Saya tidak habis pikir kalimat Arsene Wenger di atas disebut sebagai kritikan untuk Manchester United setelah membeli Cristiano Ronaldo. Jika kalimat mantan pelatih Arsenal itu dibaca secara utuh, tujuan yang terasa bukan sebuah kritikan. Kalimat tersebut mengandung pujian, sekalius peringatan. Ingat, dua hal itu berbeda dengan kritikan.
Begini kalimat Arsene Wenger yang dia ucapkan di acara BILD LIVE:
“Ini adalah kisah cinta yang pasti kalian ingin lihat lagi. Alasan Cristiano Ronaldo dibeli bukan hanya soal alasan olahraga saja. Sangat terasa emosional. Saya pikir, alasan Manchester United membeli Cristiano Ronaldo tidak 100 persen rasional. Menemukan keseimbangan adalah tantangan besar. Namun, pemain dengan banyak pengalaman pasti bisa mencetak banyak gol.”
Jika membaca kalimat Arsene Wenger di atas, tidak ada terasa niat untuk mengkritik. Jika kita menyimak drama kepindahan Cristiano Ronaldo dari Juventus, Manchester United memang seperti dipaksa untuk mengingkari akal sehat demi mencegah “sebuah tragedi”. Melihat Ronaldo mengenakan seragam Manchester City tentu tidak boleh terjadi.
Pengingkaran akan akal sehat itu terasa jika kita melihat skuat Manchester United. Sebelum Cristiano Ronaldo resmi datang, United sudah membeli Jadon Sancho untuk sisi kiri. Artinya, baik Rashford maupun Martial akan lebih banyak dimainkan sebagai striker atau bermain dari sisi kanan.
Sekilas, lini depan mereka sudah cukup secara amunisi. Setiap posisi ada pemain yang bisa menjadi cover. Namun, demi mencegah tragedi terjadi, Manchester United membeli Cristiano Ronaldo.
Kita sama-sama tahu kalau Cristiano Ronaldo yang sekarang adalah seorang striker. Lebih tepatnya, poacher. Dia adalah penyelesai peluang, bukan striker yang akan banyak terlibat dalam proses bertahan atau membangun serangan. Dia adalah goal getter.
Celakanya, Cristiano Ronaldo adalah poacher yang efisiensinya kebangetan. Belum lama ini, ketika menjadi pencetak gol terbanyak di kancah internasional, Ronaldo membuat gol dari umpan-umpan yang jauh dari kata matang. Dia adalah sosok “monster” yang bisa mengubah derajat umpan biasa menjadi peluang gol.
Artinya, dia akan bermain sebagai striker. Bersaing dengan Edinson Cavani. Keduanya memang bisa bermain bersama. Namun, akan sayang sekali jika harus mengorbankan pemain lain yang bakal lebih maksimal di lini yang berbeda.
Ingat, kedatangan Cristiano Ronaldo sudah memakan korban. Dan James dijual ke Leeds United. Padahal, melihat Ronaldo dan James adu sprint dalam proses serangan balik tentu sangat menyenangkan.
Nah, jika untuk pos striker sudah terisi Cavani dan Ronaldo, tidak ada pilihan lain selain memainkan Martial dan Rashford di sisi lapangan. Sejauh yang kita tahu, tidak ada masalah bagi Rashford. Nicky Butt, pelatih akademi Manchester United pernah mengungkapkan bahwa Rashford pasti mau berkorban untuk tim. Kepribadiannya memang seperti itu.
Martial adalah masalah yang berbeda. Beberapa pelatih Manchester United pernah berusaha memaksimalkan atribut individual Anthony Martial. Dia bagus dengan bola; baik menggiring, mengumpan, maupun menendang ke arah gawang. Kelebihannya adalah superior dalam situasi satu lawan satu. Memainkannya dari sisi kiri merupakan cara memaksimalkan atribut itu.
Namun, Martial justru tidak berkembang. Dia bukan winger modern yang peka akan tanggung jawab untuk bertahan. Suatu kali, Jose Mourinho terlihat marah-marah kepada Martial yang malas melakukan track back lawan. Hasilnya, bek kiri banyak terekspose. Pemain asal Prancis itu memang bukan tipe pekerja yang bisa dipaksa.
Dia harus bermain dengan suasana hati terbaik. Indikasinya, kalau Martial banyak tersenyum, fans United bisa berharap performa terbaik akan terlihat. Dan, Manchester United sudah betul dengan memberikan nomor punggung 9 kepadanya lagi.
Namun, bagaimana dengan posisi? Martial baru saja memutus puasa gol selama lima tahun bersama timnas Prancis. Martial juga bermain cukup baik ketika Manchester United ditahan imbang Wolves. Sebetulnya, Ole Gunnar Solskjaer adalah pelatih yang tepat untuk Martial. Namun, irasionalitas kedatangan Cristiano Ronaldo mengubah semuanya.
Arsene Wenger sudah mengingatkan bahwa menemukan keseimbangan skuat itu pekerjaan yang berat. Entah ini peringatan bagi Manchester United atau sindiran kepada Arsenal, tim yang dia latih selama 22 tahun, karena saat ini skuatnya masih belum seimbang juga.
Satu irasionalitas, biasanya akan menciptakan situasi lain yang agak sulit untuk dinalar. Mungkin bahasa halusnya: diatasi.
Manchester United akan melewati minggu-minggu penuh gairah dan cinta. Melihat Cristiano Ronaldo pulang, menunggu percikan kualitas Jadon Sancho, dan menyaksikan Ole menciptakan keseimbangan.
Yah, ada satu sisi dari kalimat Arsene Wenger yang pasti benar: sepak bola, pada kadar tertentu, memang menjauhkan manusia dari kewarasan. Namun, dari ketidakwarasan itu pula, manusia merasakan sensasi katarsis yang membuat hal lain di dunia ini menjadi tidak ada gunanya.
BACA JUGA Anthony Martial Membantu Manchester United Mengukur Gawang dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.