MOJOK.CO – Newcastle United resmi dibeli konsorsium Kerajaan Arab Saudi. Resmi, mereka mengenakan serban berbanderol 400 juta dolar.
Konon, kekayaan taipan Arab Saudi, pemilik Newcastle United, mencapai 13 belas kali kekayaan pemilik Manchester City. Jika City bisa membelanjakan 200 juta paun per musim hanya untuk beli pemain, bisa kamu bayangkan berapa duit yang bisa dibakar Newcastle United.
Mari kita tepikan dulu serunya membayangkan Newcastle United membeli pemain. Lagian, pemain yang sebelumnya kita anggap mahal, bakal terlihat murah di mata taipan baru Liga Inggris ini. Kylian Mbappe 250 juta paun? Murah! Siram pakai duit kurma!
Satu hal yang bakal terjadi adalah kegilaan, terutama harga pemain asli Inggris. klub-klub feeder, yang bisa melepas pemain asli Inggris berkualitas dengan harga mahal, bisa menaikkan banderol lebih tinggi. Bersyukurlah mereka yang punya akademi bagus.
Siapa yang membeli Newcastle United?
Bukan. Bukan negara yang membeli Newcastle United, tapi sebuah konsorsium. Mereka adalah Public Investment Fund (PIF), PCP Capital Partners, dan RB Sports & Media. PIF sendiri menguasai 80 persen saham. Artinya, PIF yang paling berkuasa.
Public Investment Fund (PIF) itu apa?
PIF itu semacam sovereign wealth fund. Artinya, sebuah lembaga yang mengatur dana investasi khusus. Tentu saja ini dana milik pemerintah untuk membeli aset-aset asing demi kepentingan jangka panjang.
Deutsche Bank Research, menjelaskan bahwa sovereign wealth funds atau state investment funds adalah kendaraan finansial yang dimiliki oleh negara yang memiliki, mengelola, atau mengadministrasikan dana publik dan menginvestasikannya ke dalam aset-aset yang lebih luas dan lebih beragam. Robert M Kimmitt mendefinisikan sovereign wealth funds sebagai sekumpulan besar modal yang dikendalikan oleh pemerintah dan diinvestasikan dalam pasar swasta internasional atau kendaraan investasi pemerintah yang didanai dengan aset-aset mata uang asing dan dikelola secara terpisah dari cadangan devisa resmi.
Intinya, PIF mengelola duit minyak beserta tabungan Arab Saudi sejumlah tertentu dan digunakan untuk membeli Newcastle United. Jadi, kalau ada yang bilang Newcastle tidak akan dikuasai negara itu saya meragukannya. Kita tahu gimana berkuasanya Pak Salman ditambah aturan FFP itu cuma kentut belaka di hadapan duit kurma (baca: Timur Tengah).
Otoritas Liga Inggris bisa apa?
Jujur saja, Liga Inggris tidak bisa berbuat banyak. Lagian, mau ngapain? Mencegah? Jelas tidak bisa. Liga Inggris tidak bisa mencegah PIF membeli Newcastle United dari Mike Ashley. Coba saja Liga Inggris mencegah, kantornya bisa dibakar fans Newcastle yang sudah jengah sama Mike Ashley.
Perlu ditegaskan bahwa proses pembelian ini sudah selesai. Pihak kerajaan Arab Saudi juga sudah mau tanda tangan di atas materai, yang menegaskan bahwa mereka tidak akan mengontrol Newcastle United. Pihak yang berkuasa adalah PIF. Siapa yang punya PIF? Ya Pak Salman sendiri, Raja Arab Saudi itu.
Jadi, kini, bisa dipastikan bahwa kuda laut Newcastle United sudah resmi memakai kaffiyeh, serban khas Arab Saudi. Tak sembarang serban, tapi penutup kepala senilai 400 juta dolar.
Ada uang, abang disayang
Dulu, ketika sebuah klub bisa mendobrak kemapanan dan menjadi juara, kisah mereka disebut “kisah Cinderella”. Sebuah pencapaian bak dongeng pengantar tidur. Terlalu manis untuk terjadi. Namun, meski dianggap dongeng, kisah tersebut bisa saja terjadi.
