Alih-alih malu dengan status pengangguran, mendatangi Job Fair adalah solusi alternatif di saat bingung mau bercita-cita menjadi apa di masa depan.
Keberadaan ribuan orang dari berbagai latar belakang mulai memadati arena Job Fair. Dari yang mengantri tertib sampai berdesak-desakan, semua dijalani dengan santai dan apa adanya, berusaha tanpa mengeluh. Bagi mereka, Job Fair sudah dianggap sebagai surganya pencari kerja. Sehingga kesempatan emas untuk menjadi karyawan “apa saja” sudah berada di depan mata.
Tidak peduli apa pun statusnya. Baik sebagai freshgraduate, karyawan tetap, magang, kontrak, sampai pengganti. Harapannya, jika sudah memiliki pekerjaan mereka sudah dipandang sebagai orang sukses dan terpandang. Ketimbang hanya menjadi bahan omongan tetangga yang sering menganalogikan sarjana sebagai calon pengangguran.
Di kala pusingnya mencari informasi pekerjaan di internet yang isinya seperti tumpukan beras, mereka berpikir bahwa Job Fair adalah jalan cepat menuju kesuksesan. Sehingga mereka hanya menyerahkan berkas lamaran saja tanpa harus mengedit dokumen dengan sekuat tenaga sekaligus membuang-buang waktu. Selain itu, tujuan sesungguhnya adalah mengincar nama perusahaan terkenal yang mentereng, CEO yang langganan tampil di berbagai media, bertemu staf yang cantik dan ganteng memesona, dan fasilitasnya yang berpredikat high class.
Tentang cara masuknya, proses untuk menembus Job Fair memang tidaklah gampang. Layaknya proses seleksi ala CPNS yang ketat, syarat utama yang kudu dimiliki yaitu KTP dan kartu tanda masuk. Kalau tidak ada kedua persyaratannya, mana mungkin kita bisa masuk. Yang ada malah disuruh putar balik atau diusir dari barisan jika Anda memaksakan diri dengan emosi layaknya adegan sinetron.
Mengenai jam berkunjung, Anda selaku perwakilan dari jobseeker tidak perlu khawatir. Sebab, Job Fair biasanya berlangsung dari pagi sampai sore. Mau datang kapan saja bebas kok, asalkan hadir di tempat dan jangan hanya lihat dari luarnya saja. Andaikan Job Fair-nya berlangsung selama dua hari, Anda boleh mampir di hari terakhir, walaupun melewatkan momen yang bisa jadi penting di hari pertama.
Lantas, bagaimana jika Job Fair hanya sehari? Anda mungkin harus berpacu dengan waktu biar nggak ketinggalan. Pasalnya, event ini adalah momen langka dan susah dicari. Kalaupun ada, itu pun harus mencarinya sampai luar kota bahkan harus rela menyisihkan uang untuk akomodasinya. Jadi, prinsip utamanya adalah kita yang membutuhkan Job Fair dan sebaliknya Job Fair juga menginginkan kita. Ya, kalau nggak ada yang dateng, rugi bandar dong Job Fair-nya.
Semua tindakan nekat itu dilakukan demi kehidupan yang lebih baik. Daripada hanya memantau para karyawan dari kejauhan atau iri dengan orang-orang yang sudah sudah punya karier mantap.
Oh ya, tidak ketinggalan, peganglah erat-erat map berwarna coklat dengan setumpuk CV, surat lamaran, dan dokumen penting lainnya. Fyi aja, ini barang wajib saat berkunjung ke Job Fair. Selain itu, siapkan HP untuk memotret jenis-jenis pekerjaan beserta kriteria yang diidamkan oleh perusahaan. Tidak hanya itu, rebutan tatap muka dengan salah satu karyawan adalah faktor menarik agar dikasih siraman rohani: Soal rahasia perusahaan bisa sesukses dan sebesar ini meski jam kerjanya fleksibel.
Perjuangan memang tidak mudah. Apalagi kalau berakhir abu-abu alias belum tentu diterima. Setidaknya, para jobseeker sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya. Apa pun hasilnya, Anda harus menerimanya dengan lapang dada dan tidak perlu menyalahkan HRD apalagi perusahannya. Pasalnya, mereka hanya sedang memilih kandidat terbaik dengan segudang pengalaman. Yang sayangnya, mungkin kesempatan itu belum berpihak pada kita~
BACA JUGA Mencari Pekerjaan Memang Susah, Tapi Mencari Pekerja Juga Susah atau tulisan Aditya Mahyudi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.