MOJOK.CO – Piala Dunia 2018 di Rusia segera dimulai. Beberapa pemain bintang sudah siap, pemain-pemain semenjana juga sudah siap, pemain bintang dari timnas semenjana pun juga sudah siap. Dan mereka semua siap mengejutkan Jim Beglin.
Total, bakalan ada 736 manusia di Planet Bumi yang akan merasakan kebahagian luar biasa saat 14 Juni mendatang ketika Piala Dunia 2018 dimulai. Sebab, pada hari itu tujuan dari mereka selama hidup sebagian besar sudah tercapai. Karena memang mereka sudah mendedikasian hidup untuk momen besok ini.
Menggadaikan masa-masa mudanya, merelakan diri untuk tidak bisa nongkrong seperti teman-temannya, tidak bisa merokok, tidak bisa begadang, menjaga pola makan dengan serius, dan tentu saja kesulitan untuk sekadar mencari jodoh ketika remaja karena kesibukan yang luar biasa.
Mereka adalah pihak-pihak paling “beruntung” sekaligus bahagia selama pagelaran pesta sepak bola di Rusia, karena laga-laga di depan mata adalah ganjaran paripurna bagi mereka selama berkarier sebagai pemain sepak bola profesional. Atau “baru” mau beranjak jadi pemain sepak bola profesional.
Piala Dunia 2018 adalah “Mekah” bagi 736 manusia ini. Tak peduli Anda dimainkan atau tidak oleh pelatih Anda, menginjakkan kaki ke rumput ajang Piala Dunia adalah mukjizat luar biasa. Seperti zam-zam yang bisa ditenggak setelah berbulan-bulan puasa. Ajang sebesar dan selegendaris ini adalah panggung terbesar. Macam Liga Dangdut Asia Tenggara bagi para biduan lokal Pantura. Tanyakan saja pada Theo Walcott kalau tidak percaya.
Di antara manusia-manusia yang beruntung itu, ada megabintang, ada pula cecunguk pendatang baru. Masih malu-malu kucing, tak dikenal siapa-siapa, meski kemampuannya dibanggakan oleh negaranya, oleh warga desanya, atau paling tidak oleh keluarga besarnya sendiri.
Dari nama-nama calon waralaba paling laku sejagat, seperti Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Neymar, Luis Suarez, ada juga biduan-biduan lokal yang digilai penduduk kelurahan tempat si pemain berada. Dan inilah, biduan-biduan dari negara-negara kecil yang siap beraksi dalam panggung yang sama dengan para “biduan ibu kota” dan siap mengejutkan Jim Beglin maupun Jon Champion.
Alan Dzagoev (Rusia)
Namanya familiar dikenal di Indonesia ketika Piala Eropa 2008. Saat itu usianya baru 18 tahun 116 hari. Di saat teman-teman seusianya pacaran, balapan liar, atau main sinetron, Alan Dzagoev sudah digembleng latihan untuk mematangkan dirinya guna Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
Dzagoev semakin dikenal karena menyelesaikan Euro 2012 dengan mencetak tiga gol. Setelah pensiunnya Andrey Arshavin, pria yang punya paru-paru baja itu, Dzagoev jadi andalan Rusia untuk memimpin “Red Army” melawan invasi-invasi negara-negara pendatang. Sebagai bintang pribumi, Dzagoev pantas diwaspadai. Sebab, hanya dia satu-satunya “bintang” yang akan main di rumah sendiri. Yang lain cuma numpang.
Fajad Al-Muwallad (Saudi Arabia)
Jangan buru-buru ketik amin ketika namanya ditulis di atas. Jangan buru-buru pula dihujat karena dianggap sedang menuliskan ayat kitab suci dan menempatkannya bukan pada tempatnya. Fajad Al-Muwallad adalah pemain yang sudah mendapatkan kontrak profesional oleh Al-Ittihad—Persipuranya Indonesia lah, pada usia di mana Anda mimpi basah saja belum.
Pada usia 16 tahun, Levante dari Spanyol, tertarik meminjam bakat terbaik Saudi Arabia ini. Cuma 4 bulan sih, tapi studi banding yang dilakukan pemain sayap ini adalah langkah awal yang penting bagi karier pemain Saudi Arabia yang jarang sekali mau main ke luar negeri.
Sami Al-Jaber, legenda Saudi Arabia bilang, “Dia adalah Messi-nya kami. Tidak sebagus Messi betulan tentu saja, tapi dia sama pentingnya bagi kami. Harapan kami ada bersamanya.” Oalah, kami juga punya Syekh Sami Al-Jaber, namanya Egy Maulana Vikri, Messi-nya Indonesia. Sama. Duh, duh, apa lagi tren kali ya?
