MOJOK.CO – Nama Davide Astori disebut dalam lagu elegi. Jasadnya memang telah pergi, namun wangi hati tetap akan lestari.
“Pukul setengah tiga dini hari, ketika ketel untuk menjerang air mulai bersiul. Air sudah mendidih, panas paripurna. Kopi dan susu sudah berpadu di dalam cangkir keramik berwarna krem, ukurannya pas, untuk sebuah minuman tanpa gula. Kopi dan susu berpusing bersama air yang kutuang. Melarutkan kenangan tentang seorang petualang.”
Ia disebut Davide Astori, dan inilah nyanyi elegi dengan namanya yang wangi seperti kesturi.
Laki-laki berusia 31 tahun itu meninggalkan dunia ketika tidur di atas dipan. Menjelang sebuah pertandingan, di mana dirinya menjadi kapten dan panutan.
Davide Astori bukan pemain bintang. Wajahnya tidak dipajang di atas papan iklan yang bermandi lampu. Ia pemain semenjana, biasa saja, tenggelam di tengah pusaran berita soal derbi Milan. Ia memang pemain biasa, kariernya tak istimewa.
Astori lahir di San Giovanni, di sebuah negara yang juga disebut Italia. Mengenal sepak bola bersama akademi Pontisola, kini menjabat sebagai kapten untuk Fiorentina. Ia pernah berseragam Milan, tepatnya bersama tim primavera. Tak lama, ia dipinang klub bernama Cagliari yang berada di sebuah wilayah disebut Sardinia.
Bersama Cagliari, Astori menjalani debut profesional, melawan Siena ketika menginjak usia dua puluhan.
Kepada Cagliari, Astori jatuh hati. Dengan tegas ia tolak pinangan Spartak Moscow meski dirinya ditawar begitu tinggi. Ia ingin bertahan, bermain di daerah bernama Sardinia, mencapai impian yang memang ia angankan. Namun begitulah cinta, pada titik tertentu hanya ada perpisahan dan rasa haru semata. Ia dipinang AS Roma, klub favorit Puthut EA.
Dengan model pinjaman satu musim saja, Astori bermain untuk klub ibu kota. Tak banyak menit yang ia kumpulkan, tapi namanya semakin dikenal.
Dirinya adalah model bek Italia yang bisa diandalkan, disiplin menjaga lini pertahanan. Tinggi badannya mencapai 181 sentimeter, membuatnya jago duel sundulan, pun cukup cepat untuk berlari jarak pendek beberapa meter. Astori juga cerminan bek cerdas, bisa bermain dalam ragam taktik dan tuntas menjalankan tugas.
Meski memang kariernya tak cemerlang, sebagai pribadi, Astori layak dikenang.
Ucapan duka mengalir deras ketika berita kematiannya menyebar begitu luas. Kiper Si Nyonya Tua Juventus, Gianluigi, menyusun kalimat ucapan bela sungkawa yang menohok ulu hati.
Buffon menggambarkan Astori sebagai seorang persona yang baik hati. Sangat baik hati, ia mengulang kalimatnya. Apalagi belum lama ini Astori baru saja dianugerahi seorang puteri, yang bersama sang isteri, bakal kesepian karena ditinggal mati. Ditinggal kepala keluarga, di depan mata keduanya, dunia seperti gulap gelita.
Andrea Pirlo dipaksa kehilangan kata-kata ketika berita kematian ini menyapa. Keduanya pernah berseragam Milan, dan punya banyak tabungan kenangan ketika memperkuat tim nasional Italia. Pirlo berkata bahwa, “Yang terbaik selalu pergi mendahului.” Seharum itulah nama Davide Astori.
Antonio Conte, pelatih Chelsea, terlihat sangat terpukul dengan kabar berpulangnya mantan anak asuhnya di timnas Italia. Bagi Conte, kematian Astori adalah sebuah tragedi. Sebuah kabar yang membuatnya sangat bersedih meski tetap harus bisa bersabar. Seperti Pirlo, mantan pelatih Juventus itu kehilangan kata-kata.
Tak hanya Pirlo dan Conte, pangeran Roma, Francesco Totti pun kehialangan kata-kata. Diamini oleh Vincenzo Montella, berita kepergian ini memberinya rasa sakit yang tak bisa digambarkan menggunakan rangkaian kalimat.
Karier Astori memang tak gemerlap. Ia sosok yang membumi, uang banyak tak membuatnya silap. Kariernya memang tak sundul langit, namun kepribadiannya jauh dari rasa pahit.
Seperti kata Ben dalam Filosofi Kopi: “Setiap yang punya rasa, pasti punya nyawa!” Demikian juga dengan nama Astori yang tak bercela.
Rasa kebaikan hatinya yang akan dirindukan, bukan raihan tropi atau gelar pemain terbaik yang akan dimuliakan. Kebaikan punya nyawa, ia berkembang, dan bahkan menular. Lalu, kebaikan akan bersemayam, menginspirasi banyak orang.
Namanya disebut dalam lagu elegi. Jasadnya memang telah pergi, namun wangi hati tetap akan lestari.