Mari kita bersepakat, bahwa vaksinasi adalah salah satu cara umat manusia agar dapat segera terbebas dari pandemi virus corona. Harapannya, jika 70 persen warga dunia sudah melakukan vaksinasi corona, akan terjadi herd immunity atau kekebalan kelompok. Nantinya, virus corona tidak akan jadi penyakit yang mematikan lagi. Sama seperti polio dan cacar yang saat ini tidak menjadi penyakit yang mematikan karena sebagian besar warga dunia sudah melakukan vaksinasi polio dan vaksin cacar. Untuk para Covidiot yang tidak percaya virus corona adalah virus yang mematikan atau menganggap ini konspirasi elit global, minggir dulu!
Di awal tahun 2021, penelitian para epidemiolog memberi angin segar bagi kita semua karena berbagai vaksin yang telah dikembangkan oleh produsen vaksin dunia telah membuahkan hasil. Vaksin virus corona keluaran Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, dan Moderna terbukti efektif untuk melawan virus corona. Setidaknya, vaksin tersebut bisa meminimalisir kita untuk masuk ICU bahkan sampai meninggal dunia jika terinfeksi virus corona.
Sejak adanya pandemi Covid-19, pemerintah dunia sepakat untuk lebih dahulu memprioritaskan vaksin corona yang sudah disetujui WHO untuk tenaga kesehatan terlebih dahulu agar mereka bisa melakukan pelayanan prima terhadap masyarakat. Setelah itu, barulah vaksin tersebut diberikan pada jajaran aparatur sipil negara dan prajurit TNI/Polri agar bisa segera melakukan pelayanan pada publik. Barulah giliran masyarakat sipil yang mendapat giliran, mulai dari lansia, pra-lansia, hingga anak muda seperti saya.
Ada banyak event vaksinasi massal yang dilakukan di banyak kota besar untuk mempercepat terjadinya herd immunity. Tentu saja saya senang mendengarnya, saya pun langsung buru-buru daftar dan menunggu panggilan dari panitia penyelenggara. Tapi, lagi-lagi ada banyak urusan birokrasi yang harus rakyat hadapi dalam keadaan genting pandemi Covid-19 ini. Yaitu masalah domisili KTP. Dari sekian banyak event vaksinasi massal yang diadakan di Kota Bandung, syarat administrasinya adalah “memiliki KTP Kota Bandung” atau “surat domisili Kota Bandung”
Lagi kayak gini kok birokratis sekali ya? Kan bukan mau bikin SIM, bikin SKCK, atau bikin paspor? Bikin SIM, SKCK, atau paspor, masih masuk akal kalau syaratnya harus sesuai domisili KTP yang tertera di KTP-nya. Saya jadi berpikir, yang menghambat distribusi vaksinasi bukan kesadaran masyarakat atau masyarakat yang nggak percaya efektivitas vaksin, tapi karena birokrasi yang ribet. Buat apa coba harus urus surat domisili segala? Harusnya sih, siapapun yang datang ke lokasi vaksinasi, asal memenuhi persyaratan secara medis, langsung suntik vaksin!
Saya tahu, program vaksinasi masal yang mengharuskan pesertanya untuk memiliki KTP atau surat domisili itu bertujuan agar stok vaksin yang terbatas bisa dikontrol oleh pemerintah setempat melalui Disdukcapil setempat. Jadi nanti Disdukcapil memiliki data orang yang sudah vaksin atau belum vaksin. Tapi, kan ada banyak orang sehari-harinya kuliah atau bekerja di Kota Bandung, tapi domisili KTP-nya Kota Cimahi atau Kabupaten Bandung? Bahkan ada yang KTP-nya masih domisili Jawa Tengah, Sumatera, bakan Kalimantan? Masa harus balik ke daerah asalnya dulu di tengah pandemi? Masa harus urus surat domisili dulu? Kalau urus surat domisili bisa selesai dalam hitungan waktu 5 menit di kantor kelurahan sih tidak jadi masalah. Urus surat domisili kan harus dapat surat pengantar dari RT/RW setempat dulu, baru bisa ke kantor kelurahan. Baru bisa selesai dalam hitungan beberapa hari, bahkan beberapa minggu. Gimana mau ngejar herd immunity kalau harus menunggu surat domisili dari kelurahan setempat sebelum bisa vaksinasi?
Teman saya yang KTP-nya Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi sampai nggak jadi daftar vaksin massal yang diadakan di Kota Bandung karena syarat utama vaksinasi itu bukan persyaratan medis, tapi persyaratan domisili KTP. Birokratis banget! Emangnya mau bikin SIM atau paspor apa?
Padahal pandemi Covid-19 ini hitungannya sama seperti bencana alam, darurat! Kenapa tidak dipermudah? Yang penting nama dan NIK-nya dicatat aja kan? Teman saya yang sedang kuliah di Inggris sana cukup daftar online dan bawa paspor saja ketika akan vaksinasi. Nanti datanya akan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan setempat dan dilaporkan juga ke Kedutaan Besar Republik Indonesia. Sesederhana itu saja harusnya.
Saya jadi ngebayangin gimana ribetnya Brad Pitt atau Will Smith dalam film zombie apocalypse kayak World War Z atau I Am Legend kalau vaksin yang mereka temukan harus didistribusikan berdasarkan domisili KTP. Padahal mah tinggal suntik doang gitu biar terbebas dari wabah zombie. Ra mashoook banget ini kebijakan pemerintah kita yang lagi-lagi tetap harus birokratis banget di tengah situasi genting seperti saat ini.
BACA JUGA Testimoni Sebulan Setelah Disuntik Vaksin Covid-19 dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.