Bantul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang punya berbagai jenis destinasi wisata. Segala macam tempat untuk menghabiskan waktu bersama orang terkasih bisa ditemukan di sana. Pantai, laguna, gua, sungai, bukit, dan berbagai tempat asri lainnya semua ada.
Kabupaten dengan julukan Bumi Projotamansari ini juga punya berbagai tempat ikonik yang mampu menarik minat warga dari kota dan kabupaten lain. Ada wisata-wisata viral yang diserbu oleh muda-mudi, seperti Taman Sakura Imogiri. Bahkan, ada pula destinasi-destinasi yang bukan hanya viral sesaat, tetapi juga tak lekang oleh waktu. Contohnya Puncak Sosok, Puncak Becici, Bukit Bego, dan tentu saja, Pantai Parangtritis.
Setiap akhir pekan, kalau kita lagi berada di Bantul, kita akan sering berpapasan dengan bus-bus yang mengangkut rombongan ibu-ibu pengajian dari luar kota. Ada juga pasangan muda-mudi yang naik motor dari tempat tinggalnya, jauh-jauh ke Bantul buat foto-foto dan update Instagram.
Tapi, pertanyaannya, kenapa ya warga Bantulnya sendiri malah jarang mampir ke semua tempat wisata yang viral dan ikonik itu? Logikanya, tempat tinggal mereka kan lebih dekat, otomatis biaya perjalanannya jadi lebih murah. Tapi, mereka justru mainnya ke tempat yang lain. Ternyata, begini alasannya.
#1 Destinasi wisata di Bantul sudah kelewat biasa bagi mereka
Bagi orang Bantul, Pantai Parangtritis hingga Hutan Pinus Pengger itu bukan tempat wisata. Tempat-tempat itu adalah bagian dari keseharian mereka. Dengan begitu, warga Bantul nggak penasaran dengan tempat-tempat wisata tersebut.
Misalnya, dulu sewaktu kebun bunga matahari di sepanjang Jalan Lintas Selatan, Bantul viral, keluarga saya yang kebetulan tinggal di dekat situ malah nggak berkunjung sama sekali. Bude saya hampir tiap pekan melewati jalan tersebut untuk menghadiri arisan trah atau bertemu teman-teman lamanya.
Kakak sepupu saya malah lebih ekstrem lagi. Saat kami berboncengan melewati lokasi viral tersebut, katanya dulu ia sering naik pohon dan makan buah di dekat situ. Jadi baginya, melihat bunga matahari sudah biasa sekali. Bunga matahari pun bagi warga lokal bukan tanaman yang spektakuler. Soalnya bunga matahari dipakai oleh petani untuk melindungi tanaman cabai dari hama wereng.
Ya sama saja seperti saya, orang Jogja yang nggak pernah foto di depan Tugu atau Malioboro. Meskipun kedua ikon Jogja itu sangat populer di kalangan wisatawan, keduanya hanya bagian dari perjalanan naik motor saya ke sekolah atau kampus.
#2 Nggak rela keluar duit
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, destinasi-destinasi wisata yang dikunjungi warga luar kota itu termasuk bagian dari kehidupan sehari-harinya orang Bantul. Oleh karena itu, rasanya enggan untuk mengeluarkan uang demi masuk ke tempat wisata yang bisa kita lihat sembari ngarit atau berboncengan menuju rumah saudara saat Idulfitri.
Kecuali sudah kenal dengan pengelolanya, tentu para pengunjung harus membayar retribusi tiket masuk, parkir, dan toilet jika berkunjung ke tempat wisata tertentu. Jumlahnya kadang nggak seberapa tapi bagi warga lokal yang sehari-harinya lewat situ ya rasanya sayang.
Selain itu, umumnya tempat-tempat wisata ini ramai oleh pengunjung, bahkan macet panjang saat akhir pekan dan tanggal merah. Warga lokal justru jadi malas dan menghindari area tersebut. Mending nggak usah masuk atau bahkan diam di rumah saja daripada ikut berdesak-desakan.
#3 Piknik versi orang Bantul itu berbeda
Untuk saya yang tinggal di Kota Jogja, piknik itu harus datang ke tempat yang alami, asri, dan rindang. Saya healing-nya di tempat-tempat seperti itu. Oleh karena itu, saya lebih sering main ke Bantul atau Kulon Progo dibandingkan nongkrong di kafe. Padahal di sekitar tempat tinggal saya ada banyak sekali kafe yang saling bersaing di bidang rasa, harga, dan keestetikannya.
Artinya, saya mencari hal yang nggak bisa saya temukan di sekitar rumah. Rumah saya adanya kafe, nggak ada pegunungan dengan udara segarnya atau pantai dengan ombaknya.
Begitu pula dengan orang Bantul. Mengingat kabupaten ini memang punya banyak sekali tempat wisata alami dan kebetulan nggak punya mall, makanya orang Bantul lebih suka “ngalor” dengan main ke Kabupaten Sleman atau Kota Jogja.
Ada pula warga Bantul yang main ke Gunungkidul karena adanya wisata baru dan viral di sana. Saya pernah mengobrol dengan pedagang minuman di Pantai Parangtritis. Belakangan ini pantai tersebut nggak sepopuler dulu karena para pengunjungnya main ke Obelix Sea View yang dulu viralnya sampai bikin macet di jalan alternatif. Padahal sama-sama pemandangannya laut, tapi warga Bantul pun ikut main ke sana. Soalnya sensasinya tentu berbeda dan mungkin mereka pun sudah bosan dengan Pantai Parangtritis.
Itulah alasan kenapa warga Bantul malah jarang main ke tempat wisata ikonik kabupatennya sendiri. Intinya sih destinasi-destinasi wisata tersebut merupakan suatu hal yang dekat dan selalu ada setiap hari, jadi nggak ada urgensi untuk dikunjungi.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Alasan Warlok Sleman Malas Berwisata ke Kaliurang.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya
