Sepak Bola Ada di Punggung Paulo Dybala

Sepak Bola Ada di Punggung Paolo Dybala MOJOK.CO

MOJOK.COPaulo Dybala menunjukkan makna paling murni dari sepak bola lewat dua gol cantik. Bahwa sepak bola adalah soal cinta, pengorbanan, dan kesetiaan manusia.

Semua orang sibuk membicarakan pecahnya rekor Lionel Messi sebagai pemain termuda yang bisa mencapai 15 gol di Liga Champions oleh Kylian Mbappe. Semua orang terlalu bising bergunjing apakah Pep Guardiola ingin bermain tanpa bek tengah diselingi pujian tipis untuk trigol yang dicetak oleh Raheem Sterling ke gawang Atalanta.

Tidak ada yang memberi apresiasi kepada sosok terbuang. Dia didorong menuju pintu keluar oleh manajemen Juventus. Namun, dia menolak untuk diasingkan begitu saja. Paulo Dybala, dia yang berkorban untuk Juventus, menunjukkan makna lo spirito Juve hingga akhir, dan memberi kemenangan di pertandingan yang tidak mudah.

Saya mencoba “mengenakan” sepatu Dybala. Merasakan sendiri bagaimana rasanya dibuang meski kamu sudah cinta mati.

Semua laki-laki tidak ingin dibuang begitu saja oleh orang yang paling dia sayang. Dia akan memperjuangkan posisinya di depan mata si tersayang. Namun, bagaimana bila si tersayang ini justru menjadi penghambat paling besar yang mencegahmu mencapai posisi itu? Yang bisa kamu lakukan hanyalah bersetia.

Setia dalam tingkatan tertinggi. Fakta pertama, Dybala tidak dibutuhkan oleh pelatih baru Juventus, Maurizio Sarri. Sarri berusaha mengirim Dybala ke Manchester United untuk ditukar dengan Romelu Lukaku. Kepindahan ini hampir saja terjadi, kamu pasti sudah tahu. Uang dalam jumlah besar sudah menunggu Dybala di Manchester.

Bayangkan kamu berada dalam posisi Dybala. Kegunaan dari keberadaanmu hanya menjadi sebuah “alat”. Sebuah benda yang bisa ditukar begitu saja dengan orang lain. Padahal, kamu tahu kalau dirimu punya potensi yang lebih besar dibandingkan orang lain yang akan menggantikan dirimu. Rasa perih seperti apa yang ditanggung oleh La Joya?

Ketika manajemen urung menukar dirimu dengan orang lain, kamu mendapati kalau Juventus berhasil mendapatkan satu penyerang baru, Gonzalo Higuain, pemain kesayangan Sarri. Seperti Beni Dollo dengan Firman Utina, Sarri membawa Higuain ke mana saja Sarri melatih.

Ini kenyataan kedua yang menjadi tamparan paling keras. Sudah dirimu cuma sebatas barang yang bisa ditukar begitu saja, di dalam skuat, kamu akan menjadi pilihan kedua. Laki-laki mana yang mau menjadi pilihan kedua? Melihat kesayangannya tertawa bahagia dengan laki-laki lain sementara kamu harus bersembunyi hanya demi merawat cintamu ini?

Namun, Dybala bisa melewati itu semua. Dia menelan semua kenyataan pahit itu. Mengunyahnya dengan sabar. Dia lalu menelan semua penderitaan itu. Getir dan perih terasa di kerongkongan, tetapi Dybala tetap menelannya sembari tersenyum meskipun lidah dan bibirnya berdarah.

Di mata saya, inilah cinta paling luhur. Ketika kamu iklas menerima, menikmati rasa sakit, untuk bisa bersetia hingga kesempatan tiba.

Sarri tidak mungkin menempatkan Dybala di bangku cadangan untuk selamanya. Pun ketika tidak bermain dan harus duduk di kursi pemain pengganti atau bahkan tidak masuk ke dalam skuat sekalipun, senyum Dybala hampir selalu bisa ditangkap oleh lensa wartawan. Dia sudah bahagia masih diizinkan mengenakan seragam Hitam Putih Juventus.

Kesempatan selalu disediakan kepada orang-orang yang bersetia. Kemuliaan akan diberikan kepada orang-orang setia yang siap memberikan segalanya.

Skor sementara 0-1 untuk keunggulan Lokomotiv Moskwa. Saat itu menit ke-76 dan Juventus semakin diburu waktu. Ketika tekanan semakin berat, ketika harus bermain lebih turun demi memberi tempat kepada Higuain, sosok ini bisa berpikir dengan jernih. Dia begitu tenang ketika membidik gawang.

Dybala menerima sodoran pelan dari Juan Cuadrado dari sisi kanan. Satu kali kontrol, dia menempatkan bola di posisi kaki terkuatnya, kaki kiri. Lokomotiv menumpuk pemain di depan kotak penalti. Higuan dan Ronaldo berdekatan dengan dua pemain lawan. Mengumpan lebih ke dalam sudah tidak mungkin.

Hanya butuh dua detik bagi Dybala untuk mengatur bola di posisi kaki kuat dan melepas tembakan keras ke tiang jauh. Jauh dari jangkauan kipper Lokomotiv. Di mata saya, gol penyama kedudukan oleh Dybala ini bernilai sangat tinggi. Bola yang dia lepaskan seperti pelampiasan akan kekesalan yang menumpuk.

Meski bisa bersetia, Dybala tetap manusia. Dia merasakan emosi, kecewa, kalah. Pemain bagus menunjukkan amarahnya dalam setiap kesempatan bermain. Pemain emas menggunakan kekecewaan sebagai bahan bakar.

Juventus berpotensi hanya mendapatkan hasil imbang, tetapi Dybala menemukan jalan untuk meraih kemenangan. Jika gol pertama adalah soal kekuatan dan presisi, gol kedua Dybala adalah soal akurasi dan teknik tinggi. Bola rebound yang mengarah ke Dybala tidak berada dalam posisi yang enak untuk ditembak menggunakan kaki kuatnya.

Sambil berlari, Dybala menghajar bola tetap menggunakan kaki kuatnya. Dia menggunakan punggung kaki, menjaga bola untuk tidak melambung, sekaligus menghindarkan bola dari jangkauan kaki kiper. Gol kedua Dybala bukan gol mudah. Kedua golnya bukan gol mudah.

Setelah mencetak gol kedua, Dybala menepuk bahunya sendiri. Dia ingin menunjukkan bahwa keberadaannya di atas lapangan adalah absolut. Menjadi bukti bahwa dia adalah team player dan bisa bermain dengan siapa saja.

Sepak bola bukan hanya soal gol dan kemenangan. Sepak bola adalah cermin, menunjukkan kontur wajah kehidupan manusia secara paripurna. Ada perjuangan di sana, kekecewaan, kerja keras, berkorban, bersabar, untuk kemudian berjaya kembali.

Paulo Dybala menyajikan perjuangan manusia ke dalam dua gol cantik yang dia cetak. Menunjukkan bahwa sepak bola yang sebenarnya memang ada di punggung Dybala.

BACA JUGA Titik Lo Spirito Juventus: Fleksibilitas Sarri dan Kebangkitan Aaron Ramsey atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.

Exit mobile version