Klitih menjadi fenomena yang meresahkan di Jogja. Memang, saat ini praktiknya mulai diberantas, tapi masih ada saja satu atau dua kasus yang luput. Sebagai warga Wonosobo saya nggak habis pikir. Bagaimana kota dengan julukan Kota Pelajar itu memiliki permasalahan terkait pelajar/anak muda sepelik itu.
Padahal di tempat saya, Wonosobo banyak juga anak-anak muda. Namun tidak pernah sekalipun saya melihat fenomena klitih di jalanan. Berkendara menjadi lebih tenang, jam berapapun perginya.
Sejauh pengamatan saya, ada beberapa faktor yang membuat Wonosobo nggak memungkinkan terjadi klitih. Tentu saja pengamatan ini bisa saja salah karena hanya berdasar pandangan mata yang sesaat.
Geng sekolah tidak punya kegiatan mencolok di luar sekolah
Perkumpulan pertemanan di sekolah adalah hal yang wajar. Menjadi tidak wajar kalau perkumpulan ini memiliki energi dan keberanian lebih untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan. Tentu saja di Wonosobo juga ada perkumpulan semacam ini. Bedanya, perkumpulan geng semacam ini hanya ditemui di sekolah saja. Ketika di luar lingkungan sekolah atau selepas jam sekolah, mereka menjadi warga biasa. Seandainya melakukan aktivitas, mereka sekedar bermain futsal atau tur wisata ke beberapa tempat wisata.
Munafik kalau saya pelajar di Wonosobo tidak punya perselisihan. Sejauh pengamatan saya, memang ada perselisihan, hanya saja penyelesaiannya secara baik-baik. Daripada tawuran atau melakukan aksi berbahaya lain, mereka menyelesaikan masalah dengan baik-baik atau secara pribadi.
Baca halaman selanjutnya: Terlalu dingin untuk melakukan klitih…