Lewat uneg-unegku yang ini, aku sangat berharap penuh. Setidaknya ada satu kawan sekampungku yang iseng (atau memang suka berselancar di situs mojok.co) dan menemukan tulisan ini lalu membaca sekaligus meresapinya dalam-dalam.
Sebagai anak daerah yang kuliah di kota, tentu banyak drama yang harus aku hadapi. Mulai dari home sick, culture shock, lidah syok, dan lain-lain. Tapi sebenarnya yang paling bikin syok adalah kawan-kawan kampungku berikut asumsi-asumsi guoblok polllnya.
Suatu ketika, ada chat masuk dari kawan sekampungku. Semua percakapan yang judulnya rindu kawan lama itu tiba-tiba jadi njengkeli ketika dia berkata, “Aku takutnya kau jual diri aja di sana”. Jujur aku ya bingung mau jawab apa.
Nggak pernah juga aku mikir kok ya ada orang bisa mikir sekaligus ngomong kaya gitu. Dulu juga aku pernah ditanya sama kawan sekampungku yang lain, “Kau ngerokok gak di sana?”
Karena dia pernah dengar di kota perempuan merokok bukanlah sesuatu yang tabu. Ya waktu itu aku masih bisa jawab, “Dari pada kupake uangku untuk ngerokok, bagus aku beli nasi.”
Untuk kawan kampungku, janganlah punya asumsi yang norak abis!
Maksudku esensi dari pertanyaanmu itu ya apa? Memang murni kepedulian atau bagaimana? Kok ya bisa orang berpendidikan ngomong begitu. Mau tinggal di manapun ya tergantung orangnya.
Nggak ya ujuk-ujuk aku tinggal di Kamboja terus langsung jadi bandar judi, kan ya enggak. Mbok ya mikir, jangan apa-apa punya asumsi yang norak abis. Nanya juga pake etika.
Akhirnya percakapan tersebut berakhir dengan aku meng-screenshoot seluruh bukti transfer mingguan dari bapakku beserta bukti transfer gaji dari beberapa freelance-ku. Aku mengirimnya pada kawan kampungku itu. Sesungguhnya demi apapun aku merasa sangat tidak perlu (dan tentu saja malu) untuk jelasin yang begitu-begitu.
Setidaknya bisa mengumpat dalam hati, “Blok baca ini, selagi bapakku masih ngirimi dan aku bisa ngehasilin duit sendiri, ngapain jual diri!”
Anehnya ya, bahkan se-gak punya duitnya aku gak pernah sekali pun mikir mau jadi begitu, ingin rasanya aku bertanya “Apa kau yang kek gitu? Kok kau tuduh pulak orang lain yang kek gitu.”
Tapi alih-alih maki-maki kawanku tersebut, kini aku lebih memilih untuk nggak mau berurusan sama chat-chat gak penting itu lagi.
Melisa Nofem Pekanbaru, Riau melisanofem123@gmail.com
BACA JUGA Teman yang Tuman Datang Terlamba dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini.