MOJOK.CO – Gabriel Magalhaes sudah resmi menjadi milik Arsenal. Lantas, apakah bergabungnya Gabriel menjadi lini pertahanan tidak “kacrut” lagi?
Beberapa tahun yang lalu, “lawan” diskusi saya dengan tema Arsenal cuma dua, yaitu Isidorus Rio (kini jurnalis IDN Times) dan Fajar Martha (pemilik akun @indocannon yang kini menghilang entah ke mana). Kenapa cuma 2 saja? Karena terkadang, circle yang kecil memberikan kepuasan lebih ketimbang lingkaran besar tetapi tengahnya kosong.
Dari sekian banyak tema yang kami perdebatkan, terselip satu hal yang sampai sekarang nggak pernah beres, yaitu lini pertahanan. Untuk satu atau dua pertandingan penting, misalnya final Piala FA, lini pertahanan Arsenal bisa bermain begitu stabil. Sayangnya, kestabilan itu hanya terlihat di beberapa pertandingan saja.
Di banyak pertandingan, lini pertahanan Arsenal seperti mentega dipotong pakai pisau panas. Lumer, lembek, sangat mudah ditembus. Oleh sebab itu, yang menjadi ingatan kolektif adalah lini pertahanan Arsenal itu sangat jelek. Box 2 Box, salah satu podcast legendaris itu, mengistilahkannya dengan kata “kacrut”.
Sebuah kata yang saya kira sangat tepat digunakan. Pada kenyataannya memang begitu. Bahkan ketika Mikel Arteta sudah menjadi pelatih, di beberapa pertandingan liga, lini pertahanan The Gunners belum stabil. Maka dari itu, ketika Gabriel Magalhaes resmi diikat, yang menjadi ingatan kolektif, selain fans Arsenal, masih soal kejelekan, yang dibahasakan dengan kata “kacrut” itu tadi.
Untuk keperluan “konten”, Box 2 Box menggunakan kalimat seperti ini: “Dengan hadirnya Gabriel, Arsenal kini punya DELAPAN bek tengah. Keterlaluan kalo defense mereka masih kacrut juga musim ini.”
Kita tahu kalau kalimat itu cuma “pemantik” saja untuk perkara konten. Nggak mungkin juga Arsenal main dengan delapan bek tengah, termasuk Gabriel Magalhaes di dalamnya. Nanti jatuhnya kayak prajurit Sparta yang menyerang sambil bertahan dari gempuran pasukan Persia.
Gabriel Magalhaes hanya “satu orang”
Kira-kira 10 hari yang lalu, rumor bergabungnya Gabriel Magalhaes semakin kencang terdengar. Bek tengah asal Brasil itu dikabarkan sudah mantap memilih Arsenal ketimbang Napoli, apalagi Manchester United. Sejak saat itu, ekspektasi kepada dirinya naik dengan pesat. Salah satunya adalah potensi melihat duet William Saliba dan Gabriel Magalhaes.
Namun, baik Saliba atau Gabriel itu hanya “satu orang” saja. Maksudnya, bergabungnya mereka tidak serta-merta membuat lini pertahanan Arsenal menjadi “tidak kacrut”. Box 2 Box memang misleading dengan menegaskan jumlah alih-alih kualitas, tetapi karena untuk keperluan konten, bisa dipahami.
Yang perlu saya tekankan, untuk kesekian kali adalah, baik Saliba maupun Gabriel Magalhaes masih begitu muda, 19 dan 22 tahun. Keduanya masih akan membuat kesalahan, blunder, dan menghadirkan kekecewaan. Bahkan tidak bisa juga dikatakan kalau lini pertahanan The Gunners akan langsung tidak “kacrut”.
Tugas fans adalah memberi waktu untuk Saliba dan Gabriel, menahan segalan makian di dalam diri sendiri. Karena hal-hal indah selalu butuh waktu. Ahh…fans Arsenal, khususnya followers @arsenalskitchen, seharusnya sudah sangat tahu hal ini. Nggak tahu kalau followers akun Arsenal lain. Hehehe….
…kembali ke Box 2 Box dan kacrut….
Pada mulanya adalah soal sistem. Di laga-laga dengan sistem satu pertandingan, semifinal dan final Piala FA, lini pertahanan Arsenal terlihat stabil. Mengapa begitu? Sudah sejak dulu, Arsenal memang lebih bagus ketika bermain dengan corak counter-based, bukan possession-based.
