Pogba vs Xhaka: Ketika Manchester United dan Arsenal Termakan Perangkap Mekanisme Pasar

Pogba vs Xhaka: Ketika Manchester United dan Arsenal Termakan Perangkap Mekanisme Pasar MOJOK.CO

Pogba vs Xhaka: Ketika Manchester United dan Arsenal Termakan Perangkap Mekanisme Pasar MOJOK.CO

MOJOK.COPogba dan Xhaka coba dipertahankan Manchester United dan Arsenal. Meski pada akhirnya, kedua klub masuk dalam perangkap mekanisme pasar.

Kisah yang indah itu nyatanya tak pernah menjadi kenyataan. Paul Pogba remaja meninggalkan Manchester United diiringi perasaan getir. Sir Alex Ferguson pernah mengungkapkan bahwa Pogba tak pernah menghargai makna mengenakan seragam United.

Empat tahun kemudian, Paul Pogba pulang ke Old Trafford menyandang status pemain termahal di dunia. Dia yang pergi sebagai remaja, pulang sudah jadi laki-laki dewasa sepenuhnya. Kisah indah itu terbayang di mata ketika dia menyebut kepulangan ke United memang sudah seharusnya terjadi.

Namun, seperti yang sama-sama kita tahu, kisah manis itu tak pernah termanifestasikan. Karier pemain asal Prancis itu penuh drama. Cedera tak kunjung reda, performa terjun bebas, dan berisiknya Mino Raiola, agen pemain yang oleh Sir Alex disebut “bajingan” itu.

Berbagai media sempat menulis bahwa Paul Pogba pernah bilang kalau dirinya ingin hengkang. Namun, Manchester United tak mau kalah oleh desakan pemain. Ole Gunnar Solskjaer, pelatih yang baru menjabat itu, ingin membangun tim dengan Pogba sebagai pusatnya.

Salah satu misi United adalah memperpanjang kontrak kerja Pogba. Namun, sekali lagi, berkat Mino Raiola yang memang bajingan itu, cita-cita United belum juga terwujud. Mino mematok gaji yang tinggi untuk kliennya, sementara United tak ingin mengulangi kesalahan yang sama ketika menuruti permintaan gaji tinggi David De Gea.

Strategi yang sama tapi dengan rasa berbeda juga tengah bikin pusing Arsenal. Mereka ingin menjual Granit Xhaka demi perombakan skuat. Namun, kegagalan mencapai kata sepakat dengan AS Roma membuat strategi itu gagal terwujud. Kini, mereka ingin memperpanjang kontrak Xhaka.

Beda rasa Pogba dan Xhaka

Manchester United tidak ingin kehilangan Pogba secara gratis untuk kali kedua. Manajemen United bakal terlihat sangat bodoh ketika bencana itu terjadi lagi. Oleh sebab itu, sejak tengah musim lalu, upaya memperpanjang kontrak sudah dilakukan. Namun, sekali lagi, Raiola memang bajingan… bajingan yang disayang pemain.

Januari 2022, Paul Pogba bisa membuka pembicaraan dengan klub lain. Jika kesepatan terjadi, pemain berusia 28 tahun itu bisa bergabung secara gratis. Konon, PSG sudah menyiapkan kontrak dengan nominal besar yang bakal bikin Raiola meneteskan air liurnya.

Oleh sebab itu, dilema Manchester United adalah menjual Paul Pogba sekarang juga dengan harga diskon atau tidak mendapat keuntungan di Juni 2022 nanti. Untuk pemain yang sudah memasuki satu tahun terakhir di masa kontrak, harga pasarnya bakal anjlok. Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin United akan melego Pogba dengan nominal di sekitar 40 juta paun.

Intinya adalah Pogba memberi dilema besar untuk Manchester United. Berbeda dengan Arsenal dengan masalah kontrak Xhaka. Meski berbeda, tapi pusing yang dirasakan tetap sama.

Pertama, kontrak Xhaka masih dua tahun (sampai 2023). Jika kontraknya tidak diperpanjang sekarang, Arsenal harus rela harga Xhaka dipotong oleh mekanisme pasar pemain. Padahal, sekarang saja, harga pemain asal Swiss itu tidak terlalu membahagiakan untuk keuangan klub.

Arsenal sempat mematok harga 20 juta paun untuk Xhaka. Namun, AS Roma tak mau membayar lebih dari 12-13 juta paun. Artinya, Roma bermain dengan waktu. Jika membeli Xhaka di tahun depan, Arsenal tidak akan punya daya tawar lagi selain menerima tawaran di sekitar 13-15 juta paun. Angka yang terhitung kecil untuk pemain kunci seperti Xhaka.

Arsenal berharap, dengan memperpanjang kontrak Xhaka, harga jual pemain akan terjaga. Yah, meski, sekali lagi saya tegaskan, harganya tidak akan membahagiakan untuk keuangan klub. Pada titik ini, pusing yang dirasakan Manchester United dan Arsenal sebetulnya sama.

