3 Saran untuk Coach Hafidin Agar Mentoring Poligami Diterima Masyarakat

Saya ada beberapa catatan penting yang perlu disampaikan spesial untuk Coach Hafidin.

3 Saran untuk Coach Hafidin Agar Mentoring Poligami Diterima Masyarakat

3 Saran untuk Coach Hafidin Agar Mentoring Poligami Diterima Masyarakat

MOJOK.COTiga buah saran untuk Coach Hafidin supaya masyarakat tidak terkejut dengan program mentoring poligami yang fenomenal itu.

Salam, Coach Hafidin. Semoga masih dalam keadaan sehat-sehat saja ya setelah dikritik dan dihujat netizen perihal profesi Anda yang cukup problematik di era kiwari ini.

Tenang, Coach. Saya menulis ini tidak untuk mencemooh Anda ataupun mendesak Anda untuk alih profesi kok. Saya justru tertarik dengan terobosan Anda yang cukup inovatif itu dan bagi saya sangat menjawab tantangan zaman.

Bukan gimana-gimana, ini  karena saya menilai profesi Coach Hafidin sebagai seorang mentor poligami memang merupakan profesi yang diperlukan di era sekarang. Lho? Lho? Mengapa demikian?

Sederhana saja, saat ini praktik poligami yang tercatat di Kementerian Agama sampai dengan tahun 2016 ada sejumlah 643 keluarga, dan untuk periode sekarang dengan keberadaan Coach Hafidin serta mentor poligami lainnya, bukan tidak mungkin jumlahnya semakin bertambah.

Nah, ratusan keluarga poligami di Indonesia itu tentunya sangat membutuhkan bimbingan dan arahan dari seseorang yang memang berpengalaman dalam hal serupa. Untuk apa? Tentunya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, alias bisa menciptakan keluarga poligami yang harmonis.

Meski begitu, saya melihat bahwa jalan pikiran Coach Hafidin sedikit geser mengenai mentoring poligami ini. Hal-hal yang bikin profesi ini rawan sekali dicengcengin di Indonesia, serta justru bisa memperburuk citra agama itu sendiri. Sesuatu yang ingin saya luruskan di sini.

Nah, untuk itulah saya ada beberapa catatan penting yang perlu saya sampaikan dalam tulisan ini, spesial untuk Coach Hafidin, agar mentoring poligami Anda bisa diterima di masyarakat.

Monggo. Silakan disimak, Coach!

Pertama: perhatikan kode etik profesi

Saya yakin 100 persen bahwa mentor poligami belum memiliki kode etik profesi, sebagaimana profesi-profesi lain kayak wartawan atau polisi yang punya kode etiknya masing-masing.

Ya maklum, kan profesi Coach Hafidin ini memang tergolong jenis profesi baru sekaligus cukup absurd bagi masyarakat pada umumnya. Praktik poligaminya saja sudah dijauhi di zaman modern, apalagi jadi mentornya? Kan begitu.

Maka, hal pertama yang harus Coach Hafidin lakukan adalah memastikan bahwa profesi Anda saat ini adalah profesi yang aman secara etis. Atau dalam artian tidak melanggar nilai dan norma yang telah berlaku dan hidup subur di masyarakat belakangan ini.

Loh, katanya belum punya kode etik, terus apa yang harus dijadikan pedoman?

Santai, Coach. Anda hanya perlu duduk diam membaca sembari memastikan kebutuhan jasmani dan batin istri-istri Anda tercukupi.

Begini. Anda memang belum dinaungi kode etik profesi, tetapi setidaknya Anda masih dapat menggunakan etika yang berlaku secara umum di tengah masyarakat. Setidaknya ya jangan frontal lah kalau ngajarin orang untuk poligami, itu kan area sensitif.

Soalnya gini, Coach. Ayat poligami bagi umat muslim di Indonesia itu kebanyakan dimaknai dengan prinsip “pengurangan”. Dari jumlah istri yang awalnya tak terbatas (bisa belasan sampai puluhan) pada masa pra-Islam jadi dibatasi hanya empat pada masa “kehadiran” Islam. 

Jadi konsep dasarnya mengurangi, bukannya malah dibalik jadi menambah. Dari satu istri jadi harus punya dua, tiga, atau empat kayak tujuan utama mentoring poligami kebanyakan. Bukan kayak gitu, Coach.

Itulah kenapa, ada banyak pihak, mulai dari kementerian, LSM, dan lain sebagainya telah berupaya semaksimal mungkin untuk menekan angka poligami karena penafsiran ayat yang begitu tadi.

Jadi ini bukan demi mengingkari kebolehan poligami dalam hukum Islam, bukan, bukan seperti itu. Tapi semata-mata agar kebolehan poligami itu tidak dianggap sebagai sebuah keutamaan. Sampai membuat hukum sendiri bahwa yang poligami lebih baik daripada yang tidak poligami.

Makanya, Coach Hafidin, ketika Anda menyerukan ajakan untuk poligami, hal tersebut dianggap telah melanggar etika umum yang berlaku di masyarakat. Jadi menurut hemat saya, perlu kiranya perkara etis ini juga jadi bahan masukan di dalam kelas mentoring Coach Hafidin.

