Narator Maha Tahu, dan Ia Bukan Penyabar

Baca cerita sebelumnya di sini.

Jadi, kenapa politikus punya penggemar yang seperti anjing dari Saturnus–seperti berjarak dengan manusia? Sementara orang yang pernah ke Saturnus, Le Sony’r Ra atau lebih kenal dengan nama panggung Sun Ra, malah menjadi komposer jazz yang sanggup bikin musik yang bikin manusia mana pun merasa dekat dengan ekologi Saturnus? Kenapa Jokowi, kalau dilihat-lihat, mirip kuskus? Kenapa semua foto orang yang muncul ketika aku mengetik nama secara acak di mesin pencari dan Prabowo terlihat seperti kentang? Kenapa orang yang 30 menit lalu kulihat di tempat parkir memarkir mobilnya secara horizontal? Kenapa beberapa orang lama sekali di kamar mandi? Kenapa seseorang menabrak orang-orang di jalan? Kenapa tidak, misalnya, ia menyuruh kawannya yang paling tampan duduk di tepi jalan dan ia menjalankan truknya, melindas kaki kawannya, lalu turun dan bertanya, kenapa kamu duduk di tepi jalan? Kenapa Allah-nya orang Islam menciptakan pohon dan hewan sebelum menciptakan matahari? Kenapa Kanada dikontrol oleh organisasi rahasia yang dipimpin oleh seekor gurita berkacamata Ray-ban? Bagaimana dengan Rumah Panekuk itu? Maksudku, apa yang membawa perempuan yang melamun ke rumah panekuk itu?

Seorang pelayan, yang merangkap koki, membersihkan meja itu, lalu meletakkan botol saus dan sendok dan garpu. Ia membariskan benda-benda di atas meja secara horizontal, membuatnya seperti sehimpun regu tembak, kemudian meminta wanita itu menunggu sepuluh menit.

Satu jam lalu ia di jalan menuju stasiun, menuju rumah suaminya. Tak ada tanda-tanda ia akan menundukkan kepala, ketiak kiri mengempit amplop coklat, bahu kanan memanggul beban tas kulit, dan perias mata yang seperti lebam. Ia berhenti di depan kelompok pengamen yang menyanyi lagu Fariz RM. Di belakangnya, dua orang lelaki membicarakan sebuah rumah panekuk, berusaha mengajak teman perempuan mereka untuk mencobanya juga. Letaknya tak jauh dari Stasiun Gondangdia, di jalan kecil yang akan menuntunmu ke Stasiun Gambir. Buku menu di rumah panekuk itu berisi dua puluh tiga jenis makanan, enam jenis minuman, dan tiga jenis kue, tetapi hanya satu jenis makanan dan minuman yang tersedia. Panekuk dan teh tawar hangat.

Rumah panekuk itu, kata salah seorang dari mereka, sebetulnya tak perlu menulis menu banyak-banyak, ia hanya perlu mempertahankan rasa panekuk dan sausnya. Yang satu menyetujui dan menambahkan kecurigaannya, sambil terkekeh, bahwa si koki menambahkan ganja ke dalam adonan panekuk. Keduanya sepakat panekuk itu membuat siapa pun yang memakannya merasa sedang dalam perayaan keagamaan atau festival tahunan; perasaan yang hanya mungkin muncul dalam momen-momen seperti itu.

Wanita itu tak ingin mendengar lebih banyak. Setelah lagu berakhir, ia melempar selembar uang sepuluh ribu lantas pergi. Ia naik kereta dan berhenti di Stasiun Gondangdia. Amplop coklatnya basah.

Pelayan meletakkan sepiring panekuk dan teh tawar hangat di atas meja. Wanita itu mengistirahatkan punggungnya di sandaran kursi. Ia tak segera memakan panekuknya, malah meminta diambilkan koran atau majalah. Tak ada koran atau majalah baru, kata pelayan seraya menyerahkan majalah LIFE terbitan 13 Juni 1969. Wanita itu membaca halaman demi halaman, mencuil panekuk saat berganti halaman, dan menghabiskan tehnya setelah menutup halaman terakhir. Serangga terbang menghampiri lampu, mengitarinya seperti sedang melakukan ritual suci, atau hanya upaya kecil mereka untuk bertahan. Wanita itu menutup amplop coklatnya dengan majalah. Ia menatap gambar sampul majalah itu dan berpikir bahwa hidup dan mati, dan pertemuan-pertemuan yang terjadi di antara kedua kutub itu, hanyalah kecelakaan. Ada kecelakaan yang hanya menggores pipi, yang tak mengorbankan banyak darah. Ada pula yang sebaliknya.

Rahasia macam apa yang ingin diketahui pengendara motor berknalpot super-berisik? Rahasia apa yang ingin diketahui orang-orang paranoid yang kelewat percaya diri bahwa sesuatu memperhatikan gerak-geriknya setiap saat dan sesuatu yang lain berusaha menjerumuskan dirinya ke kerak neraka padahal tidak ada siapa pun yang sedang melihatnya karena hidupnya sama sekali tidak menarik? Rahasia apa yang ingin diketahui Beni Satryo tentang Hikmat Darmawan, orang yang sebelumnya menempati kamar yang kini ia tinggali? Mengapa di cerita sebelumnya, ia kelihatan semangat membicarakan orang itu? Dan bagaimana dengan jenglot yang kucurigai hidup di dalam setiap sepatu Chuck Taylor All-Star yang semakin membesar dan membesar tiap kali pemiliknya menginjak kubangan, menanti waktu yang tepat untuk membalas kebaikan pemiliknya? Lalu, kenapa aku masih menunggu?

Baca cerita berikutnya di sini.

Exit mobile version