MOJOK.CO – Juventus menyingkirkan sisi sentimental demi mengakomodasi Cristiano Ronaldo. Benarkah sosoknya sudah terlalu besar bagi Si Nyonya Tua?
Kamu boleh menyematkan tanda tanya di belakang judul tulisan ini. Sosok Cristiano Ronaldo terlalu besar untuk Juventus? Pertanyaan itu muncul di lini masa saya ketika Juventino sedang ramai membicarakan kisah sedih Paulo Dybala.
Sampai tulisan ini tayang, alasan pasti Juventus menepikan Dybala masih belum jelas. Konon, manajemen sudah menegaskan kepada Dybala untuk tidak perlu ikut berlatih sampai 5 Agustus 2019.
Namun Dybala menolak. Ia masih ingin bertahan bersama Juventus, sekaligus menegaskan kalau dirinya siap memperjuangkan satu tempat di tim utama. Meskipun dilarang, Dybala bahkan tetap datang latihan. Meski akhirnya ia berlatih sendirian, terpisah dengan tim utama. Apakah ini bentuk nyata peribahasa habis manis sepah dibuang?
Setelah berdiskusi cukup panjang dengan Juventino, salah satu alasan yang membuat manajemen Juventus menepikan Dybala adalah demi Cristiano Ronaldo. Maurizio Sarri, pelatih baru Juve, sedang berusaha memaksimalkan Ronaldo. Demi apa? Tentu demi piala Liga Champions yang sejauh ini baru sebatas “nyaris didapat”.
Konon, Sarri ingin memainkan Ronaldo di sisi kiri. Oleh sebab itu, dibutuhkan striker tunggal dengan spesifikasi seperti Lukaku. Dybala tidak masuk dalam hitungan. Demi ambisi, mengakomodasi Ronaldo, serta pertimbangan bisnis, apakah Juventus sudah “ditelan” oleh kenyataan?
Kenyataan bahwa mereka “sangat membutuhkan” Ronaldo untuk mendapatkan kembali performa terbaiknya. Kenyataan bahwa harapan itu bisa membantu mereka kembali menjuarai Eropa. Benarkah Ronaldo bisa diakomodasi dengan skuat yang sudah ada?
Pertanyaan itu penting untuk dipikirkan. Mengapa? Karena ide yang ditunjukkan Sarri tentu berbeda dengan Zinedine Zidane yang dahulu sukses mengubah sosok Ronaldo menjadi predator kotak penalti. Bagaimana cara Sarri menduplikasi kesuksesan itu? Jawabannya tidak banyak dan salah satunya adalah: bermain sederhana.
Untuk mencari tahu, kamu harus kembali ke musim 2016/2017 ketika Real Madrid tidak selalu bermain bagus, tapi selalu bisa mengalahkan semua rivalnya di Eropa. Satu aspek yang perlu diduplikasi Juventus adalah “efektif”.
Saat itu, Madrid sangat efektif memanfaatkan bola diagonal. Tak hanya penyerang, gelandang-gelandang mereka pun mampu menyediakan diri sebagai penyelesai peluang. Caranya gimana?
Kuasai area di depan kotak penalti lawan. Area seluas sekitar 20 hingga 30 meter “dipenuhi” beberapa pemain Madrid, dengan Luka Modric dan Toni Kroos sebagai kuncinya. Kedua pemain tersebut akan banya menempati dua halfspace di kanan dan kiri lapangan.
Dua pemain kreatif tersebut akan banyak ditemani dua bek sayap, yaitu Dani Carvajal dan Marcelo yang banyak bermain seperti seorang pemain sayap. Perhatikan grafis di bawah ini:
Arsiran vertikal menunjukkan area rata-rata yang ditempati Modric dan Kroos (posisi bisa ditukar). Arsiran horizontal menunjukkan luas area di mana Madrid akan memenuhinya dengan cukup banyak pemain. Total ada delapan pemain yang memadati area tersebut, membuat Madrid dapat dengan mudah menghindari tekanan dari lawan.
Keberadaan konektor, hampir di setiap koridor, membantu Madrid memindahkan bola dari satu sisi ke sisi lainnya. Keberadaan Kroos dan Modric di halfspace sangat penting. Halfspace, sebagai ruang strategis dalam sepak bola, memberi siapa saja yang berada di sana pandangan ke arah gawang yang lebih baik. Kroos atau Modric dapat dengan mudah mendikte arah bola.
Umpan silang diagonal akan banyak dilepas ke kotak penalti. Masih ingat gol kedua Ronaldo ke gawang Bayern Munchen di Allianz Arena pada musim itu? Marco Asensio tidak mendapat banyak tekanan lawan di halfspace ketika ia mengirim umpan silang ke kotak penalti. Ronaldo menyambutnya dengan sekali sentuh dan gol terjadi.
Jika salah satu dari Modric atau Kroos tak berada di halfspace, maka selau ada pemain yang mengisi ruang strategis tersebut. Gol kedua Ronaldo ke gawang Manuel Neuer menjadi contohnya ketika Asensio masuk ke halfspace.
Ketika terjadi situasi 3 lawan 2, Madrid dapat dengan mudah mensirkulasikan bola di sisi kanan. Atau, jika mempunyai cukup waktu, mereka bisa mengirim umpan silang ke dalam kotak penalti. Ronaldo, sudah siap berlari diagonal menyongsong bola.
Umpan silang, yang dilepaskan pemain Madrid, baik dari halfspace dan sisi lapangan menjadi sumber gol. Ronaldo punya akselerasi dan ketepatan untuk mendahului bek lawan.
Setiap pergerakan Ronaldo, atau siapa saja yang dipasang sebagai penyerang, banyak dimulai dari sisi tiang jauh. Memosisikan diri di tiang jauh artinya kamu akan mendapatkan awalan berlari yang cukup untuk melompat dan mencapai ketinggian yang ideal. Makanya, masuk akal memang ketika Juventus ingin Ronaldo mengawali laga dari sisi kiri lapangan.
Simulasi memperlihatkan umpan silang sederhana dari Kroos dikondisikan. Supaya ia mendapatkan ruang dan waktu yang cukup, perhatikan bagaimana masing-masing Casemiro, Isco, dan Carvajal “mengikat” satu pemain lawan.
Gerakan kecohan mereka lakukan supaya lawan berpikir bahwa Kroos akan menjadikan mereka sasaran umpan. Gerakan mereka bertiga juga menjadi awalan bagi penyerang untuk bergerak ke tiang jauh terlebih dahulu.
Ketika bergerak dari tiang jauh, Ronaldo akan berada di titik buta bek tengah lawan, yaitu dari belakang dan bergerak ke sisi mereka. Gerakan ini adalah gerakan dasar untuk mengambil keuntungan dari arah pandangan bek lawan, yang biasanya sibuk memperhatikan bola. Perhatikan proses gol Ronaldo ke gawang Bayern berikut:
Ketika Casemiro memenangi bola di area pertahanan Bayern, Ronaldo tak mendekat. Ia justru berlari sedikit menyerong menjauhi bola. Ketika bola mulai dilepas Casemiro, Ronaldo mengubah arah larinya, menyongsong datangnya bola.
Perubahan arah tersebut juga berguna untuk memastikan Phillip Lahm tidak bisa tepat waktu masuk ke sisi kanan tubuh Ronaldo. Selain itu, gerakan zig-zag Ronaldo juga memastikan ia tak terlalu dekat dengan Jerome Boateng. Sehingga, ketika bola sudah berada dekat dengan kepalanya, Ronaldo tak akan terganggu dengan badan Boateng.
Lewat pergerakan sederhana ini, semua kelebihan Ronaldo mampu dikeluarkan. Lari jarak pendek yang cepat, perhitungan waktu yang matang, daya lompat tubuh, kekuatan tubuh yang maksimal, dan insting mengarahkan bola yang sangat baik. Itulah, salah satu alasan Ronaldo semakin tajam di dalam kotak penalti. Ia jarang membuang peluang. Sangat efektif.
Kesederhanaan gerak Ronaldo adalah wujud nyata ide Zidane. Ia membuat timnya bermain sesederhana mungkin dan menjadi begitu efektif.
Ronaldo musim 2016/2017 adalah sosok striker idaman banyak klub. Ia efektif dan tidak membuang peluang. Liga Champions, menuntut Juventus untuk bermain mendekati sempurna. Bertahan sempurna, menguasai lapangan tengah tanpa cela, dan efektif di depan gawang. Atas dasar catatan sejarah ini, sosok Ronaldo menjadi begitu besar bagi Juventus.
Memang, perlakukan Juventus kepada Dybala sangat disayangkan. Namun, pada titik tertentu, begitulah sepak bola. Bisa menghadirkan rasa bahagia, tetapi secara cepat juga bisa mengubahnya menjadi kesedihan. Juventus bertindak layaknya klub juara. Karena mereka yang juara, adalah yang mampu menepikan sisi sentimental demi kesempurnaan.