Pertanyaan berikutnya: “Lah, saya kan mentor poligami? Terus saya harus ngapain kalo nggak boleh kampanye poligami?”

Oke, Coach Hafidin, silakan disimak lebih lanjut tulisan ini.

Kedua: ubah orientasi materi dan ‘goal setting’

Hal kedua yang harus Anda segera lakukan adalah mengubah angle bisnis mentoring poligami ini, terutama mengenai orientasi materi dan goal setting.

Jadi gini. Selain dari mengharap bayaran atas jasa Anda sebagai mentor poligami, Anda juga harus memberi timbal balik kepada para peserta pelatihan. Ya iyalah, mau gimana-gimana ini kan prinsip dasar dari bisnis pelayanan jasa yang Coach Hafidin miliki.

Timbal balik materi ini pun tidak sembarangan. Yang saya maksud bukan “kiat jitu agar istri mau supaya di-madu” atau “kiat meraih banyak istri”, bukan, bukan yang seperti itu.

Seperti yang saya sampaikan di awal, bahwa berdasarkan data, terdapat (sedikitnya) 643 keluarga di Indonesia yang membutuhkan asupan cara untuk membina rumah tangga poligami. Mereka-mereka yang secara resmi sudah poligami jauh sebelum dimentori oleh Anda.

Artinya, Coach Hafidin bisa fokus saja pada menjaga keharmonisan keluarga yang sudah kadung poligami ini. Nah, hal-hal seperti inilah yang dapat Anda jadikan sebagai orientasi materi.

Jadi, isi materinya bisa Anda kemas dalam bentuk “kiat jitu rumah tangga adem ayem” dalam mahligai pernikahan yang sudah telanjur poligami.

Di sana nanti, Anda dapat mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya agar terhindar dari lemparan panci atau perabot rumah tangga lainnya karena salah satu istri cemburu. Atau materi-materi soal bagaimana cara membina psikologi anak dan istri dari keluarga yang poligami.

Kalau materinya diarahkan begini, saya yakin, setidaknya Anda punya 643 calon konsumen di Indonesia—sesuai dengan data dari Kementerian Agama tadi.

Bahkan saya semakin yakin Anda akan jadi satu-satunya mentoring poligami paling sukses yang pernah ada di Indonesia, karena Anda punya “perbedaan produk” yang jelas ketimbang kompetitor mentoring poligami lainnya.

Ketiga: bikin jaringan mentoring poligami

Saya tidak tahu apakah Coach Hafidin gelisah dengan berbagai sambutan kurang baik masyarakat dengan pilihan profesi Anda itu, atau mungkin justru Anda tidak ambil pusing?

Tapi itu tidak penting. Saya duga Coach Hafidin adalah seseorang yang pekerja keras. Komentar orang tidak menjadi batu sandungan. Persis seperti lirik Saykoji, “Apa pun mereka bilang, tekadku takkan hilang. Jalanku masih panjang. Garis akhir yang ku pandang.

Begini, Coach. Saya rasa Anda perlu menjalin kemitraan dengan berbagai pihak yang memang memiliki fokus yang sama. Sehingga goal setting Anda bisa lebih lunak diterima masyarakat pada umumnya.

Sebelum melanjutkan profesi yang terbilang “berani” ini, lebih baik Anda pastikan lebih dahulu bahwa target Anda adalah bukan lagi menambah angka poligami, tapi justru menekan angka poligami, khususnya yang tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan jasmani dan batin istri.

Artinya, sebagai mentor poligami, Coach Hafidin bisa memberi penegasan betapa berdosanya suami yang tidak bisa bersikap adil pada istri-istrinya. Sekaligus memperingatkan orang-orang agar tidak seenaknya untuk menambah istri.

Untuk ukuran orang yang sehari-hari berada di area riskan terhadap dosa-dosa tersebut, tentu Anda sangat berpengalaman sekali untuk mengampanyekannya. Dengan begitu, orang-orang yang sudah kadung poligami itu bisa punya kepekaan untuk tidak sembarangan nambah istri.

Mereka juga jadi diingatkan dengan tanggung jawab poligami yang berat sekali karena harus dijalani seumur hidup. Plus Coach Hafidin bisa memperingatkan beban berat seorang praktisi poligami yang pusing karena harus punya banyak mertua.

Pada akhirnya, dalam mentoring poligami ini, Coach Hafidin bukan lagi ngasih tahu enak-enaknya poligami doang, tapi justru fokus pada konsekuensi-konsekuensi beratnya, baik secara sosial, individual, bahkan secara spiritual.

Kalau sudah begitu, saya pikir Coach Hafidin tidak akan sulit untuk membangun koordinasi dengan LSM atau kementerian terkait agar program-program Anda didukung penuh. Bahkan bukan tidak mungkin akan ada banyak calon investor yang mau mendanai program mentoring poligami Anda.

Yah, seminimal-minimalnya, kalau Coach Hafidin buka open donasi di kitabisa.com saya yakin program Anda ini akan ada yang mendukung.

Gimana, mashoook kan, Coach?

BACA JUGA Kalau Poligami Itu Sunah, Memang Sunahnya yang Mana? dan tulisan Yogo Triwibowo lainnya.

Exit mobile version