Sebagian besar orang masih menganggap bahwa usia 25 merupakan usia yang ideal untuk menikah bagi seorang wanita. Tak heran jika ada perempuan berusia lebih dari 25 tahun dan belum menikah, tentu bakal jadi bahan perbincangan orang-orang di lingkungan sekitar, baik lingkungan rumah maupun lingkungan kerja.
Sebagai seorang wanita single berusia 26 tahun, saya sudah kenyang dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “mana nih calonnya?”, “kapan nikahnya?”, “sibuk cari duit mulu, ya”, dan pertanyaan lain yang bikin jengah. Saking seringnya mendapat pertanyaan semacam itu, saya hanya menjawab dengan senyuman masam kepada mereka sambil misuh-misuh dalam hati, “ngapain sih tanya-tanya gitu?” Bukankah bertanya seperti itu lebih tidak sopan ya daripada sekadar bertanya, “Apa agamamu?” Coba tanya gurumu, sopan tidak?
Serangan-serangan tidak hanya datang lewat pertanyaan-pertanyaan menyebalkan di atas, lebih jauh lagi beberapa orang mulai menjodoh-jodohkan dengan tetangga, teman kerabat mereka yang masih single juga. Tak jarang, tiba-tiba saya mendapatkan pesan dari orang yang tidak dikenal, yang setelah diselidiki lebih jauh ternyata nomor saya didapat dari teman yang ingin mengenalkan seseorang kepada saya. What??? Mohon maaf nih, bukannya saya sok kecakepan atau gimana, tapi bukankah memberikan nomor seseorang baiknya harus izin terlebih dahulu kepada yang bersangkutan? Saya heran banget sama orang lancang model gini.
Namun tak bisa dimungkiri, beberapa dari mereka yang suka menjodoh-jodohkan memang memiliki niat yang tulus dalam membantu saya untuk menemukan jodoh. Jadi, saya tetap menahan diri untuk tidak marah dengan tindakan lancang mereka. Saya bersyukur orang tua saya bukan tipe orang tua yang menuntut anak-anaknya untuk segera menikah. Mereka lebih santai dan cenderung menyarankan anak-anaknya untuk tidak menikah terlalu dini.
Lain halnya dengan cerita salah seorang sahabat saya yang cukup sukses dalam pekerjaannya, dan masih memilih untuk tidak menikah terlebih dahulu. Orang tuanya kerap membanding-bandingkan teman saya ini dengan anak tetangga yang sudah menikah. Ia bahkan pernah bercerita kepada saya mengenai perkataan ibunya yang membuatnya sangat bersedih. Di suatu sore yang tenang di libur akhir pekan, teman saya ini sedang santai menikmati secangkir kopi dan sepiring batagor. Sore harinya yang indah tiba-tiba berubah menjadi suram ketika ibunya datang dan tiba tiba berkata, “Eh, itu si Sindy bentar lagi udah mau lahiran. Perempuan mah nggak usah kerja lama-lama, yang penting nikah, punya anak, jadi istri yang berbakti. Udah cukup.”
Miris memang mendengar ceritanya, namun pada akhirnya teman saya mencoba menerima apa yang dikatakan ibunya sebagai bentuk kekhawatiran orang tua yang memiliki anak gadis belum menikah di usia 25 tahun. Yaaah, lagi-lagi standar usia 25 tahun. Pola pemikiran yang sudah mengakar di masyarakat ini ingin sekali saya cabut hingga bersih. Tidak semua orang bisa digeneralisasi ideal menikah pada usia 25 tahun.
Bukankah lebih baik menanyakan apa alasan kami belum menikah daripada menyarankan untuk segera menikah? Kalau kalian para teman, tetangga, encang, encing, om, tante bertanya kenapa saya belum menikah di usia ini, ada banyak jawaban yang bisa saya jelaskan. Akan tetapi, intinya saya masih lebih memilih menikmati kehidupan sendiri.
Usia 25 tahun di mana saya sudah sedikit stabil dengan keuangan, saya ingin membeli apa pun yang saya inginkan, ingin dengan mudah men-check out semua barang menumpuk di keranjang Shopee saya tanpa ada beban. Saya juga masih ingin menonton konser grup K-Pop kesukaan, menonton drama Korea tanpa ada gangguan, dan bisa sedikit membantu perekonomian keluarga tentunya. Saya tahu hal-hal di atas tidak akan mudah dilakukan jika saya sudah berkeluarga.
Membahagiakan orang tua ada banyak cara, bukan hanya sekadar menikah dan memberikan mereka cucu belaka. Saya akan menikah jika memang waktunya sudah tiba. Saya tidak ingin menikah hanya karena terbebani dengan usia.
BACA JUGA Bergegas Menikah untuk Selesaikan Masalah? Halo, Tujuan Menikah Bukan Seperti Itu atau tulisan Dini Aziz Nasution lainnya.