Setelah membaca tulisan soal wisuda UIN SATU Tulungagung yang nggak masuk akal di Terminal Mojok beberapa hari lalu, saya jadi tergerak untuk ikutan sambat. Tetapi dari POV penjual buket. Kebetulan, saya memiliki usaha jualan buket.
Sebagai penjual buket yang masih berjualan dari rumah, momen wisuda kampus menjadi saat yang paling saya tunggu. Apalagi saya tinggal di Tulungagung. Meski pembeli buket banyak, tapi nggak semasif di kota-kota besar. Kebijakan pelarangan wisuda di tingkat sekolah juga menyurutkan pesanan buket. Oleh karena itulah wisuda kampus terbesar di kabupaten ini menjadi angin segar bagi penjual buket seperti saya.
Momen wisuda UIN SATU Tulungagung bagi penjual buket dan warga sekitar
Sayangnya secercah harapan yang sempat datang itu langsung pudar ketika muncul pengumuman pelaksanaan wisuda ke-43 UIN SATU Tulungagung. Tak hanya pesertanya yang cuma 500 wisudawan, tapi undangan wisuda hanya untuk satu wali dan dilaksanakan di dalam gedung.
Sebagai alumnus dan hampir empat tahun berjualan buket di momen wisuda, saya tahu bahwa kebijakan kali ini bukanlah yang paling unik. Pada tahun 2023 silam, UIN SATU juga melaksanakan wisuda selama 3 bulan berturut-turut di bulan Juli, Agustus, dan September. Bahkan di tahun 2024 kemarin, wisuda dilaksanakan hampir 3 hari berturut-turut, tanggal 17, 18, dan 20 Juli 2024.
Meski telah banyak anomali di hampir setiap pelaksanaannya, wisuda-wisuda sebelumnya cukup menguntungkan bagi kami penjual buket, tukang foto, dan warga sekitar yang membuka tempat parkir. Pelaksanaan wisuda selalu di lapangan di bawah terop dan pesertanya berkisar 1.000 hingga 1.500 orang. Dari segi lokasi strategis dan jumlah peserta yang cukup menjanjikan.
Jika dibandingkan dengan kampus-kampus ternama, UIN SATU Tulungagung tidak luas. Berjalan kaki dari gerbang utama hingga lapangan depan perpustakaan yang biasa dijadikan tempat wisuda tidaklah jauh. Keluarga wisudawan yang memarkirkan kendaraan di sekitar rumah warga dan pinggir jalan, akan berjalan dari lokasi parkir hingga lapangan tempat wisuda dilaksanakan, dan di sepanjang jalan itu kami para penjual buket menyambut mereka.
Jumlah peserta yang cuma 500 dan wisuda di dalam gedung, secara otomatis lapangan akan kosong dan mungkin tempat parkir di dalam kampus sudah cukup untuk menampung kendaraan keluarga wisudawan. Dengan begitu akan minim keluarga yang parkir di luar dan berjalan melewati deretan penjual buket.
Baca halaman selanjutnya: Aturan jualan buket: kalau nggak untung ya buntung…
Aturan jualan buket: kalau nggak untung, ya buntung
Sebenarnya pihak UIN SATU Tulungagung telah mengorganisir para penjual buket dan tukang foto untuk momen wisuda. Pihak kampus telah menyediakan lapak untuk kami berjualan atau mendirikan stan foto. Biasanya berlokasi di dekat lapangan tempat diadakan wisuda. Sayangnya, kuota untuk berjualan di dalam kampus ini sangat terbatas. Siapa cepat dia dapat tempat.
Pada tahun 2023, saya dua kali dapat kesempatan berharga tersebut. Setelah itu tak pernah dapat lagi. Seiring waktu, penjual buket yang ingin berjualan di wisuda UIN SATU Tulungagung kian bertambah. Ini membuat para penjual buket senior (baca: yang sudah langganan bertahun-tahun jualan buket di sana) tidak terima. Hingga akhirnya hanya mereka yang sudah masuk grup yang berkesempatan jualan di dalam kampus. Kalau ada penjual buket yang belum masuk grup dan berminat jualan di dalam kampus, harus gabung dengan penjual yang sudah terdaftar. Itu pun kalau penjual tersebut berkenan.
Penjual yang masih ngeyel seperti saya biasanya akan berjualan di luar kampus, di pinggir-pinggir jalan. Toh berjualan di dalam kampus juga tidak gratis. Waktu saya jualan di dalam harus bayar Rp150 ribu. Jualan di luar pun tidak jauh beda. Kami harus bayar ke pemilik rumah atau toko yang pekarangannya kami jadikan tempat menjajakan buket. Kadang juga ke tukang parkir yang lahan parkirnya kami gunakan. Bayarnya sekitar Rp100 ribu sampai Rp150 ribu, tergantung seberapa luas tempat yang kami gunakan atau meminjam fasilitas tidaknya (misalnya listrik).
Kadang kami yang membawa buket tidak terlalu banyak memilih bergabung dan patungan untuk biayanya. Atau kami curi-curi tempat di depan gerbang (ini tempat paling strategis), meski akhirnya diusir satpam. Saat paling beruntung adalah ketika dapat tempat di depan toko yang sedang tutup, sehingga tak perlu bayar sewa. Hehehe.
Berharap kebijakan wisuda yang diterapkan bisa membantu masyarakat sekitar
Jika dihitung dari biaya sewa, transportasi, dan operasional lainnya, keuntungan jualan buket di momen wisuda memang tidak banyak bagi penjual kecil seperti saya. Apalagi dengan banyaknya pesaing dan risiko tidak laku.
Pada beberapa wisuda UIN SATU Tulungagung terakhir, saya melihat makin banyak keluarga wisudawan yang sudah mempersiapkan buket dari rumah. Ini cukup mengurangi pembelian buket di lapak. Dengan peserta 1.500 saja masih menyisakan banyak buket yang tidak terjual, apalagi dengan peserta yang cuma 500 orang?
Untuk saya pribadi mungkin tidak terlalu merugikan, karena lokasi saya tidak terlampau jauh dari kampus. Namun bagaimana dengan kawan-kawan penjual lainnya yang jauh-jauh datang dari luar kota? Biasanya ada yang dari Kediri, Trenggalek, hingga Malang.
Sejauh ini keberadaan UIN SATU Tulungagung cukup memiliki andil besar dalam perputaran ekonomi masyarakat sekitarnya. Sebagai warga biasa, saya berharap setiap kebijakan yang diterapkan selalu berdampak positif bagi masyarakat.
Belakangan saya jadi bertanya-tanya, apa alasan di balik kebijakan wisuda UIN SATU Tulungagung yang berubah total ini? Mungkinkah ini dampak dari efisiensi anggaran? Apa pun itu, sampai menulis tulisan ini saya belum bisa memutuskan besok akan berjualan atau tidak.
Penulis: Aprilia Trianingsih
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Satu-Satunya Hal Tidak Berpendidikan di UPI Adalah Kebiasaan Parkir Mahasiswanya, di Luar Nalar!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