Manchester United dan Arsenal mengejar “harga wajar” untuk pemain yang harga pasarnya bisa lebih tinggi. Sayang, mekanisme harga pemain mencekik mereka. Keduanya tidak ingin mengulangi kebodohan Liverpool ketika membiarkan Gini Wijmaldum pergi secara gratis ke PSG.

Saat itu, Liverpool dan Klopp terlalu percaya diri bahwa Wijnaldum akan memperpanjang kontraknya. Kloop seperti membohongi diri sendiri ketika terlalu percaya kepada mentalitas Wijnaldum akan sepak bola ketimbang tawaran gaji besar dari PSG.

Liverpool semakin merana ketika di tahun terakhirnya, perfoma Wijnaldum tidak jatuh. Pemain asal Belanda itu memang dilepas publik Anfield dengan rasa haru. Namun, startegi Liverpool untuk percaya secara buta kepada pemain terbukti keliru. Mereka tidak mau mencontoh kebijakan Bayern Munchen, yang menjual Thiago Alcantara senilai 27 juta paun ketika masuk tahun terakhir. Siapa yang membeli Thiago? Liverpool!

Bagi Manchester United, hanya mengantongi 40 juta paun dari penjualan Pogba tentu tidak ideal. Namun, pada titik tertentu, nilai tersebut masih jauh lebih baik daripada tidak mendapat sepeser paun. Apalagi, perginya Pogba akan membebaskan beban gaji.

Namun, di sepak bola, semuanya tak sesederhana itu. Meskipun punya agen super menyebalkan, Pogba adalah pemain kelas dunia. Performanya ketika United membantai Leeds United menjadi bukti. Ketika dia bermain dengan kalem, sangat tenang, dan kepalanya jernih, lapangan tengah United menjadi lebih hidup.

Jose Mourinho pernah membuat analisis perihal penyebab performa Pogba bisa sangat bagus. Dia bilang:

“Paul Pogba akan menjadi pemain bagus jika lingkungannya tepat, di mana dia hanya memikirkan sepak bola, di mana dia secara intens berkumpul bersama rekan di training camp, terisolasi sepenuhnya dari dunia luar, di mana mereka fokus sepenuhnya kepada sepak bola, di mana suasana kompetisi akan memotivasi mereka.”

Sayangnya, analisis Mourinho hanya berlaku ketika Pogba bermain untuk timnas Prancis. Ketika pulang ke United, brengseknya Mino Raiola menjadi gangguan utama.

“Bagi Paul Pogba, semuanya sudah berkahir. Dia tidak bahagia bersama Manchester United. Dia tidak lagi bisa mengekspresikan diri. Dia harus ganti tim. Dia butuh pergantian suasana,” mata Raiola. Jika tidak punya kuasa akan masa depan sang pemain, agen brengsek ini tak mungkin berbicara seperti itu. Pusing sekali buat manajemen Manchester United.

Kerugian yang tak bisa dihindari

Pada akhirnya, Manchester United dan Arsenal memang harus siap ditabrak kerugian. Selayaknya sebuah barang, pemain sepak bola juga tak lepas dari dinamika pasar. Seiring penggunaan, harga barang akan semakin turun. Mohon maaf jika saya terdengar menyamakan manusia dengan barang. Namun, kita tidak bisa menghindari dari keniscayaan bahwa pesepak bola adalah komoditi.

Arsenal pasti akan berjuang sekuat tenaga supaya harga jual Xhaka tidak jatuh di bawah 12 juta paun. Harga yang meyedihkan, tapi tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, meski upaya memperpanjang kontrak Xhaka itu masuk akal, tetapi banyak fans yang heran. Apalagi fans yang tidak bisa melihat betapa pentingnya Xhaka untuk sistem Mikel Arteta.

Saya sendiri tidak masalah jika Xhaka dipertahankan. Meski jujur saja, jika ingin merombak skuat, Arsenal butuh gelandang modern yang bisa melakukan banyak hal. Seorang box-to-box yang bisa menghadirkan kontribusi gol. Saya tidak bilang Xhaka itu jelek, cuma Arsenal memang sesuatu yang berbeda saja.

Bagi Manchester United, kehilangan Pogba secara gratis untuk kali kedua tentu bukan kebijakan yang sedap dipandang mata. Mungkin, inilah saatnya kisah yang tak pernah berujung manis itu benar-benar disudahi. Meski kehilangan pemain dengan standar kelas dunia, Manchester United masih punya sumber daya untuk membeli pemain lain dengan standar yang sama.

Satu lagi keuntungan bagi Manchester United adalah tidak lagi berhubungan dengan Mino Raiola. Bagaimana tidak bajingan ketika dimaki Sir Alex, Raiola malah menjawab: “Makiannya itu justru menjadi pujian terbaik yang pernah saya dapatkan.”

Yah, terkadang, mempertahankan dia yang tersayang memang membutuhkan motif yang masuk akal. Tidak ada tempat untuk cinta buta, di mana pada akhirnya justru menyakiti satu pihak. Cinta itu seimbang, seharusnya tidak saling mengecewakan.

BACA JUGA Paul Pogba Tidak Perlu Menjadi Pahlawan Jika Manchester United Tak Bisa Melindungi Pemainnya dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version