nggak laku, karyawan yang beli. Kemarin, ketika baru 2 bulan kerja, saya sudah disuruh beli susu bayi. Totalnya hampir 350 ribu rupiah.

#6 Berburu uang pecah

Dulu, kami nggak boleh pulang kalau belum dapat uang receh untuk kembalian. Sudah masuk pagi, akhirnya kudu COD sekitar 30 menit dari toko. Pas balik ke toko, sudah pukul 9 malam.

“Kenapa nggak tukar di bank?”

Iya, kalau pas nasib baik, bisa dapat uang receh di bank. Namun, kalau lagi apes, meskipun sudah datang sejak pagi, tetap saja nggak dapat. Misalnya karena uang pecah sudah ada yang memesan. Jadi, mau nggak mau, harus mencari uang pecahan ke tukang parkir atau toko-toko lain. Pokoknya kudu dapat.

#7 Tukang menimbun

Di setiap zaman, hampir selalu ada tukang timbun. Misalnya, zaman Covid-19, banyak tukang timbun masker dan vitamin. Waktu zamannya es krim Veneta, banyak yang memborong untuk disimpan sampai harganya semakin mahal. Zaman minyak goreng langka, ya lagi-lagi salah satu sebabnya karena banyak yang menimbun.

Konyolnya, waktu karyawan minimarket mau beli minyak goreng, malah kena sindir. Padahal kami ya manusia biasa dan butuh minyak goreng buat masak. Ada yang menuduh kami “memotong antrean” dan mau menjual sendiri. Sedih.

#8 Jadi sasaran kemarahan kalau ada barang hilang

Saya memohon dengan amat sangat, ketika parkir, kamu jangan menyimpan barang berharga di kendaraan. Ingat, minimarket tidak menanggung atas kehilangan atau kerusakan barang.

Pernah suatu kali, ada customer bawa 1 keluarga untuk protes karena helmnya hilang. Mereka menuntut kru untuk membuka rekaman CCTV. Padahal, untuk membuka rekaman itu, harus melewati prosedur. 

Kami harus bikin laporan dulu ke atasan. Kemudian, atasan minimarket menghubungi supervisor, yang akan meneruskan laporan ke kantor pusat untuk mendapatkan password CCTV. Semua proses itu nggak mungkin selesai dalam waktu 5 menit.

Yah, begitulah penderitaan sehari-hari karyawan sebuah minimarket. Kamu, yang kebetulan membaca artikel ini dan sedang menyandang status pegawai retail, saya doakan sehat selalu. Semoga selalu kuat dan tabah menjalani hari-hari, demi mengais remahan rezeki.

BACA JUGA Perbedaan Orang Kota dan Orang Desa ketika Belanja di Minimarket dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Agus Pambudi

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version