Leicester City, misalnya. Menjadi juara dengan mendobrak kemapanan enam besar Liga Inggris. Bekal mereka adalah aktivitas transfer cerdas; beli pemain bagus dengan harga murah, dikombinasikan cara bermain yang hampir tanpa cela. Pemain semenjana jadi bagus hasil dari lingkungan yang mendukung.
Kini, probabilitas klub kecil bisa mendobrak kemapanan makin kecil. Bukan dongeng lagi, tapi mitos. Sekarang, kalimat ini yang akan semakin mendominasi: “Ada uang, abang disayang. Tak ada uang, abang ditendang.”
Coba pembaca cek aktivitas transfer West Ham United, Aston Villa, dan Leicester City. Musim lalu, tiga klub ini sukses mengganggu dominasi klub tradisional Liga Inggris. Keberhasilan ketiga klub ini, salah satunya, dibangun oleh kekuatan uang untuk membeli pemain bagus.
Saat ini, ketiganya masih bisa mengimbangi pengeluaran dengan penjualan pemain. Kebetulan, ketiga klub ini masih termasuk selling club. Ah, zaman sekarang, saya rasa semua klub adalah selling club. Asal duitnya cocok, tidak ada pemain di muka bumi ini yang tidak bisa ditawar.
Sebaliknya, Newcastle United di zaman Mike Ashley, prestasinya ya “gitu-gitu aja”. Antara penghuni papan bawah atau degradasi. Kebijakan ekonomi mereka tak sebagus West Ham, Aston Villa, dan Leicester. Kini, situasinya bisa berubah.
Banyak yang beranggapan bahwa Newcastle United akan kesulitan membeli pemain. Apalagi kalau pelatihnya masih Steve Bruce. Saya tidak sependapat. Imajinasi, ditambah dana tanpa batas, dan kekuatan negara untuk mendobrak kentut FFP, membuat segalanya bisa terjadi dalam waktu dekat.
Jika dana operasional dari Arab Saudi sudah turun, ditambah restrukturisasi manajemen selesai, Newcastle bisa menjadi kekuatan baru musim depan. Saat ini, daya tarik bermain di Liga Champions memang besar, tapi tidak seseksi dulu. Uang mengubah segalanya.
Jika Newcastle United bisa mendapatkan pelatih bagus ditambah manajemen yang menjanjikan, daya tarik mereka akan meningkat pesat. Banyak pemain bagus di Liga Inggris yang tidak bermain di Liga Champions. Jika geser ke Liga Spanyol dan Liga Jerman, banyak pemain potensial yang bisa dijaring Newcastle.
Ada satu kondisi yang bakal menguntungkan Newcastle musim depan. Kondisi yang saya maksud kayak gini:
Saat ini, banyak pemain muda, di rentang usia 19 sampai 21 yang sudah bisa dikatakan matang. Banyak dari mereka yang belum punya ambisi memenangi Liga Champions. Silakan cari daftar pemain potensial yang dirilis The Guardian. Barisan pemain muda yang sudah hampir matang ini sumber daya buat Si Kuda Laut.
Berapa harga pemain muda ini? Saya rasa, rata-rata market value mereka tidak ada yang menembus 40 juta paun. Mengingat besarnya kekayaan PIF dan Kerajaan Arab Saudi, harga 40 juta paun itu standar harga sekarang. Pemain baru dianggap mahal jika tembus 70 juta paun. Sebuah keniscayaan, you know….
Oleh sebab itu, seperti yang saya singgung di awal, klub yang akan bisa bertahan di tengah kegilaan adalah mereka yang punya akademi bagus. Sebenarnya tidak cukup dengan dikatakan bagus, tapi klub tersebut berani memainkan pemain akademinya. Bukan lantas hobi meminjamkan mereka lalu melepasnya begitu saja.
Lonjakan harga pemain sudah jelas bakal terjadi. 10 besar Liga Inggris bakal jadi pertarungan panas dan berat. Siapa yang tak punya uang, siap-siap ditendang. Kalau punya uang, baru abang bisa disayang.
BACA JUGA Menghitung Kekayaan Mathieu Flamini, Pemain Sepakbola Terkaya di Dunia dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.