YOLO Sekarang, Menangis Kemudian: Anak Muda Tanpa Privilese Jangan Coba-coba Gaya Hidup Ini!

YOLO Sekarang, Menangis Kemudian: Anak Muda Tanpa Privilese Jangan Coba-coba Gaya Hidup Ini! Mojok.co

YOLO Sekarang, Menangis Kemudian: Anak Muda Tanpa Privilese Jangan Coba-coba Gaya Hidup Ini! (unsplash.com)

YOLO atau You Only Live Once, sebuah ungkapan yang populer di kalangan anak muda saat kini. Maknanya kurang lebih, hidup hanya sekali, jadi jangan sampai ada penyesalan sama sekali. Bahkan, belakangan ini, YOLO menjelma menjadi gaya hidup yang diamini oleh banyak anak muda. 

Biasanya, penganut YOLO hidup tanpa perhitungan dan perencanaan yang matang dari sisi apapun, termasuk finansial. Itu mengapa mereka berperilaku lebih konsumtif, impulsif, dan boros. Bahkan, banyak dari mereka nggak memiliki tabungan. Kesannya, penganut YOLO menjalani hidup secara ugal-ugalan. 

Padahal, nilai-nilai YOLO sebenarnya nggak melulu keliru lho. Dalam situasi-situasi tertentu, terkadang kita memang perlu nekat saja seperti kebanyakan penganut YOLO. Apalagi pada situasi-situasi yang sudah tidak bisa diharapkan atau peluangnya kecil.

Akan tetapi, terkait finansial, saya rasa terlalu berisiko kalau hidup ini dijalani tanpa perencanaan sama sekali. Setidaknya, kita harus punya tabungan kalau amit-amit ada hal buruk terjadi di kemudian hari.  

Dua kelompok anak muda

Berbicara soal YOLO vs menabung di kalangan anak muda, khususnya di rentang usia 20-an, rasanya kita perlu membagi ke dalam dua kelompok berdasarkan latar belakangnya. Kelompok pertama, mereka yang YOLO total: impulsive, konsumtif, minim pertimbangan. Kelompok kedua, mereka yang mengutamakan menabung, terkesan ngirit, dan penuh perhitungan.

Untuk anak-anak muda yang YOLO, mereka biasanya berangkat dari keluarga yang pondasi finansial kokoh. Misal, anak-anak crazy rich yang kalau uangnya habis ya tinggal minta lagi. Mereka tidak perlu pusing-pusing menabung, memperkirakan pengeluaran, atau memikirkan masa depan karena masih ada orang tua yang siap support. Bahkan, urusan menabung atau mempersiapkan masa depan terkadang semua sudah diurus oleh orang tua mereka.

Sementara, kelompok kedua adalah anak-anak muda yang mengutamakan menabung. Biasanya mereka berasal dari kelas menengah atau menengah ke bawah. Mereka bukan anak orang kaya. Kedua orang tua mereka tidak memberi support finansial secara penuh. Jadi, setiap pengeluaran mau tidak mau harus diperhitungkan matang-matang dan harus menabung. 

YOLO nggak relate untuk anak muda tanpa privilese

Sebagai anak muda di pertengahan usia 20-an, dua kelompok anak muda di atas sangat sering saya jumpai. Ada beberapa teman saya yang YOLO biasa, ada juga yang YOLO mentok. Di sisi lain, ada juga yang memprioritaskan menabung dan agak ngirit, sampai yang ngirit parah. Bahkan, cenderung mleki (pelit) kalau kata orang Jawa.

Beberapa kali saya terlibat obrolan dengan mereka. Menariknya, teman-teman saya yang YOLO ini tetap menggarisbawahi untuk tetap punya kontrol. Artinya, mereka memang YOLO, tapi ada batasan alias tidak berlebihan. Toh, mereka mulai menyadari, gaya hidup YOLO tidak bisa selamanya mereka jalani. 

Lewat obrolan itu saya jadi semakin yakin kalau YOLO sama sekali nggak relate untuk anak muda yang tidak berangkat dari keluarga berprivilese. Anak muda yang berprivilese saja tidak yakin bisa YOLO selama-lamanya, apalagi anak muda yang biasa-biasa saja. 

Saya juga sempat ngobrol dengan kawan-kawan yang getol menabung. Mereka sebenarnya juga percaya kalau hidup hanya sekali dan uang bisa dicari. Hanya saja, proyeksi masa depan mereka masih terlalu abu-abu. Itu mengapa mereka lebih memilih untuk menabung, jaga-jaga kalau nanti ada hal buruk terjadi. Dua tahun Covid menjadi contoh nyata dan pembelajaran berharga betapa pentingnya menabung. 

Pertimbangan masing-masing

Sebenarnya saya hanya takut banyak anak muda terlalu silau dengan gaya hidup ini. Memang YOLO menawarkan kenyamanan di masa sekarang ini. Namun, masa depannya begitu rapuh. Apalagi bagi mereka yang tidak punya “backingan” atau pondasi—terutama finansial—yang kuat. 

Akan tetapi, pada akhirnya saya hanya bisa bilang, hidup secara YOLO atau menabung, semua kembali ke diri masing-masing. Paling penting, mau YOLO atau tidak jangan lupa untuk membuat perancangan finansial yang matang. Karena kalau tidak, percaya deh, berantakan masa depan kalian.

Penulis: Iqbal AR.
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Orang Ogah Punya m-Banking dengan Alasan Boros Itu Nggak Masuk Akal

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version