Hakim Ziyech (Maroko)
Marco van Basten adalah pria pertama yang mencak-mencak ketika Hakim Ziyech memilih kewarganegaraan Maroko daripada Belanda. “Gobloknya kamu itu, malah memilih Maroko. Padahal kamu bisa bersaing untuk masuk timnas Belanda,” kata Bang Marco. Pemain yang sempat membela timnas junior Belanda ini pada akhirnya balik lagi ke negara orang tuanya.
Meski jadi bintang di SC Heerenveen untuk kemudian bergabung dengan AS Roma, tanah kelahiran memang tidak bisa ditolak untuk dibela. Merupakan sasaran transfer klub-klub besar Ziyech memang masih perlu waktu untuk membuktikan diri sebagai pemain hebat. Banyak prediksi yang menyebut, setelah Piala Dunia 2018 nanti, harga transfer Ziyech bisa saja berkali-kali lipat lebih mahal daripada sebelumnya.
Hal yang harusnya disyukuri Ziyech. Soalnya tidak salah pilih negara timnas senior. Coba kalau manut milih Belanda seperti yang dibilang Bang Marco, enggak bakal ikut Piala Dunia dia.
Sardar Azmoun (Iran)
Usianya baru 20-an tahun ketika Carlos Queiroz, pelatih Iran, mengandalkannya untuk mengisi pos ujung tombak Iran. Sempat diisukan akan dikontrak Liverpool dari Rubin Kazan—karena foto selfienya bersama Juergen Klopp sempat nongol di akun instagramnya, Sardar Azmoun cukup sadar diri dirinya tak sebagus itu untuk main bersama Mohamad Salah. Padahal kalau Azmoun bisa main ke Liverpool, itu akan jadi cerita bagus. Wah, pemain Syiah dan Sunni bisa akrab juga kalau main bola.
Seperti halnya Fajad Al-Muwallad dari Saudi Arabia, Azmoun juga dijuluki oleh media Iran sebagai “Messi-nya Persia”. Sebentar, sebentar, ini kenapa tidak ada yang menggunakan nama “Cristiano Ronaldo-nya Iran” begitu ya? Sensi amat ya sama bintang Portugal yang barusan hattrick Liga Champions kemarin ini negara-negara Timur Tengah.
Aaron Mooy (Australia)
Nama Aaron Mooy mulai dikenal luas ketika…. Yah, ketika Anda memainkan Fantasy Premier League (FPL) musim kemarin. Dengan harga murah meriah pemain Huddersfield Town ini kasih poin cukup signifikan bagi Anda yang memainkannya—tentu saja Anda akan bodoh jika membandingkannya dengan poin Mohamad Salah.
Mooy bisa dibilang merupakan pemain terbaik timnas Australia belakangan ini. Membantu klubnya promosi, pencapaian yang bagus untuk debut di liga karena tidak kena degradasi, membuat Mooy jadi pemain Australia termahal yang pernah ada. Pemain kreatif dengan pembawaan karakter yang santun meski berasal dari liga paling keras di Eropa.
Di Piala Dunia 2018 nanti, semoga rambut botak hanya jadi satu-satunya kelemahan Mooy. Atau jangan-jangan jadi trademark baru, “Ronaldo Nazario-nya Australia” mungkin? Atau “Boaz Salossa-nya Australia” saja?
Jefferson Farfan (Peru)
Larinya kencang. Cepat. Padahal usianya sudah 33, Jefferson Farfan memainkan bola seperti masih seusia dengan Lukas Mandowen atau Yohanes Pahabol. Kalau Anda masih mengingat-ingat ada di mana Farfan dalam kenangan Anda, saya akan ingatkan ini, Farfan adalah sosok yang bersama dengan Park Ji-Sung hampir saja memporak-porandakan AC Milan pada semifinal Liga Champions 2004/2005 ketika membela PSV Eindhoven.
Kualitasnya tidak berkurang dengan usia sudah kepala tiga. Dan Ricardo Gareca, Pelatih Peru, punya andil besar dalam perjalanan Farfan dan Peru mengarungi Piala Dunia 2018. “Gareca telah memulihkan kepercayaan diri yang hilang dalam diri kami selama bertahun-tahun silam, keyakinan bahwa kami adalah tim hebat. Mencapai Piala Dunia setelah 36 tahun seperti hal yang sulit dipercaya.”
Hm, lolos Piala Dunia setelah 36 tahun? Ealah, kami 32 tahun baru lolos dari Orde Baru, Fan….
Atep (Indonesia)
Eh, maaf, salah kamar.