Barang nggak basi, harga tetap, pembeli banyak. Itu adalah kalimat sakti yang bikin banyak orang nekat membuka usaha toko bangunan. Tetapi setelah dijalani, ternyata modal doang nggak cukup. Harus kuat mental dan stok kesabaran juga kalau mau membuka usaha satu ini.
Memang sih barang yang dijual nggak akan basi, margin untung bisa diatur, dan pasarnya jelas, mulai dari tukang kecil sampai proyek besar. Maka nggak heran kalau banyak orang yang baru dapat pesangon pensiun atau hasil jual sawah langsung mengincar usaha ini. Apalagi kalau rumahnya berada di pinggir jalan raya, wah, makin membuncah deh keinginan untuk buka usaha toko bangunan.
Akan tetapi apa iya faktanya sesimpel itu? Markibas, mari kita bahas.
Kenapa usaha toko bangunan terlihat menggiurkan?
Pertama, barang yang nggak bisa basi memang menjadi salah satu alasan kenapa usaha toko bangunan terlihat menggiurkan. Ini tentu menguntungkan karena penjual nggak perlu khawatir soal stok barang yang basi atau expired. Bahkan ada toko bangunan yang masih menyimpan paku dari tahun 2008 dan tetap bisa dijual dengan harga tinggi. Meskipun kemasannya sudah jadi sarang semut.
Tapi jangan salah, nggak semua barang bangunan bisa dibiarkan berbulan-bulan. Cat bisa menggumpal. Semen bisa mengeras. Pipa bisa pudar warnanya kalau terkena sinar matahari terus-terusan. Jadi, meskipun nggak basi, tetap perlu manajemen stok.
Kedua, harga yang nggak bisa ditawar bikin usaha toko bangunan kelihatan adem ayem. Bahan bangunan umumnya punya harga paten. Jelas ini enak buat penjualnya. Margin keuntungan bisa dikunci, kalkulasi lebih pasti.
Akan tetapi di balik harga yang terlihat stabil, ada kenyataan lain. Harga bahan bangunan bisa naik tiba-tiba dan drastis.
Misalnya harga semen bisa naik dua kali dalam sebulan karena distribusi terganggu. Akhirnya penjual harus memutar otak. Stok lama dijual dengan harga lama dan rugi, atau ikut harga baru tapi diprotes pelanggan. Serba salah, kan?
Alasan ketiga karena permintaan stabil. Permintaan terhadap bahan bangunan cenderung stabil. Rumah terus dibangun, ruko terus direnovasi, dapur terus diperbesar biar bisa muat meja makan baru dari IKEA, dll. Konsumennya pun beragam, mulai dari tukang yang beli eceran sampai kontraktor yang belanja dalam jumlah truk-trukan.
Akan tetapi di sinilah jebakan usaha toko bangunan. Makin besar pembelinya, makin panjang juga tempo pembayarannya. Kontraktor proyek bisa minta tempo 30 sampai 90 hari, bahkan ada yang “lupa bayar” sampai Lebaran dua kali. Padahal toko tetap harus kulakan barang, bayar gaji pegawai, bayar listrik, dan lain-lain.
Realitas di lapangan tak semudah angan
Mungkin orang mengira jualan semen gampang. Tinggal angkat, timbang, bayar. Padahal banyak yang sudah mengangkat ratusan sak, tapi bayaran belum datang. Bahkan hilang ditelan proyek fiktif. Ada berbagai risiko yang menghantui usaha toko bangunan.
Pertama, risiko piutang proyek. Awalnya terlihat manis. Pemborong datang bilang butuh 500 sak semen buat proyek rumah elite. Janjinya bayar bulan depan, nyatanya berakhir tragis.
Pemborongnya kabur, proyeknya gagal karena IMB belum kelar atau dana dari pemilik proyek tak kunjung cair. Celakanya, nggak ada kontrak tertulis yang kuat antara toko bangunan dan pemborong. Cuma modal salaman dan kepercayaan. Akhirnya toko bangunan jadi korban piutang ratusan juta.
Data dari UMKM Center UNS (2023) menyebutkan bahwa 43% toko bangunan yang melayani proyek besar mengalami keterlambatan pembayaran lebih dari 2 bulan. Sebanyak 18% tidak tertagih sama sekali.
Kedua, modal terkunci di barang. Benar bahan bangunan nggak mudah basi, banyak pemilik toko kalap nyetok, apalagi kalau tergiur proyek besar. Misalnya sudah stok 10 ribu batu bata khusus pesanan proyek A. Eh, proyeknya batal. Akhirnya batu bata itu jadi penghuni gudang. Modalnya terkunci, nggak bisa diputar buat belanja barang lain.
Ketiga, kompetisi ketat. Dulu, usaha toko bangunan cuma punya pesaing satu atau dua di sekitarnya. Sekarang? Banyak!
Di Kartasura, Sukoharjo, saya menemukan sekitar 10 toko bangunan, baik yang kecil maupun besar. Sekarang pun muncul pesaing baru yang lebih mengancam. Platform besar seperti Tokopedia, Shopee, dan Mitra Bukalapak menjual bahan bangunan langsung ke konsumen dengan harga miring dan ongkir gratis. Artinya, toko bangunan konvensional bukan cuma bersaing harga, tapi juga bersaing kepraktisan.
Keempat, dilema proyek antara cuan dan celaka. Toko bangunan yang hanya melayani pembeli kecil atau eceran biasanya kurang bergairah secara omzet. Tapi saat mulai main ke dunia proyek, risikonya meningkat drastis.
Kalau ikut proyek potensi omzet besar, tapi rentan piutang macet. Kalau nggak ikut proyek omzet kecil, pelanggan sedikit.
Strategi mempertahankan usaha toko bangunan
Pertama, perketat syarat bon proyek. Bon proyek ini seperti dua sisi koin. Kalau lancar bisa jadi mesin uang. Tetapi kalau macet bisa bikin toko jadi kenangan.
Semua transaksi proyek harus pakai perjanjian tertulis, minimal ada nota resmi. Batasi plafon bon sesuai kemampuan kas toko. Cek rekam jejak pemborong, jangan asal percaya karena bawa pickup dan pakai helm proyek.
Kedua, diversifikasi pembeli. Banyak usaha toko bangunan tumbang karena terlalu bergantung pada satu proyek besar. Padahal pasar eceran juga potensial.
Mulailah melayani segmen kecil: renovasi rumah warga, tukang bangunan freelance, toko bangunan kecil di desa sekitar, dll. Kalau dirawat, yang kecil ini bisa jadi penghasilan stabil dan lebih minim risiko.
Ketiga, kelola stok dengan otak dingin. Toko bangunan yang sukses bukan yang paling banyak barangnya, tapi yang paling cepat muter stoknya.
Fokus pada barang dengan rotasi tinggi dan polos. Hindari stok barang aneh atau ukuran yang jarang dipakai (kecuali ada PO). Gunakan sistem inventaris sederhana, bisa mulai dari Excel atau aplikasi stok gratis.
Keempat, bangun hubungan, bukan cuma harga murah. Di era semua orang bisa membandingkan harga lewat internet, pelayanan dan hubungan jadi senjata utama. Ingat ulang tahun pelanggan proyek loyal? Kirim ucapan. Tukang langganan yang sering belanja? Kasih kopi sachet, sekalian ngobrol bentar. Kontraktor yang pernah bayar lancar? Kasih diskon loyalitas, bukan cuma potongan harga.
Usaha toko bangunan memang bisa jadi menguntungkan, tapi bukan tanpa risiko. Kunci sukses usaha ini adalah manajemen risiko dan relasi. Nggak selamanya usaha ini cuan, ada ruginya juga. Normal kayak usaha pada umumnya.
Penulis: Alifah Ayuthia Gondayu
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.















