Nostalgia Rentalan PS dengan Game Sejuta Umat: Winning Eleven, Need for Speed, dan Dynasty Warrior

Nostalgia Rentalan PS dengan Game Sejuta Umat: Winning Eleven, Need for Speed, dan Dynasty Warrior MOJOK.CO

MOJOK.CORentalan PS membuat kehidupan terasa sederhana. Ketika masalah yang ada adalah menentukan mau main Winning Eleven, Need for Speed, atau Dynasty Warrior.

Rumah saya ada di sebuah kampung di sisi timur Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Di daerah sini ada dua rentalan PS yang cukup melegenda. Ada satu lagi, sih. Tapi sayang, masa hidupnya terlalu pendek. Tentu kamu udah tau kalau PS itu singkatan dari PlayStation, sebuah game konsol yang membuat masa bocil begitu bergairah.

Rentalan PS yang pertama ada di sebelah utara Stadion Mandala, di dekat markas Brimob. Rentalan PS ini kecil saja. Kalau tidak salah, cuma punya lima teve. Letaknya di dekat sebuah pasar bernama Talok. Dinamakan Pasar Talok karena di depannya ada pohon talok, yang setelah renovasi pun pohon itu masih ada.

Rentalan PS yang kedua sedikit lebih besar. Ada tujuh teve dan menyediakan minuman es teh atau teh panas. Rentalan yang kedua ini ada di dekat radio Geronimo FM, di Jalan Gayam. Sebuah jalan yang begitu asri, dengan pohon-pohon besar di kanan dan kiri jalan. Sayang, beberapa pohon-pohon besar itu tumbang setelah ditabrak angin putting beliung beberapa tahun yang lalu.

Ada empat game yang akrab dengan saya selama masa-masa runyam itu. Mulai dari Winning Eleven, Harvest Moon, Need for Speed, dan Dynasty Warrior. Preferensi game masing-masing orang tentu berbeda. Ada yang lebih suka main GTA, ada pula yang selalu suntuk dengan Final Fantasy, Crash Bandicoot, atau Medal of Honor.

Mungkin sudah ribuan menit saya babat habis untuk main Winning Eleven, baik main bareng temen atau mode Master League. Pernah juga dua kali ikut kompetisi di rentalan PS yang pertama. Keduanya kandas di semifinal oleh senior saya yang pernah jadi Sekjen Brajamusti. Mas Andry Priyanta namanya. Seorang suporter cum pencipta lagu yang berdedikasi.

Sparring partner main Winning Eleven di rentalan PS yang pertama cuma ada dua, Mas Andry dan satu lagi namanya Febri. Sparring partner yang kedua ini lebih akran dipanggil Pathub. Sebuah boso walikan khas Jogja. Pathub artinya Agus, yang mana adalah bapaknya Febri. Ketika masih SMP dan SMA, nama panggilan saya juga Pathub. Sama seperti Febri.

Sementara itu, di rentalan PS yang kedua, sparring partner saya cuma ada satu. Mohon maaf, saya lupa namanya. Tapi beliau jago betul. Sukanya pakai Manchester United ketika main Winning Eleven. Maklum, saat itu, MU punya kuartet dahsyat dalam diri Cristiano Ronaldo, Wayney Rooney, Carlos Tevez, dan Louis Saha.

Selain Winning Eleven, saya juga mendedikasikan waktu saya untuk Need for Speed dan Dynasty Warrior. Need for Speed, bersama God of War dan Resident Evil, betul-betul memacu adrenalin. Game balapan ada banyak, tapi saya cuma cocok sama Need for Speed. Jalan cerita yang semakin beragam bikin game ini jadi nggak monoton.

Sementara itu, kesukaan saya kepada sejarah tertumpah di Dynasty Warrior dan Medal of Honor. Dynasty Warrior menyajikan lansekap sejarah China zaman tiga kerajaan: Wei (Cao Cao), Shu (Liu Bei), dan Wu (Sun Quan). Sejarah memberinya nama Samkok atau Romance of the Three Kingdom.

Main Dynasty Warrior adalah cara untuk melampiaskan kekesalan karena kalahan ketika main Winning Eleven. Tinggal pakai karakter yang namanya Lu Bu, kamu serasa jadi orang paling jago berkelahi di seantero China. Salah satu tips penting main Dynasty Warrior adalah usakan selalu punya kuda. Kalau cuma lari, kamu bakal kesusahan karena peta peperangan yang luas.

Game-game sejuta umat ini selalu menemani saya, baik di rentalan PS yang nomor 1 maupun yang 2. Karena terlalu sering saya mampir ke rentalan PS yang pertama, pemilik rentalan sampai menawari saya untuk jadi pegawai di sana. Sebuah tawaran yang tentu saja saya sambut dengan bahagia. Bisa main gratis ketika rentalan PS kosong itu menyenangkan betul.

Sementara itu, rentalan PS yang kedua cuma sebatas menjadi “pelampiasan” setelah suntuk kuliah atau pacaran. Kedua Rentalan PS ini bertahan hidup sampai masa-masa awal saya kuliah. Kalau dipikir-pikir, sejak SD sampai SMA, menit kehidupan saya lebih banyak di rentalan PS ketimbang tempat manapun, bahkan rumah.

Pernah sekali waktu ketika bulan puasa, saya ikut sahur teman-teman saya yang muslim. Kebetulan, rumah saya yang dulu dekat dengan masjid dan anak marbot itu teman baik saya. Setelah ikut makan sahur di masjid, matahari bahkan belum muncul, kami jalan bersama-sama ke rentalan PS yang pertama. Yang awalnya cuma dua anak (saya dan teman saya) bisa membengkak sampai 7 atau 8 anak karena saling menghampiri di sepanjang jalan.

Alhasil, rentalan PS yang mungil itu langsung penuh sesak sejak matahari belum nongol. Dan baru bubar menjelang siang karena beberapa teman mau buka puasa. Maklum, beberapa masih SD dan mungkin waktu itu baru kuat puasa setengah hari.

Kalau ingatan tentang rentalan PS yang pertama adalah kekonyolan khas bocil, ingatan di rentalan PS yang kedua sudah “lebih nakal”. Sejak SMA, apalagi kuliah, hampir tiap malam selalu ada alkohol yang bisa ditenggak. Ya maklum, salah satu Bulik saya jualan bir sampai sekarang. Hehehe….

Satu hal yang masih saya sesali adalah pernah main pakai duit SPP sekolah. Hasilnya, saya hampir ditempeleng Bapak. Pengalaman yang tidak menyenangkan, tapi bakal selalu diingat sampai akhir hayat.

Rentalan PS berisi banyak kenangan, yang mungkin ingin kita ulangi lagi dan lagi. Sebuah masa di mana kehidupan terasa sederhana. Ketika masalah yang ada cuma mesin yang macet dan perlu dimiringkan biar jalan lagi dan rusaknya memory card.

BACA JUGA Dari Stik Rusak sampai Salahin Wasit, Alasanmu Kalau Kalah Main PES atau FIFA atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno di rubrik BALBALAN.

Exit mobile version