Hidup dengan Pola Asuh Orang Tua Indonesia yang Kadang Out of the Box

Abu

MOJOK.CO Orang tua Indonesia itu hobinya nakut-nakutin. Kadang, bukan cuma nakut-nakutin pakai setan, mereka practically akan nakut-nakutin pakai apa saja, termasuk…

Waktu SMA, saya suka banget nonton serial televisi Lizzie McGuire. Selain karena di sana ada Hilary Duff, ceritanya pun terasa sangat natural dan tidak dibuat-buat. Tapi ada satu hal yang mengganjal: Kenapa ibu-ibu dan bapak-bapak di serial luar negeri sangat berbeda dengan ibu-ibu dan bapak-bapak di kehidupan nyata, ya?

Atau—harus saya bilang—berbeda dengan kebiasaan pola asuh orang tua Indonesia?

Maksud saya, coba ingat-ingat: Kayaknya nggak ada, tuh, adegan Lizzie dibangunin ke sekolah sambil diteriakin, “Ini udah jam 7! Anak perawan kok jam segini belum bangun!” padahal masih jam setengah 5  subuh. Nggak ada juga adegan Lizzie kepeleset di rumah, terus bapaknya malah mukul lantai sambil bilang, “Uh, nakal ya kamu, bikin Lizzie jatuh!”

Saya merasa orang tua Lizzie adalah wujud dari apa yang tak pernah bapak dan ibu saya—atau hampir seluruh orang tua Indonesia—lakukan. Alih-alih menanyai pendapat saya soal kesepakatan memasang tempat sampah yang dipisah berdasarkan sampah organik dan anorganik, misalnya—seperti yang ibu Lizzie lakukan—orang tua saya akan lebih memilih untuk mendatangi saya yang sedang main hape, sambil berkata,

“Hapean terus! Nyapu coba, atau beres-beres rumah. Belajar jadi perempuan rajin gitu, loh.”

Nasihatnya, sih, masuk akal. Tapi saya benar-benar jadi heran: Kenapa, sih, bapak dan ibu saya—mungkin juga orang tua Indonesia lainnya—hobi banget nyuruh saya untuk “belajar” jadi perempuan lewat aktivitas nyapu dan beres-beres rumah??? Apakah kalau saya nggak nyapu berarti saya belum jadi perempuan???

Pada keadaan yang lebih menyebalkan, saya sebenarnya sudah melakukan apa yang mereka harap saya lakukan. Saya menyapu rumah. Mencuci piring. Kasih makan ikan. Ngepel. Nyiramin tanaman—semua, lah, pokoknya.

Sayangnya, biasanya hal-hal ini justru saya lakukan saat tidak diawasi bapak dan ibu. Makanya, saya kesal sekali tiap bapak dan ibu saya menyuruh saya untuk “belajar” nyapu. Ha dikira saya nggak bisa nyapu, gitu?! Ya emang nggak bisa, sih.

Audian Lalili, redaktur Mojok yang lulusan Psikologi itu, pernah menguak rahasia kenapa kita lebih rajin saat nggak ada orang tua di rumah. Katanya, ini semua karena pada dasarnya kita pengin jadi manusia yang merdeka, yang punya inisiatif sendiri. Dengan kata lain, kita nggak ingin jadi manusia yang bisa disuruh-suruh kayak robot, yang dengan seenaknya dipencet bisa bergerak sesuai perintah.

Nah, nah, nah, itu bener banget!!!1!!!1!

Keanehan pola asuh orang tua Indonesia lainnya masih bisa dibuat daftar. Saya nggak tahu apakah hal yang sama dilakukan juga oleh orang tua di Ukraina atau Zimbabwe, tapi yang jelas kebanyakan orang tua Indonesia menganggap bahwa…

…IPA adalah pilihan jurusan yang paling tepat bagi anak-anaknya di SMA.

Saya pernah bercita-cita masuk jurusan Bahasa. Tapi, coba tebak, di detik terakhir, saya menuliskan IPA sebagai pilihan pertama hanya karena orang tua saya ingin punya anak yang ngambil jurusan IPA.

Saya menyesal? Tidak juga. Tapi kalau “gemes”, iya.

Tenang saja, saya masih percaya dan mendengar kata-kata orang tua, kok. Takut kualat. Ya gimana lagi; sejak saya kecil, bapak dan ibu saya—sebagaimana orang tua Indonesia lainnya—kerap menemani dan menjadi “radar setan” yang terbaik.

Hah, apa maksudnya?

Kalau saya bandel sedikit aja, mereka pasti berkata kurang lebih begini, “Ya udah terserah, Mama tinggal nih, ya? Biar nanti kamu ketemu setan. Hiiiii!” atau, “Jangan ke sana. Di sini aja. Duduk yang manis! Di sana itu ada setannya, nanti kamu diculik. Hiiii!”

Gimana, sungguh sangat “orang tua Indonesia”, kan, ancamannya? Kadang, bukan cuma nakut-nakutin pakai setan, mereka practically akan nakut-nakutin pakai apa saja. Sebagai contoh, pernah ada seorang anak kecil disuapi makan di pinggir jalan oleh ibunya. Tak jauh, ada sebuah operasi lalu lintas alias tilangan sedang berlangsung, yang menunjukkan keadaan sedang ramai dengan banyak polisi.

Tahu apa yang si ibu katakan pada anaknya yang nggak mau makan? Nih:

“Ini cepet dihabisin. Nanti kalau nggak habis, dimarahin Pak Polisi, loh!”

Monmaap nih Bu, tapi apa sih hubungannya antara polisi dan makanan anak ibu??? Atas dasar urgensi apa si polisi jadi harus bertanggung jawab pada porsi makan anak yang bahkan nggak dia kenal???

Saya curiga, banyaknya orang yang kabur dan putar balik tiap ada tilangan itu jangan-jangan dampak dari kebiasaan aneh orang tua Indonesia tadi. Malah, bisa jadi, yang putar balik itu bukan karena nggak bawa SIM, melainkan karena tadi habis makan dan makanannya nggak habis!

Kelakuan orang tua Indonesia memang bikin kepala goyang-goyang. Saya yakin, Lizzie McGuire nggak bisa merasakan dahsyatnya ujian hidup lewat orang tua yang keponya tingkat advanced ini.

Lah gimana lagi? Lizzie McGuire jomblo aja masih bisa hidup tenang di rumahnya. Lah kalau sama orang tua Indonesia, anak yang belum nikah berasa jadi salaaah banget. Malah, kayaknya, kalau bisa, mereka bakal mengajak anaknya ke dekat kantor polisi dan mengancam si anak,

“Kamu nikah sekarang juga atau Mama masuk ke kantor polisi, terus lapor, biar kamu dimarahin Pak Polisi!”

BACA JUGA Anak Bertanya, Bapak Menjawab

Exit mobile version