Liverpool ke Final Liga Champions: Ketika AS Roma Tidak Efektif di Muka Gawang Lawan

Roma-vs-Liverpool-MOJOK.CO

MOJOK.COAS Roma punya banyak kesempatan untuk memperpendek agregat atas Liverpool. Sayang, tidak efektif memaksimalkan peluang menghukum mereka.

Liverpool akan menantang Real Madrid di final Liga Champions 2017/2018 pada tanggal 26 Mei mendatang. Meski kalah dengan skor 2-4 pada leg kedua di Stadio Olimpico, The Reds masih unggul agregat 7-6 berkat kemenangan 5-2 pada leg pertama atas AS Roma. Sayang sekali memang, lantaran Roma hanya butuh satu gol lagi untuk membawa pertandingan ini menuju babak perpanjangan waktu.

Meski diwarnai banyak gol, apakah lantas pertandingan leg kedua ini berjalan sengit? Sebenarnya tidak juga.

Tidak efektif adalah definisi permainan tuan rumah. Total, dari 23 percobaan tembakan, hanya enam yang menemui sasaran. Sisanya diperkirakan mengarah ke Satelit Palapa.

Cukup dominan, Roma kembali melakukan kesalahan yang sudah sejak jauh-jauh hari diperingatkan oleh Mojok Institute. Blunder, kesalahan mendasar seperti salah umpan, menghukum Roma. Liverpool mampu mencuri gol terlebih dahulu berkat andil Radja Nainggolan.

Kesalahan umpannya di lini tengah berujung kepada serangan balik kilat yang diinisiasi Roberto Firmino. Bobby, sapaan akrab Firmino, melihat Mane berlari bebas dari sayap kiri dan langsung mengirimkan umpan kepada pemain asal Senegal tersebut. Tidak terkawal, Mane menambah jumlah golnya di Liga Champions musim ini menjadi sembilan.

Lewat gol tersebut, trio Salah-Firmino-Mane telah mengoleksi total 29 gol di Liga Champions dan resmi menggeser trio BBC (Bale-Benzema-Cristiano) sebagai trio tertajam Liga Champions dalam satu musim.

Roma merespons gol tersebut dengan terus menggempur pertahanan Liverpool. Hasilnya langsung terlihat di menit ke-16. Sundulan Stephan El Shaarawy yang memanfaatkan umpan Alessandro Florenzi coba diselamatkan Dejan Lovren. Sayang, sepakan keras Lovren justru mengenai kepala James Milner dan bola meluncur ke gawang sendiri.

Tidak ada yang bisa disalahkan dari kejadian ini. Kalau pun mau cari siapa yang salah, kemungkinan yang kena Pak Jokowi lagi.

Georginio Wijnaldum mengembalikan keunggulan Liverpool di menit ke-26 sebelum gol Edin Dzeko di tujuh menit babak kedua berjalan mampu membuat skor kembali imbang 2-2. Setelah gol pemain Bosnia tersebut, permainan kedua tim cenderung membosankan. Permainan berkutat di lapangan tengah dan kedua tim gagal menciptakan peluang yang membahayakan lawan.

Mohamed Salah bahkan melempem sepanjang pertandingan. Sudah dua pertandingan berturut-turut “Si Raja Mesir” gagal mencetak gol atau asis. Padahal, belum lama ini, Salah baru saja menerima satu lagi penghargaan individu, yakni pemain terbaik Liga Inggris versi jurnalis. Semoga ini bukan bentuk dari sifat takabur.

Cengiz Under, Maxime Gonalons, dan Mirko Antonucci sebagai pemain pengganti menjadi harapan Eusebio Di Francesco untuk mengubah keadaan tuan rumah. Tapi ternyata, kembali Nainggolan yang menjawab harapan tersebut melalui sepasang golnya di penghujung pertandingan.

Sayang, pemain berusia 29 tahun itu tidak memiliki cukup waktu untuk membawa Roma memaksakan perpanjangan waktu. Golnya di menit 87 dan 93 hanya mampu mengubah skor menjadi 4-2 dan membuat suporter Roma bermimpi: andai saja sepak bola mempunyai durasi 2 hari 2 malam, pasti waktunya sempat.

Pun Roma sendiri terlalu banyak membuang kesempatan di muka gawang Liverpool. Padahal, Edin Dzeko hampir selalu mememangi duel bola udara di dalam kotak penalti. Memang sayang, cara tersebut tidak bisa dimaksimalkan lantaran Roma kesulitan menguasai kembali lini tengah. Ingat, untuk bisa melepaskan banyak umpan silang dari sisi lapangan, sebuah tim harus mampu menguasi lapangan tengah.

Pada akhirnya, selamat kepada Liverpool. Tolong hentikan ambisi Real Madrid meraih tiga gelar Liga Champions berturut-turut. Tertanda, orang yang masih sakit hati mengingat cara Madrid mengalahkan Juventus.

Exit mobile version