MOJOK.CO – Bagi striker, jumlah gol tetap penting. Namun, berguna untuk tim secara keseluruhan lebih penting dan dibutuhkan. Roberto Firmino, striker Liverpool, berhasil menetapkan standar itu.
Dua asis yang ia buat ketika Liverpool mengalahkan Chelsea kembali menegaskan standar striker masa depan. Roberto Firmino, perlu kita akui, adalah jenis striker yang harus dimiliki semua tim besar.
Roberto Firmino datang ke Liverpool pada musim 2015/2016. Ia diboyong dari Hoffenheim oleh Brendan Rodgers, pelatih The Reds sebelum Jurgen Klopp. Banderolnya saat itu mencapai 29 juta paun. Sebuah harga yang dianggap terlalu tinggi untuk seorang pemain yang satu musim sebelumnya hanya bisa membawa Hoffenheim menyelesaikan musim di peringkat delapan.
Namun, tim scouting dan analis Liverpool punya pandangan lain. Menurut mereka, 29 juta paun adalah harga yang wajar. Mereka menilai kualitas yang bisa ditawarkan dan potensinya di masa depan. Sebuah analisis yang tepat sasaran karena di masa kepelatihan Jurgen Klopp, Roberto Firmino berhasil menetapkan standar striker masa depan.
Klopp punya mata yang bagus. Perlahan, ia membuang beberapa pemain yang tidak cocok dengan ide dan visinya. Salah satunya adalah Christian Benteke, striker bergaji besar yang gagal memberi kontribusi. Ia merekrut dua pemain baru untuk lini depan. Dua pemain yang berhasil membangun ikatan telepatis dengan Roberto Firmino. Mereka adalah Sadio Mane dan Mohamed Salah.
Kedua pemain ini punya spesifikasi yang berbeda. Meski sama-sama punya kecepatan yang sangat baik, Mane dan Salah adalah dua jenis pemain yang berbeda. Perbedaan yang berhasil dijembatani oleh Roberto Firmino.
Roberto Firmino, false 9 dan hybrid #10
Jurgen Klopp bermain dengan skema dasar 4-3-3. Trio di depan diisi Mane, Roberto Firmino, dan Salah. Meski menempati pos “ujung tombak”, Roberto Firmino tidak hidup dalam konteks striker tradisional. Ia tidak banyak berkeliaran di dalam kotak penalti saja.
Roberto Firmino akan banyak turun ke bawah, mendekati gelandang serang Liverpool. Pada saat-saat tertentu, lini tengah Liverpool memperlihatkan bentuk diamond yang disusun oleh 3 gelandang dan Roberto Firmino. Sementara itu, Mane dan Salah akan berdekatan seperti layaknya duo striker. Gerakan ini membuat dua bek sayap bisa naik setinggi mungkin menyediakan width (pemain yang berdisi di sisi paling luar lapangan).
Kemampun untuk turun ke lini kedua, untuk meminta bola dan membuka ruang, membuat Roberto Firmino disebut sebagai false 9. Tidak salah, tetapi kurang lengkap. Ketika mendekati lini kedua, ia berlagak seperti seorang playmaker, seorang hybrid #10 di belakang striker.
Gerak ini didukung oleh beberapa atribut yang dimiliki Roberto Firmino. Pertama, kemampuannya menerima bola sambil membelakangi gawang. Low center of gravity dimanfaatkan betul.
Pemain sepak bola dengan low center of gravity menjadikannya lebih mudah menurunkan kecepatan lari, bergeser untuk mengantisipasi perubahan posisi lawan dan menaikkan kecepatannya dalam sekejap.
Roberto Firmino tak hanya menggunakan kemampuan ini untuk menunjukkan kebolehannya menggiring bola melewati dua atau tiga pemain. Ketika bermain dengan punggung menghadap gawang lawan, pemain asal Brasil itu tetap bisa menjadi pemantul bola yang baik. Kemampuan akselerasi ia gunakan dengan baik di momen ini.
Dengan posisi membelakangi gawang, gambaranya begini: Liverpool tengah proses menyerang. Bek lawan menempelkan badannya ke punggung Firmino dengan ketat. Ia mencoba menjaga dan mengukur jarak dengan mengulurkan tangan ke belakang seperti gerakan memeluk. Bola berada di kaki gelandang Liverpool, misalnya, Fabinho, yang punya kemampuan umpan vertikal baik.
Ketika “memelukkan” tangan ke belakang, Roberto Firmino akan merendahkan tubuhnya, menekuk lututnya, membuat bek lawan kesulitan menggeser posisi berdirinya. Ia seperti “menancapkan” kakinya ke dalam tanah.
Tubuhnya yang liat, mendukung aksi ini. Pada momen ini, ia melakukan aksi yang kompleks, yaitu: mengukur jarak dengan bek, menguatkan posisi berdirinya mengandalkan kaki, fokus ke bola, sekaligus mengamati situasi sekitar.
Dan satu lagi aksi yang penting, yaitu lentingan dirinya dari posisi diam, dengan gerak yang presisi. Ketika Fabinho melepas umpan vertikal ke arahnya, dengan akselerasi yang cepat, Roberto Firmino akan menjauhkan dirinya dengan bek lawan. Targetnya adalah menciptakan jarak sekitar dua hingga tiga meter.
Dengan “jarak” tersebut, ia bisa mengalirkan bola dengan satu sentuhan. Ingat, selain menahan bek lawan, ia juga mengamati situasi sekitar. Ia memindai posisi kawan dan lawan. Atau, ia tak mengalirkan bola, tetapi mengontrolnya. Ketika mengontrol (menghentikan bola), ia bisa membalikkan badan dan menghadap gawang lawan. “Jarak” yang ia ciptakan memungkinkan momen ini terjadi.
Ketika berhasil membalikkan badan, atribut #10 dalam dirinya bisa dimaksimalkan. Ia punya mata yang bagus untuk melihat arah lari Mane, Salah, atau dua bek sayap Liverpool yang ikut naik menyerang.
Mata yang bagus, didukung oleh imajinasi tinggi. Gol pertama ke gawang Chelsea di laga Piala Super Eropa menjadi bukti. Kesulitan untuk melepas tembakan ke gawang karena posisinya yang diapit kiper dan bek, Roberto Firmino mengumpan bola ke kanan, ke arah lari Mane menggunakan telapak kaki. Bola yang melayang, ia dorong pakai telapak kaki! Keseimbangan tubuh dan kecepatan berpikir mendukung aksi kompleks ini.
Defensive forward
Berposisi sebagai striker, Firmino juga bisa berlaku seperti defensive forward, atau striker dengan kemampuan bertahan yang baik. Ia adalah “ujung tombak” dari gelombang pressing intensitas tinggi ala Klopp. Mane dan Salah di sebelah kanan dan kiri menyesuaikan.
Rata-rata takel per musimnya menyentuh angka 60 kali. Cukup tinggi untuk seorang striker. Catatan bertahan di musim perdananya sebagai berikut: takel 67 kali, blocked shoot 17, intersep 16, dan sapuan 12. Sebuah statistik yang membenarkan langkah tim scout dan analis Liverpool. Roberto Firmino tak hanya striker dengan naluri gol yang bagus, ia juga bisa bertahan.
Sepak bola modern jauh lebih kompleks seiring perkembangan sistem dan cara bermain. Seorang pemain dituntut bisa bermain di lebih dari satu posisi dan peran. Bagi striker, jumlah gol tetap penting. Namun, berguna untuk tim secara keseluruhan lebih penting dan dibutuhkan. Roberto Firmino berhasil menetapkan standar itu.