Walimah Syar’i, Eksistensi Islam Dalam Sebuah Resepsi

poligami, walimah syar'i

Masih Jomblo kok Bicara Poligami sih?

Menikah adalah sebuah kata yang ibaratnya pisau bermata dua. Bagi yang sudah mengalami, maka pasti akan dibilang 20 % enak, sedangkan sisanya 81 % enak sekali. Maaf, sepertinya jumlah persen itu meniru dari lembaga survei pilpres, harap dimaklumi ya! Masih ada kaitannya dengan menikah di paragraf ini, biasanya orang yang sudah menikah itu menyesal, kenapa menikah baru sekarang ya? Lah, salah sendiri baru nikah sekarang!

Sementara “musuh bebuyutan” orang yang sudah menikah adalah kaum jomblo. Kaum ini termasuk memang sering kena bully, bahkan pakly. Bila dilihat dari siklus trennya, bisa naik, bisa turun. Paling naik itu kelihatan ketika bulan Syawal, setelah Ramadhan. Banyaknya pesta pernikahan, kaum jomblo sering menjadi korban. Ditanya kapan nikah, kapan nikah, itu jelas membuat gelisah. Siapa juga sih yang tidak ingin nikah?

Bagi jomblo yang beruntung akan menikah, perlu mempersiapkan sebuah acara. Kita mengenalnya dengan sebutan resepsi. Bagi sebagian masyarakat menyebutnya dengan walimah. Jelas walimah berasal dari bahasa Arab, merupakan bagian dari ajaran Islam untuk merayakan pernikahan. Walimah dan resepsi. Kali ini akan dibahas tentang walimah syar’i, supaya kamu tidak salah resepsi dalam pikiran.

Niat Mencari Pahala

Bagi orang yang akan melaksanakan walimah syar’i, kemungkinan niat pertama adalah mencari pahala dari Allah Ta’ala. Walimah syar’i memang berbeda dengan resepsi biasa. Tamu undangan laki-laki dan perempuan dipisah. Begitu pula dengan pengantinnya. Masing-masing ada tempatnya. Makanya yang datang, misalnya suami dan istri, maka akan ketemu pengarahnya. Perempuan mungkin sebelah kiri, sedangkan laki-laki kanan.

Meskipun namanya walimah syar’i, desainnya tidak kalah cantik lho! Tetap menawan dengan warna-warni yang rupawan. Makanannya juga oke punya (hayo, tahun berapa pertama dengar dua kata ini?). Selain tamu undangan terpisah, biasanya tidak diperdengarkan musik. Cuma nasyid atau mirip musik karena pakai suara akapela para penampilnya.

Dianggap Sebelah Mata

Pada subjudul ini, dianggap sebelah mata bukan berarti kelilipan lho ya! Apalagi kalau jomblo yang kena kelilipan itu. Sudah jomblo, kelilipan pula. Nah, malah bully lagi. Hal yang sudah jelas, bagi yang jomblo, walimah syar’i itu bisa jadi alternatif. Ya, alternatif untuk merayakan cinta sebagaimana judul salah satu buku Salim A. Fillah. Tentu juga alternatif untuk berdakwah sekaligus mengamalkan nilai-nilai Islam.

Akan tetapi, walimah syar’i masih sering dianggap aneh dan asing di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan umat Islam sendiri. Konsep pernikahan terpisah ini masih jarang dilakukan. Dari persepsi psikologis, sesuatu yang belum dikenal secara utuh, biasanya persepsinya negatif. Dan, tentu yang menjadi pertimbangan paling utama adalah: “Apa kata orang nanti?”

Masih ada keluarga yang takut dianggap aneh, bahkan radikal, bila melaksanakan walimah syar’i. Apalagi dicap sebagai Islam garis keras. Lebih mengerikan lagi jika disangkutpautkan dengan organisasi macam ISIS atau lainnya. Ekstrim. Ini jelas lebih panas daripada es krim.

Lakukan Dulu, Urusan Belakangan

Sebenarnya, keutamaan walimah syar’i itu sangatlah banyak. Pihak keluarga akan bisa meminimalisir pandangan liar dari para tamu kepada tamu lainnya. Apalagi rata-rata, hem, sepertinya semuanya, tamu undangan perempuan akan dandan secantik mungkin. Bahkan melebihi penampakannya di dalam rumah. Seorang suami pernah berharap ada banyak resepsi pernikahan, supaya istrinya bisa tampil cantik. Nah!

Menjaga pandangan, itu memang jelas diatur dalam Islam. Dan ini yang paling sulit dilakukan jika bertebaran perempuan bak bidadari turun dari mobil (dikira turun dari surga ya?). Kalau sudah saling lirik, berdekatan, baku bicara, maka yang selanjutnya akan susah diprediksi. Bisa jadi muncul aroma perselingkuhan dari sini.

Kalau tempatnya dipisah, misalnya dengan hijab, sudah menghalangi pandangan laki-laki dan perempuan. Lebih aman dan terjaga. Tidak campur baur sesama tamu berbeda jenis kelamin. Biasanya pula ada tamu undangan yang bercadar. Nah, mereka bisa bebas buka cadarnya dan menyantap aneka makanan yang ada. Akhwat bercadar karena memang wajahnya tidak ingin dilihat laki-laki bukan mahrom. Apalagi ketika makan.

Jika ada orang yang bertanya, kok nikah model begini? Memangnya nabi dulu nikahnya model seperti ini? Jawaban untuk pertanyaan ini sangatlah gampang. Memangnya yang bertanya itu pernah lihat nabi sholat? Pasti yang ditanya maupun pihak penanya akan menjawab “tidak pernah”. Jadi, sama-sama tidak tahu bukan?

Padahal di sinilah sebenarnya asal mula walimah syar’i itu mesti dipisahkan laki-laki dan perempuan. Dalam sholat saja, tidak saling campur secara normal. Shaf laki-laki dan perempuan berbeda dan ada penghalangnya. Padahal sholat itu adalah kondisi atau keadaan paling utama dari seorang muslim. Wajib hukumnya. Apalagi walimah yang hukumnya tidaklah seberat sholat.

Pertanyaan selanjutnya, jika memang ada pasangan laki-laki dan perempuan, biasanya disebut dengan ikhwan dan akhwat hendak melaksanakan walimah syar’i, lalu pihak keluarga besar menolak, bagaimana solusinya? Jawabannya memang gampang diucapkan, tetapi lumayan menantang untuk dilakukan. Apakah itu? Lakukan dulu saja, urusan belakangan. Urusan di sini adalah silaturahim antarkeluarga.

Pastilah ketika berbeda pandangan dengan keluarga, maka akan timbul konflik. Namun, semestinya hal tersebut tidaklah menghalangi dari melaksanakan walimah sesuai syariat Islam. Makanya, untuk menghadapi hal ini sementara keinginan masing-masing mendesak untuk segera menikah, maka lakukan saja dulu. Tali silaturahim bisa disambung setelah menikah. Apalagi jika cepat hamil dan melahirkan. Bayi akan meredakan emosi.

Bentuk resepsi pernikahan dengan musik yang sampai tengah malam jelas mengganggu tetangga kiri kanan. Dalam Islam, musik itu dikatakan haram. Campur baur laki-laki dan perempuan juga tidak dibenarkan dalam Islam, apalagi yang bukan mahrom. Padahal acara pernikahan itu akan jadi dasar selanjutnya. Untuk bisa menuju keluarga samara, semestinya memang sejak awal sesuai dengan koridor Islam.

Walimah syar’i adalah konsep menikah yang luar biasa, di dalamnya banyak sekali kebaikan yang berbeda dengan pesta biasa. Namun, semestinya, jika ingin menikah dengan model seperti ini, sosialisasikanlah jauh-jauh hari. Setahun atau dua tahun sebelumnya. Agar keluarga tidak kaget. Awalnya memang menolak, tetapi perjuangan harus terus diperjuangkan. Jika ada acara walimah syar’i, bolehlah diajak orang tua, supaya merasakan sensasinya.

Pengakuan sendiri dari seorang camat ketika datang di acara walimah syar’i, bahwa beliau merasa enak juga. Suasana terasa adem dan sakinah betul. Tamu undangan saat mau berbicara dengan tamu lainnya juga gampang karena tidak pakai musik yang mampu menggedor-gedor jantung. Pokoknya cukup nyaman, lah. Kalau ada yang mencela, bisa jadi dia memang kurang piknik, bahwa walimah syar’i itu masih butuh banyak untuk dilirik.

Exit mobile version