Curhat
Dear, Mas Agus dan Cik Prim di Mojok Institute.
Perkenalkan, saya adalah gadis yang telah menapaki umur seperempat abad dan ndilalah masih ngambang dalam urusan asmara. Sebut saja nama saya Jum. Karena pacar saya pun memanggilnya demikian.
Jujur, sebelum saya memutuskan curhat ke Mojok, saya sudah beberapa kali meminta pendapat kepada beberapa pihak. Namun, belum ada satu pun saran yang menurut saya cukup membantu. Semoga Mas Agus atau Cik Prim kali ini bisa membantu saya.
Begini Mas Agus, saya itu orangnya suka tantangan, termasuk dalam memilih pacar. Saya memiliki kriteria yang menurut ibu saya ekstrem. Saya selalu mudah jatuh hati dengan personil klub motor, sementara ibu saya memiliki persepsi kalau klub motor sama halnya dengan geng motor. Entahlah.
Kisah saya ini bermula saat semester pertama masuk kuliah. Saya jatuh hati pada si A, yang ternyata adalah personil klub motor RX King. Saya nyaman banget dengan si A ini, tapi tentu saja, ibu saya menentangnya. Kata ibu saya, cowok yang tergabung dalam klub motor seperti itu biasanya memiliki pola hidup yang liar dan susah diatur. Padahal, beberapa kali saya sudah jelaskan kepada ibu kalau si A tak seperti itu. Pada akhirnya saya putus juga dengan si A setelah tiga tahun menjalin hubungan secara backstreet.
Setelah putus dengan si A, saya berusaha move on. Tetapi sialnya, lagi-lagi saya jatuh hati dengan Si B yang kebetulan juga anggota klub motor, kali ini klub motor Kawasaki KLX. Sadar dengan pilihan saya, saya mencoba melakukan pendekatan yang berbeda dengan ibu, berharap ibu merestui hubungan kami. Namun, bukan ibu saya namanya kalau tidak konsisten dan gigih. Belio tetap tidak merestui kami. Bahkan, terjadi perdebatan sengit antara saya dan ibu. Dan pada akhirnya, saya mengalah. Kami pun putus.
Yang terakhir, saya sempat frustrasi dengan diri saya sendiri. Sejak tiga bulan yang lalu saya menjalin hubungan dengan si C, yang konon juga anggota club motor Vixion. Si C ini adalah sosok yang ekstra-loyal dengan klub motornya. Tapi saya benar-benar cinta dengan si C sehingga kemudian kami menjalin hubungan secara backstreet.
Ada beberapa hal yang membuat saya mantap untuk menjalin hubungan dengan anak motor. Di antaranya adalah pertama, anak motor nyali besar. Kedua, saya jadi merasa punya montir pribadi, jadi kalau motor saya rewel, saya tak perlu ke bengkel, hehehe. Ketiga, anak motor cenderung punya solidaritas tinggi, lha wong sama temennya saja solider, apalagi sama kekasihnya, iya kan? Dan yang keempat, hobi jalan-jalan saya terpenuhi karena sering diajak touring ke luar kota.
Nah, menurut Mas Agus dan Cik prim, perihal hubungan saya dengan Si C ini, apakah saya harus melanjutkan hubungan tersebut dan kembali berdebat dengan ibu? Atau mengakhirinya, dan menjadi anak yang berbakti?
Mohon pecerahannya.
~Jum
Jawab
Dear, Jum.
Jujur, saya bingung, bagaimana ibu sampeyan bisa tahu kalau sampeyan pacaran dengan anak motor? apakah sampeyan selalu memberitahukan semua tentang pacar sampeyan kepada ibu sampeyan? Atau ibu sampeyan punya semacam telik sandi sehingga ia bisa memantau seluruh aktivitas pacar anaknya? Entahlah.
Tapi yang jelas, saat ibu sampeyan tidak merestui hubungan sampeyan dengan A dan B karena mereka anak motor, seharusnya sampeyan bisa mengambil langkah preventif ketika berpacaran dengan C. Cara paling mudah tentu saja adalah merahasiakan pada ibu sampeyan soal kegiatan C yang berhubungan dengan motor.
