Voice Of Baceprot baru saja mengeluarkan lagu mereka yang terbaru. God, Allow Me To Play Music, adalah tajuk dari lagu terbaru mereka. Band fenomenal ini digawangi oleh Marsya pada gitar dan vocal, Widi pembetot bass, dan Sitti pada drum. Mereka cewek-cewek muda asli Garut dan digadang-gadang bakalan punya karier yang moncer. Terbukti dengan prestasi dan banyaknya festival musik yang mengundang mereka.
Voice of Baceprot adalah bukti dari perlawanan stigma yang nyata. Menjadi anak band tentu tak mudah. Banyak stigma menempel, terutama jika kita tinggal di kampung. Meski sudah punya duit lumayan karena main musik dan berprestasi, masih tetap ada stigma pengangguran yang melekat. Selama ini, main musik dan segala hal berbau seni hanya dianggap sebagai hobi, bukan profesi. Voice of Baceprot lebih keren lagi. Cewek muslim berhijab, main band, musiknya cadas, tentu perjuangan untuk mendapat kesetaraan lebih berat. Seperti yang kerap mereka ceritakan dalam wawancara, baik media cetak maupun daring.
Menjadi perempuan berhijab yang memilih jalur musik cadas memang terasa aneh untuk banyak orang. Stigma rohis dan qasidah tak bisa lepas begitu saja dari jilbab. Apalagi patriarki masih menjamur di banyak masyarakat kita. Pandangan bahwa wanita tak sepantasnya memilih jalan hidupnya sendiri masih jamak ditemui. Apalagi jadi anak band. Mereka adalah bukti nyata dari sulitnya perjuangan mendapat kesempatan dan kesetaraan.
Meski prestasi dan kemampuan mereka sudah setrengginas itu, masih mudah kita temui komentar-komentar nan merendahkan. Mulai dari disuruh insyaf, hijrah, mempersoalkan jilbab, hingga tudingan dan fitnah nggak penting. Menunjukkan jika banyak orang yang tak mengerti, bahwa wanita boleh memilih jalan hidup seperti Voice of Baceprot. Bisa juga karena menganggap apa yang diketahuinya merupakan ilmu mutlak dan terbaik, sehingga pendapat dan pandangan hidup orang lain itu salah.
Nyatanya mereka tetap berdiri dan terus maju. Yang unik dari mereka bukan hanya pilihan musik dan tampilannya. Tapi, bagaimana mereka bertemu dan akhirnya membentuk band ini. Menurut pengakuan mereka dalam banyak wawancara, mereka lahir lewat guru BK yang biasa dipanggil Abah. Kenakalan yang mereka buat, membawa mereka ke kantor Bimbingan Konseling. Namun, lewat Abah inilah mereka mereka menemukan jalan untuk bermusik.
BK yang biasanya berkonsep singup, keras, dan menyeramkan, nyatanya bisa digunakan untuk membantu siswa mengenal dirinya. Sesuatu yang jarang kita temui, kecuali dalam film. BK yang terasa mengintimidasi dan punya vibes menghukum, ternyata bisa membentuk karakter siswa. Guru seperti Abah inilah yang dibutuhkan oleh BK. Revitalisasi BK memang benar-benar kita butuhkan. Kehadiran tenaga ahli jiwa juga harusnya bisa diusahakan.
Selama ini, BK menjadi tempat untuk menghakimi, bukan tempat pendampingan. Fungsi BK yang paling terasa adalah soal memotong rambut, menyita sepatu, dan memberi skors. Yang paling menyebalkan, anak justru makin stres saat keluar dari ruang BK.
Seharusnya BK menjadi tempat yang aman untuk siswa dan penghuni sekolah. Stigma BK sebagai tempat jagal harus segera diubah. Bahwa kedisiplinan bukan hanya perkara skors dan memarahi siswa. Mengenal karakter siswa, mendekatinya dengan cara yang benar, memahaminya, adalah cara yang saya rasa lebih tepat. Dengan begitu, sekolah jadi tahu apa yang harus mereka lakukan pada siswa yang dicap bermasalah. Misalnya ada yang perlu penanganan dan pendampingan ahli jiwa lebih lanjut.
Voice of Baceprot adalah contoh bahwa siswa perlu dimengerti dan potensinya digali. Membentuk manusia dengan cara memanusiakan manusia itu sendiri. Selama ini, sekolah membentuk siswa menjadi seragam: sekadar tenaga baru untuk pemegang modal. Dan lewat VoB, kita tahu bahwa manusia pun bisa berhasil jika diberi kesempatan menentukan hidupnya sendiri.
Sumber gambar: Akun Instagram Voice of Baceprot