Sejak zaman keemasan, zaman 49 laga tak terkalahkan, pertahanan stabil dengan kombinasi serangan balik tajam adalah kekuatan besar. Komposisi pemain sangat mendukung. Perlu dicatat, serangan balik tidak hanya soal bola lambung dan pemain adu sprint. Serangan balik juga bisa diwujudkan dengan progresi bola dari bawah, build from the back, dengan aliran bola lebih cepat. Gol-gol Arsenal di semifinal dan final Piala FA adalah contoh bagus.
Untuk sistem tiga bek tengah yang berfungsi dengan baik, Gabriel Magalhaes bisa digunakan di pos bek tengah sebelah kiri. Memang bukan kebetulan ketika Mikel Arteta ingin dibelikan bek tengah berkaki kiri. Dengan begitu, Kieran Tierney bisa dikembalikan ke pos bek sayap kiri. Meski, pada titik tertentu, menggunakan Tierney sebagai bek tengah itu paling ideal. Untuk soal ini, izinkan saya membahasnya di lain waktu.
Nah, bagaimana bila Arsenal bertemu lawan yang bermain dengan sistem low block? Ini jenis lawan yang selalu bikin sulit hidup The Gunners. Koordinasi antarlini yang juga tidak stabil membuat Arsenal sangat rentan dengan serangan balik. Apalagi ketika tim tidak punya solusi untuk lawan yang bertahan begitu dalam.
Berubah menggunakan sistem dua bek tengah dalam skema 4-3-3 pun bukan jawaban tunggal. Memang, Arsenal akan punya lebih banyak pemain di lapangan tengah. Namun, sekali lagi, sepak bola bukan hanya soal banyak-banyakan pemain di satu segmen. Perlu koordinasi, pergerakan, dan pemosisian pemain yang kontinu bagusnya karena tiga hal itu satu rangkaian.
Bagaimana jika kelak Arsenal terjebak dalam serangan balik lawan ketika Gabriel Magalhaes bermain? Memang, Gabriel punya kecepatan dan akselerasi yang baik. Kecepatan berpikir untuk menutup kanal-kanal berbahaya juga termasuk kelas satu. Nah, pada titik ini, kita tidak boleh lupa petuah Franco Baresi.
Franco Baresi pernah berkata: “Jarak pemain, di dalam sebuah tim yang terorganisir dan kompak, tidak pernah lebih dari 10 sampai 15 meter satu sama lain. Ketika lawan menguasai bola, para pemain menekan dengan garis pertahanan tinggi sebagai sebuah tim.”
Paolo Maldini bakal terlihat medioker ketika dia bertahan sendirian di sebuah wilayah yang terlalu luas. Ide dasar bertahan sebagai sebuah tim adalah: bertahan dalam ruang yang sempit, menyerang dengan ruang selebar mungkin. Oleh sebab itu, mau pemain cepat atau lambat tidak akan terekspose. Secepat apa pun pemain berlari, laju bola akan selalu lebih cepat.
Gabriel Magalhaes, mungkin akan terlihat begitu jago ketika bertahan dalam ruang sempit. Sebaliknya, mau Gabriel, bahkan Paolo Maldini, akan kesusahan ketika bertahan di ruang yang terlalu lebar. Pada momen inilah Gabriel akan terlihat “medioker”. Dia bukan The Flash, yang bisa bergerak begitu cepat. Dia butuh sebuah struktur yang terorganisasi dengan baik.
Ketika kondisi ideal itu tercapai, baru kita bisa “membantah” konten Box 2 Box, bahwa lini belakang Arsenal tidak “kacrut” lagi. Setelah itu, pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Sejauh mana Arsenal bisa konsisten? Karena konsisten adalah yang dasar, kekuatan utama untuk sebuah tim menuju tangga juara.
Satu hal terpenting adalah Gabriel sudah jadi bagian dari keluarga besar Arsenal. Di dalam keluarga pun kekecewaan akan selalu tumbuh. Ketika kekecewaan itu datang, sudah tugas fans untuk membantu Gabriel Magalhaes bangkit. Karena pada ujungnya, ketika naik level, yang bahagia bukan pelatih dan pemain saja, tetapi kita, fans, yang bisa begitu beracun ini.
BACA JUGA Arsenal Mengembalikan Khitah Lewat Pablo Mari, Cedric Soares, dan Ainsley Maitland-Niles atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.