Ingat, merahasiakan sesuatu pada orangtua itu sah-sah saja, selama itu tidak keluar jalur. Kalau sampeyan berpacaran dengan seorang bandar narkoba, lalu kemudian merahasiakannya dari orangtua sampeyan, itu baru terlarang. Tapi kalau sampeyan merahasiakan soal kegiatan pacar sampeyan yang mana ibu sampeyan mungkin belum bisa menerimanya dengan pemikiran yang dingin dan terbuka, saya pikir itu tak ada salahnya.
Nah, jika saat ini sampeyan memang merasa cinta dan nyaman dengan C, ya cobalah untuk mempertahankan hubungan sampeyan.
Mulailah untuk berani sering-sering ajak main C main ke rumah. Perkenalkan dia dengan ibu sampeyan. Jangan perkenalkan C sebagai anak motor. Rahasiakan segala informasi permotoran C. Ingat, Witing tresno jalaran seko kulino, begitu juga dengan witing restu morotuwo.
Nanti kalau hubungan antara C dan ibu sampeyan sudah dekat, sudah kondusif, sudah di tingkat yang meyakinkan, barulah sampeyan memberikan pengertian yang lebih mendalam pada ibu sampeyan bahwa C suka ikut kumpul dan touring motor. Sekali lagi, bilang bahwa C suka ikut kumpul dan touring motor, jangan bilang kalau C anak klub motor, walau redaksinya mungkin sama, tapi penerimaannya bakal bisa berbeda.
Mungkin selama ini, Ibu sampeyan terlalu banyak menonton sinetron Si Boy Anak Jalanan, sehingga ia menganggap yang namanya anak motor pastilah dunianya penuh dengan perkelahian. Mungkin lho ya. Mungkin.
Cobalah untuk meyakinkan belio bahwa kegiatan yang diikuti oleh C berbeda jauh dengan anak geng motor. Ia tak ubahnya seperti bapak-bapak komunitas gowes fun bike yang berkeliling dari acara fun bike satu ke fun bike yang lain, bedanya hanya pada kendarannnya. Jika bapak-bapak fun bike pakai sepeda, sedangkan C pakainya motor.
Itu jika memang sampeyan yakin dengan C dan benar-benar merasa nyaman dengannya lho ya.
Cobalah untuk hilangkah sekat-sekat masalah permotoran dalam hubungan kalian.
Namun jika memang kemudian orangtua masih saja tak merestui atau sampeyan sebenarnya tak terlalu cinta sama C sebab sampeyan sebenarnya cuma merasa tersugesti bahwa sampeyan hanya merasa nyaman jika pacaran sama anak motor, maka ya tinggalkan saja.
Yakinlah, sampeyan bisa menemukan pria-pria non anak motor yang tetap bikin sampeyan nyaman.
Lagipula, alasan suka sama anak motor karena mereka bernyali, pintar otomotif, solidaritasnya tinggi, dan rajin dolan itu sungguh alasan yang wagu.
Saya pernah punya kawan anak motor yang pengecutnya minta ampun. Banyak pula anak motor yang kemampuan otomotifnya mentok hanya mbenerin posisi kaca spion. Tak sedikit anak motor yang enggan menolong motor lain yang mogok kalau motornya tidak satu merek. Pun tak terhitung banyaknya anak motor yang touring paling cuma setahun sekali.
Kalau sampeyan suka sama lelaki yang bernyali, nggak harus pacaran sama anak motor, pacaran saja sama pemain debus. Kalau sampeyan senang punya pacar yang bisa sekaligus jadi montir pribadi, nggak harus pacaran sama anak motor, pacaran saja sama guru STM. Kalau sampeyan ingin punya pacar yang solidaritasnya tinggi, nggak harus pacaran sama anak motor, pacaran saja sama pembina Pramuka. Dan kalau sampeyan senang jalan-jalan ke luar kota, nggak harus pacaran sama anak motor, pacaran saja sama kernet bis Sumber Kencono atau kondektur bis Safari Dharma Raya.
~Agus Mulyadi