MOJOK.CO – Ini cerita tentang Obed, Yaklep, dan Markus. Tiga sahabat dari tanah Papua, memperdebatkan bapak siapa yang paling cepat se-Papua.
Kali-kali
Dikisahkan, Obed adalah murid SD yang berasal dari kampung. Pada suatu waktu, keluarga Obed pindah ke kota, dan akhirnya ia bisa bersekolah di kota. Sebagai anak yang datang jauh dari kampungnya, ia hadir membawa semangat yang tinggi untuk belajar. Suatu hari, pas pelajaran Matematika, Ibu Guru bertanya pada Obed yang duduk di kursi paling depan:
“Obed, coba ko jawab pertanyaan dari ibu. 4 kali 4 berapa, Obed?”
Obed hampir ingat dengan jawabannya. Namun, karna ragu, ia diam saja.
Karna Obed tak menjawab, Ibu Guru tanya lagi, “2 kali 2 berapa, Obed?”
Obed masih diam.
“Aduh, Obed, ko ini bagimana. Ya sudah, kalau bagitu 3 kali 3 berapa? Ko jawab dulu, Obed!”
Obed yang dari tadi diam, akhirnya menjawab, “Satu, Bu Guru!”
“Weh, ko salaaah, Obed!”
“Aah… Ibu Buru ini. Kalau ibu tanya kali-kali yang mengalir di sa pu kampung, sa tau! Mulai dari kali di atas gunung, sampai kali yang ada di hutan, semua sa tau. Tapi kalo ibu tanya kali-kali yang di kota, sa belum hapal. Jadi ibu tunggu sa hapal dulu eee…”
Obed dendam
Pelajaran Matematika berlanjut, dan Ibu Guru bertanya lagi kepada Obed.
“Obed, coba ko bayangkan, ko punya 10 permen, trus ko bagi ke ko pu teman Yaklep 3 dan Markus 5. Berarti ko punya permen tinggal berapa?”
“Ah, Ibu Guru nih. Kalo pertanyaan itu sa tau. Gampang itu. Sa pu permen tetap 10 tooo…”
“Weeh, Obed…Kenapa bagitu? Ko hitung bagemana kah?”
“Ibu Guru…Soalnya Yaklep dan Markus, dong dua pernah sambunyi sa pu kaos kaki, jadi jang harap sa mo bagi apa-apa ke dong dua. Sorry dorry eeee…”
Adu besar kangkung
Jam istirahat, tiga sohib ini, Obed, Yaklep, Markus duduk di bawah pohon. Mereka terlibat dalam sebuah diskusi panjang. Kali ini diskusi mereka tentang kangkung siapa yang paling besar di kampungnya masing-masing.
Obed membuka diskusi, “Wei, kawan…di sa pu kampung tuh, kangkung besar-besaaaar skali. Kalo masak beberapa batang saja, pasti makan sampe kenyang satu hari.”
Yaklep langsung menimpali tak mau kalah, “Ah, itu blum seberapa, kawan. Di sa pu kampung, sayur kangkung itu, tikus bisa masuk dalam batangnya. Basar tooo?”
Obed langsung heran.
Markus yang dapat giliran terakhir untuk berargumen, cuma tertawa sinis. Ia datang dengan pendapat lain, “Ceeh, ngoni samua kalah sudah. Kalo di sa pu kampung, tikus itu tra bisa masuk dalam kangkung”.
Obed dan Yaklep tertawa, “Aaah, itu tra hebat. Pasti kangkungnya kecil-kecil tooo”
“Weh, sabar dulu. Kamu tau kenapa tikus tra bisa masuk?”
Obed dan Yaklep bingung.
“Itu karena, di sa pu kampung tuh, di dalam kangkung ada kucing maso dalam.”
Debat kura-kura
Diskusi mereka bertiga semakin seru. Di tengah diskusi, seekor hewan yang hidup di kolam sekolah, keluar dari tempat tinggalnya.
Markus kali ini membuka diskusi, “Weh, kawan…coba kalian liat tu. Itu kura-kura ka atau penyu?”
“Ceh, Markus ni. Masa yang bagitu saja ko tra tau, itu kura-kura toh!” Yaklep menyambar pertanyaan Markus.
“Ekkh, bukan…itu penyu moo…” Markus menyela.
Yaklep tak mau kalah, “Adoooh…sa su bilang, itu kura-kura, ko tara percaya kah?”
“Sa tara percaya, itu su pasti penyu. Ko jang bodok, Yaklep!”
Dong dua masing-masing baku bantah mempertahankan pendapat. Walaupun yang sebenarnya diperdebatkan itu memang “kura-kura” tapi dong tidak menemui kata sepakat. Sedangkan Obed sibuk dengan khayalannya sendiri.
Yaklep dan Markus akhirnya sepakat untuk mencari opini ketiga. Akhirnya dorang bertanya pada Obed.
“Wei, Obed…itu barang satu tu, kura-kura ka atau penyu? Ko pasti tau tooo?!” tanya Markus dan Yaklep hampir bersamaan.
Obed yang sedari tadi sibuk menghayal sendiri, menjawab dengan santai, “Makanya kalian tu pi sekola bae-bae. Jang talalu bodok, masa cuma barang bagitu saja ko tara tau. Barang satu tuu de pu nama itu Kepiting!”
“Ceeeiiiiii….Obeeed, ko lebe bodok sampeee!”
Adu bapa paling cepat
Debat soal kura-kura selesai dan diskusi semakin memanas. Kali ini giliran Obed yang mulai bersuara duluan. Dia membicarakan hasil khayalannya.
“Wei, kalian tau ka tida, sa pikir-pikir sa pu Bapa itu sudah paling cepat se-Papua. Sa pu Bapa atlit panah too, jadi setelah Bapa de lepas itu panah, Bapa lari sampe lebe dolo daripada itu panah. Bagemana, mantap tooo sa pu Bapa?”
Markus segera menimpali, “Aaah…itu su biasa, kawan. Coba ko dengar ini, sa pu Bapa ni seorang pemburu. Setelah Bapa tembakkan Bapa pu peluru, Bapa de lari dan bisa sampe lebe cepat daripada itu peluru. Mamaaaeee itu sa pu Bapa de paling cepat tooo. Bagemana?”
“Adooooh. Sudah, ko dua pu Bapa mase kalah cepat deng sa pu Bapa,” ketus Yaklep. “Sa pu Bapa ni seorang pegawai tooo, de pu jam pulang kantor itu sebenarnya jam 5 sore, tapi de su sampe di rumah tu jam 4 soree. Cepat tooo?!”
“Iyoooo, Yaklep, ko pu Bapa tu paling cepat sedunia sudah. Cukarbeleeng!!” Protes Obed dan Markus.
Dapa marah Ibu Guru
Siang hari sepulang dari sekolah, Obed langsung pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ia temui Pace Albert, orang tua Obed, sedang duduk santai di beranda. Belum kering seragam Obed dari keringat, ia langsung membuka cerita dengan sang Bapa.
“Bapa, Ibu Guru tadi dia marah saya di sekolah.”
“Weh…anak, ko salah apa?” tanya Pace Albert.
“Tadi tuuu sa tra bisa jawab pertanyaan dari Ibu Guru.”
“Ceh, memangnya ibu guru da tanya apa?”
“Ibu guru tadi tanya, di mana letaknya Benua Amerika. Sa tra tau tooo. Baru Ibu Guru marah saya.”
“Adodoooh…makanyaa, laen kali, kalo ko punya barang jang taruh dia sambarang. Jang ko sampe lupaa dia ada di manaa!”