Menuruti Passion atau Menuruti Keinginan Orangtua?

PNS mojok.co

Curhat

Dear Gus Mul dan Cik Prim yang selalu saya hormati dan saya banggakan.

Perkenalkan, nama saya Antok. Saya adalah lelaki lulusan manajemen dari salah satu kampus negeri di kota Surabaya. Saya sedang mengalami sebuah dilema batin yang, menurut saya, begitu berat.

Jadi begini, Gus, Cik. Saya punya seorang bapak yang sangat bangga pada saya karena saya berhasil kuliah di salah satu perguruan tinggi di negeri di kota saya. Maklum, saya anak terakhir, dan dua kakak saya masing-masing hanya lulusan SMA dan SMK.

Dengan bekal kebanggaannya pada saya itu, bapak saya berharap jika suatu saat saya lulus, saya bisa bekerja sebagai seorang pekerja kantoran, pekerjaan yang oleh bapak saya dianggap sebagai pekerjaan yang sangat terhormat dan sangat priyayi.

Harapan bapak saya agaknya benar-benar terwujud. Sebelum saya lulus, saya sudah diterima di salah satu perusahaan manufaktur sebagai asisten konsultan keuangan (per hari ini, saya sudah bekerja selama tiga bulan di perusahaan ini).

Nah, yang menjadi polemik bagi diri saya adalah, seiring berjalannya waktu, saya semakin merasa bahwa passion saya bukanlah di bidang manajemen.

Walaupun saya kuliah di bidang manajemen, namun roda waktu menunjukkan pada saya bahwa ternyata saya punya passion di bidang lain, yaitu desain grafis. Perkenalan saya pertama kali dengan dunia desain adalah saat saya masih semester 7. kala itu, saya iseng ikut pelatihan desain infografik yang diselenggarakan oleh kampus. Tak dinyana, ternyata saya merasa cocok dan klop dengan dunia desain grafis.

Sejak saat itu, saya kemudian mulai belajar desain lewat internet, juga sering ikut pelatihan-pelatihan desain baik yang gratis maupun berbayar. Kemampuan desain saya berkembang dengan baik. Beberapa kawan bahkan mulai ada yang memberikan saya job ndesain kecil-kecilan, dari mulai desain banner, majalah, company profile, dan lain sebagainya. Dan jujur, saya sangat menikmati hal itu.

Saya mulai memantapkan diri untuk menjadikan desain grafis sebagai jalan penghidupan saya.

Namun sayang, ketika saya mulai mencoba merintis jalan, bapak saya ternyata tak setuju dengan pilihan yang saya ambil. Ia menganggap kegiatan ndesain hanyalah sekadar main-main belaka, bukan bekerjaan yang menghasilkan uang. Bapak sangat ingin saya bekerja di bidang yang saya geluti semasa kuliah.

Karenanya, ketika bapak saya mendapatkan informasi soal lowongan pekerjaan sebagai asisten konsultan keuangan di salah perusahaan milik kawan lamanya, bapak langsung menyuruh saya mendaftar, dan entah karena faktor koneksi atau tidak, saya akhirnya diterima.

Gaji di perusahaan tempat saya bekerja sebenarnya tidak besar-besar amat, namun bapak tetap bahagia, sebab ia merasa itu adalah pekerjaan kantoran yang bagi banyak orang dianggap amat terpandang.

“Gaji kecil nggak papa, namanya juga karyawan baru, yang penting kerjanya nggak panas-panasan, nggak kaya kakakmu (dua kakak saya masing-masing bekerja sebagai tenaga teknisi PLN dan panyuluh pertanian). Nanti kalau jenjang kariernya sudah tinggi, pasti gajinya juga ikut tinggi,” begitu kata bapak saya.

Nah, Gus, Cik, menurut kalian, kira-kira apa yang harus saya lakukan? Saya sudah bekerja tiga bulan, dan sejauh ini, saya merasa jiwa saya terkekang. Saya sangat ingin berkarya di dunia desain, bukan di dunia manajemen.

Apakah saya harus tetap bekerja di perusahaan manufaktur ini demi menyenangkan bapak saya yang egois dan terlalu memaksakan kehendaknya, atau saya harus resign dan kemudian mencoba meniti karier di dunia desain demi mengejar passion saya?

Mohon nasihatnya ya, Gus, Cik.

 

Jawab

Jadi begini, Antok yang baik hati.

Jangan berpikir bahwa orangtua sampeyan egois. Bapak sampeyan tidak egois, ia hanya realistis. Setidaknya, realistis menurut cara pandang dirinya.

Yang punya passion itu bukan hanya sampeyan, namun semua orang juga punya, termasuk bapak sampeyan. Nah, passion bapak sampeyan adalah melihat sampeyan bisa bekerja pada pekerjaan yang menurutnya adalah pekerjaan yang baik dan nyaman. Jadi kalau sampeyan merasa bapak sampeyan terlalu memaksakan kehendaknya, percayalah, ia hanya sedang ingin mengejar passionnya. Sama persis seperti sampeyan mengejar passion sampeyan di bidang desain.

Bapak sampeyan telah mengorbankan banyak hal demi bisa menguliahkan sampeyan sampai selesai. Wajar jika kemudian ia mencoba menuntut sesuatu dari sampeyan. Justru kalau kemudian sampeyan seenaknya melawan apa kehendak bapak sampeyan, maka sampeyanlah yang sebenarnya layak disebut egois, bukan bapak sampeyan.

Pemecahan masalah ini mungkin cukup sederhana. Bapak sampeyan tidak mengizinkan sampeyan meniti karier sebagai desainer grafis karena ia ragu desain tidak bisa menghasilkan uang.

Keraguan hanya bisa dilawan dengan kepastian. Dan kepastian bisa muncul oleh sebab pembuktian.

Hal yang saat ini paling penting untuk sampeyan lakukan adalah memberikan pembuktian pada bapak sampeyan bahwa desain bisa menghasilkan uang. Caranya? Ya cobalah memulai dengan menjadi seorang desainer grafis paruh waktu. Bangun reputasi sebagai desainer grafis, gunakan internet sebagai saran promosi, tingkatkan portofolio, dan promosikan kemampuan sampeyan seluas-luasnya.

Apakah sampeyan harus keluar dari tempat kerja? Tentu saja tidak. Bekerjalah dengan baik di kantor sebagai bagian dari kewajiban sampeyan membahagiakan bapak sampeyan yang, sudah menunaikan kewajibannya untuk menguliahkan sampeyan sampai selesai.

Sampeyan bisa mulai mengerjakan proyek-proyek desain sampingan sepulang kerja atau di akhir pekan.

Jika uang dari desain sudah cukup banyak, cobalah untuk membeli banyak perkakas rumah tangga untuk rumah sampeyan. Belilah lemari, belilah TV, belilah AC, belilah mesin cuci, dan belilah barang-barang lain yang bisa menjadi pajangan pembuktian bagi bapak sampeyan.

Jika bapak sampeyan sudah mulai paham jika dunia desain grafis yang sampeyan geluti bisa menghasilkan uang, niscaya ia akan semakin melunak dan mengizinkan sampeyan untuk berkarya di dunia desain.

Apakah ini akan berhasil? Tentu saja belum tentu.

Tapi yang jelas, cara ini pernah saya lakukan ketika saya berusaha meyakinkan orangtua saya bahwa saya ingin serius menekuni dunia tulis-menulis. Dan berhasil.

Exit mobile version