Menkominfo Minta Milenial Kenal Kemajuan Digital Indonesia? Hellow, Give It a Rest!

menkominfo milenial MOJOK.CO

MOJOK.COMenkominfo Minta Milenial Kenal Kemajuan Digital Indonesia? Hellow, Give It a Rest! Sudahlah, Pak. Kok ya lebih menyenangkan kalau Bapak memperbaiki kecepatan internet seluler Indonesia.

Sebetulnya saya mau bilang gini: “Shut the front door!”

Tapi, kok kayaknya Pak Menkominfo nggak relate sama ungkapan kekesalan yang diplesetkan itu. Ya udah, saya ganti jadi: “Shut the fuck up!” Ehh maaf kok kasar banget. Tapi ya udah, udah terlanjur ketulis.

Pak Menkominfo, give it a rest. Sudahlah. Nggak perlu dipaksakan kalau Bapak memang nggak memahami gimana milenial berpikir. “Para milenial kita ini, perlu terus diberikan informasi negaranya itu seperti apa. Kebetulan hari ini terkait dengan pariwisata dan telekomunikasi,” kata Bapak saat menghadiri Indonesia Millenial Summit 2020.

“Kita memberikan gambaran, ini loh, potret bangsa dan negaranya yang sudah menjadi bangsa yang sangat besar karena mempunyai infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang hebat,” ujarnya dalam yang diselenggarakan oleh IDN Times itu.

Pak Menkominfo, percaya saya. Milenial sudah tahu, atau bahkan malah lebih tahu, atau malah makin skeptis sama Bapak. Saya berusaha untuk percaya dengan kata-kata Bapak kalau Indonesia sudah punya “infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang hebat”. Ya minimal biar nggak dibilang nggak nasionalis.

Tapi, Pak, seiring “infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang hebat”, apa kabar kecepatan internet seluler Indonesia? Tahun lalu, Indonesia menduduki peringkat 10 dari 10 negara di Asia Tenggara untuk kecepatan internet selulernya. Juru kunci. Paling lambat. Ini kalau di klasemen liga sepak bola, Indonesia udah degradasi, Pak.

Kecepatan rata-rata internet seluler Asia Tenggara itu 21,82 Mbps. Indonesia, sebagai juru kunci, punya kecepatan download 10,62 Mbps dan upload sebesar 8,35 Mbps. Lalu, out of nowhere, Bapak Menkominfo bilang: “infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang hebat”. Mau percaya kok sulit, mau nggak percaya nanti dibilang nggak nasionalis.

Berapa jumlah pengguna internet seluler di Indonesia? Berdasarkan data dari kementrian Bapak Menkominfo sendiri, per 30 April 2018, pengguna internet seluler mencapai 254.792.159 pelanggan. Saya yakin di 2020, jumlah pelanggan prabayar masing-masing operator lebih tinggi lagi. Ini baru prabayar, Pak, belum pascabayar, dan yang sudah registrasi.

Ini baru hal dasar dari internetan, Pak. Baru soal kecepatan. Saya tahu, Pak, di sini kinerja operator juga berpengaruh. Namun, soal kinerja operator juga berada dalam pengawasan Menkominfo, bukan? Masak ya nggak terkontrol.

Well, itu baru soal kecepatan, saya belum mulai ngebahas yang lagi ramai: Netflix!

“Kita minta Netflix original jangan dulu lah di Indonesia. Gunakan dulu hasil kreativitas anak Indonesia sendiri dulu. Kalau bisa,” kata Bapak Menkominfo seperti dikutip CNBC.

Pak, dengan segala kerendahan hati, meski masih diblokir sama Telkom, Netflix udah ngasih jatah kuota untuk “kreativitas anak Indonesia”. Timo Tjahjanto bikin The Night Comes for Us dan tayang di 2018. Judulnya memang pakai Bahasa Inggris, Pak. Tapi, tolong cek di Google, ini film hasil “kreativitas anak Indonesia”. Btw, Bapak tahu Google, kan?

Niatnya mau peduli, tapi Pak Menkominfo malah kelihatan nggak paham sama cara kerja Netflix dan dunia digital dunia saat ini. Jangan bilang kalau solusi memperbaiki “akhlak bangsa” itu cuma blokir saja, lho.

Belum selesai soal Netflix orisinal, Menkominfo malah mau pantau so called “konten negatif Netflix” pakai UU ITE. UU yang serba karet dan lebih banyak disalahgunakan itu.

“Terkait permintaan YLKI, kami perlu mendapatkan film mana atau drama dan seri mana yang persis mengandung muatan-muatan yang dilarang karena pasti tidak seluruhnya. Artinya, dari seluruh aplikasi Netflix tersebut mungkin hanya satu atau dua scene yang mengandung pornografi,” kata Plt Kepala Biro Humas Ferdinandus Setu.

Udah 2020, masih takut banget sama “konten pornografi”. Tahukah, Bapak, kalau Netflix sudah sejak lama menyediakan parental control. Jadi, Bapak bisa mengontrol konten-konten apa saja di Netflix. Ada PIN khusus yang bisa dimodifikasi demi keamanan. Jadi, jangan satu arah dengan menodong Netflix pakai UU ITE, tapi edukasi juga orang tua dan para pengguna.

Masak, sih, pejabat Menkominfo nggak tahu parental control? Jangan khawatir, Pak, saya memilih untuk berbaik sangka. Bapak Menkominfo pasti tahu, tapi lupa saja. Kan lupa itu manusiawi.

Yang pasti, fasilitas parental control itu salah satu produk dinamika dunia digital. Yang pasti juga, milenial malah sudah memahaminya. Jadi, mending, Pak. Ini saran saja. Perbaiki kecepatan internet seluler saja. Dan satu lagi, blokir itu nggak milenial banget. Bukan solusi untuk so called “demi akhlak bangsa”.

BACA JUGA Komentar Terkini Johnny G. Plate Makin Meyakinkan Bahwa Dia Nggak Paham Konsep Netflix atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version