MOJOK.CO – Keteguhan menekan ego dan memberi jalan bagi era baru membuat Aubameyang dan Henry adalah pemimpin yang baik. Dua legenda Arsenal yang menginspirasi banyak orang.
Jenderal perang, paling tidak punya dua tugas penting. Pertama, memimpin serangan dari garis depan. Menginspirasi dengan keberanian dan totalitas untuk negara. Kedua, menjaga garis belakang ketika pasukannya mundur. Menjadi orang terakhir yang meninggalkan medan perang ketika pasukanya mundur.
Di antara dua tugas besar itu, ada satu tugas seorang jenderal yang sering dilupakan, yaitu berkorban. Bukan hanya soal berkorban nyawa, tetapi berkorban waktu dan tempat. Terutama ketika ada satu komandan muda yang kariernya sangat cemerlang. Jenderal harus memberinya tempat untuk berkembang. Untuk kemudian menjadi penerusnya kelak.
Kalau membaca manga Kingdom, kamu akan menemukan Jenderal Ouki “menginvestasikan” waktu dan pikirannya untuk Shin, seorang kapten dari 100 pasukan. Jenderal Ouki tahu potensi Shin. Maka ketika Jenderal Ouki gugur di medan laga, dia mewariskan tombak pedang Monstrous Bird itu kepada Shin. Ouki “memberi tempat”. Menyingkir dari medan laga untuk generasi muda. intinya adalah pengorbanan.
Di sepak bola, pengorbanan seperti itu bisa kita lihat dari dua sosok “legenda” Arsenal, Thierry Henry dan Pierre-Emerick Aubameyang. Pengorbanan yang dilakukan dua pemain Arsenal tersebut sebetulnya pengorbanan yang “biasa saja”, yang memang selayaknya dilakukan. Namun, proses berpikir dan bertindak dari Henry dan Aubemayang bukan proses mudah.
Henry meninggalkan Arsenal untuk bergabung dengan Barcelona. Dia datang sebagai “legenda”. Datang di usia 30 tahun, banyak pemain Barcelona memandangnya “begitu tinggi”. Bahkan, seorang Lionel Messi tidak berani menatap mata Henry secara langsung. Banyak yang memandangnya akan menjadi core Barcelona. Namun, kita tahu, era Messi sudah tiba dan semua harus “memberi jalan”.
Satu tahun setelah Henry bergabung, Barcelona menunjuk Pep Guardiola untuk menggantikan Frank Rijkaard. Guardiola membawa ide yang betul-betul baru. Henry bukan hanya berganti role. Henry bahkan harus “belajar sepak bola” lagi di usia 30 tahun. Dan, kamu tahu, dia menyambut kesempatan dan tantangan ini sebagai seorang manusia dewasa.
Kita mengenal istilah fake winger ketika Henry bermain di sisi kiri Barcelona. Bukan false winger seperti ketika bermain untuk Arsenal. false winger memberi kebebasan baginya untuk bergerak di semua ruang. Namun, fake winger “membatasi ruang” bermain Henry di sisi kiri saja. Namun, “membatasi” ini punya tujuan lebih besar.
Di Arsenal saat ini, Aubameyang mengemban tugas yang sama. Mengawali laga di sisi kiri, benar-benar di kiri seperti sayap kiri. Aubameyang tahu bahwa dia harus mengorbankan dirinya untuk Alexandre Lacazette. Aubameyang mengorbankan dirinya demi teman baiknya, demi posisi striker tengah. Padahal kita tahu, di posisi striker tengah itu, potensi besar Aubameyang bisa terlihat.
Namun dia tidak pernah mempermasalahkan tugas ini. Dia kapten yang baik. Pemain asal Gabon itu tetap tahu tanggung jawab dan tugasnya sebagai pemain depan. Meskipun bermain dari sisi kiri, Aubameyang tetap menjadi pencetak gol terbanyak bagi Arsenal. Bermain dengan menekan ego sekuat mungkin bukan situasi yang mudah. Ketika tidak ada kedewasaan di sana, karier Aubameyang tidak akan sepanjang ini bersama Arsenal.
Mantan pelatih Arsenal, Unai Emery, berutang budi selamanya kepada Aubameyang. Kontribusi Aubameyang tidak main-main. Selama September 2019, misalnya, dia selalu mencetak gol di setiap laga. Dan, semua gol yang dicetak Aubameyang punya bobot yang luar biasa berat.
Gol penyama kedudukan ketika melawan Tottenham Hotspur. Dua gol melawan Watford. Gol kemenangan lewat tendangan bebas ketika melawan Aston Villa. Gol penyama kedudukan ketika melawan tim calon degradasi setiap musim, Manchester United. Tanpa gol-gol Aubameyang, hari-hari Arsenal akan diisi dengan mimpi buruk menghindari garis degradasi.
Betapa pentingnya Aubameyang bukan saja terwujud dalam catatan statistik di atas. Keberadaannya sebagai “insan” menjadi titik krusial bagi tim ini, baik di atas lapangan, di ruang ganti, maupun di luar sepak bola. Status kapten yang disandangnya bukan tanpa alasan.
Sven Mislintat, seorang pencari bakat brilian sekaligus direktur olahraga memandang Aubameyang sebagai seorang “team player”. Aubameyang akan mendahulukan tim ketimbang catatan pribadi. Pemain asal Gabon ini tidak ingin menang sendirian. Dia ingin tim menang “secara tim”, bukan hanya karena kontribusi satu orang saja.
“Aubameyang adalah, mungkin satu-satunya, dari jajaran striker top yang betul-betul “team player”. Striker seperti Neymar atau Aguero tidak akan pernah memberikan kesempatan menendang penalti kepada Pepe untuk mencetak gol pertama,” kata Mislintat.
“Aubameyang memberikan kesempatan penalti kepada Pepe. Instingnya seperti berkata, “Mari bikin gol dan maju bersama”. Dia peduli kepada rekan-rekannya. Sejak bergabung ke Arsenal, dia menurut perintah pelatih untuk bermain di mana saja dibutuhkan. Dia juga membantu Lacazette beradaptasi dengan Liga Inggris.”
Menjadi “team player” yang paripurna yang dilakukan Henry. Dia sering melakukan fake run, gerak tipu untuk menarik pemain lawan sehingga rekan di lapangan mendapatkan ruang untuk menggiring atau mengumpan bola.
Henry sering melakukannya demi Andres Iniesta dan Lionel Messi. Dari 10 kali usaha menyerang Barcelona, Henry hanya sempat 2 kali menyentuh bola. Selebihnya, dia memberi “tempat” untuk Iniesta dan Messi. Dua pemain yang menjadi tiang era baru Barcelona.
“Saya jadi teringat dengan masa-masa di Arsenal. Saya menempatkan diri saya seperti Dennis Bergkamp. Dia memberi saya tempat dan kesempatan demi membantu perkembangan saya,” kata Henry ketika wawancara dengan Jamie Carragher. Dia menempatkan dirinya selayaknya sorang leader, sebagai seseorang yang sudah dewasa secara mental.
“Di Barcelona, semua orang tahu pemuda satu ini, Messi, adalah pemain spesial. Jika dia sedang berusaha melakukan sesuatu, kami harus membantunya. Ambisi pribadi harus ditepikan. Sikap ini, pada akhirnya, justru membantu kami secara tim,” kenang Henry.
Guardiola terkesan dengan pengorbanan yang dilakukan Henry dan beberapa pemain senior lainnya. Pemain senior yang berkorban dan memberi tempat kepada era baru untuk berkembang. “Semuanya karena kerendahhatian yang luar biasa. Ini memberi bukti bahwa kami adalah seorang pemimpin.”
Karena kerendahhatian, keteguhan untuk menyingkirkan ego, kemauan untuk berkorban, dan tetap bekerja keras tanpa mengeluh membuat Henry dan Aubameyang adalah inspirasi. Dua orang dewasa yang menjadi inspiasi untuk kamu semua yang kini tengah menjadi pemimpin. Bahwa pada akhirnya, semuanya tentang tim dan memberi jalan kepada era baru.
BACA JUGA Thierry Henry dan Sepatu Putih: Ketika Arsenal Sudah Menang Sebelum Bertanding atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno di rubrik BALBALAN.