Birokrasi kampus yang rumit sih nggak relate buat mahasiswa UT.
Ketika berselancar di media sosial, saya sering menemukan curhatan para mahasiswa. Isinya kurang lebih sama: biaya UKT mahal, jadwal yang kaku, dosen susah ditemui, telat satu menit dianggap alfa, sampai birokrasi yang rumit.
Soal birokrasi kampus yang rumit ini, pernah ada yang cerita kalau untuk mengurus satu dokumen saja, bisa melibatkan lima ruangan berbeda, tiga tanda tangan, dua cap basah, dan satu petugas yang entah ke mana. Ada sih pilihan untuk mengurus lewat online. Tetapi, sekadar untuk buka laman layanan online-nya saja, butuh refresh lima kali dan istighfar ratusan kali. Padahal di depan gedung ada banner gede sekali: Digitalisasi Layanan.
Jujur saja, sebagai orang tua yang kelak juga akan menguliahkan anaknya, saya kadang mikir, “Kok bisa ya ada orang yang mau cari ilmu malah dibikin ribet dengan urusan birokrasi?” Padahal hidup ini sudah ribet. Masa urusan kuliah juga harus ikutan ribet?
Hal-hal ribet di kampus konvensional, tapi nggak ada di UT
Yang bikin saya makin heran ketika membaca keluh kesah mahasiswa konvensional ini adalah keribetan yang mereka keluhkan terasa kontras dengan pengalaman saya saat kuliah di Universitas Terbuka (UT). Berapa kali pun saya memutar ingatan dan membuka arsip ingatan lama, tak ada jejak keribetan saat saya berkuliah di kampus yang terkenal dengan pembelajaran jarak jauhnya ini.
Contoh, nih. Ketika ada yang mengeluh tentang jam kuliah kaku, kehadiran mutlak, toleransi nyaris nol yang berujung pada telat sedikit urusan jadi panjang. Semua hal tersebut, tidak terjadi sepanjang saya kuliah di UT. Di UT, waktu belajar sepenuhnya jadi milik mahasiswa. Mahasiswa dipercaya untuk mengatur ritmenya sendiri. Mau belajar pagi, malam, atau sambil rebahan, bebas. Yang penting tanggungjawab.
Administrasi di kampus konvensional yang kerap jadi momok juga tidak terjadi di UT. Formulir ini-itu, fotokopi berlapis, tanda tangan berjenjang, dsb, nggak ada tuh di kamus UT. Pasalnya, di UT hampir semuanya berbasis sistem. Jadi, mahasiswa UT nggak bakal ketemu dengan drama “Besok ke sini lagi, ya. Petugasnya lagi nggak ada,” seperti yang biasa terjadi di kampus konvensional.
Ada layanan Zoom untuk melayani mahasiswa
Saya jadi ingat. Dulu, saya pernah mengalami kendala saat berkuliah di UT. Persisnya apa saya lupa, yang jelas saat itu saya cukup membuat layanan aduan by ticketing. Gongnya adalah respons aduannya cepat sekali. Saya jadi nggak merasa di-PHP-in oleh pihak kampus.
Belakangan, saya baru tahu kalau sekarang UT juga punya layanan aduan via Zoom. Jadi, kapan pun mahasiswa UT punya kendala dengan perkuliahan, mereka tinggal isi form online, lalu masuk ke link Zoom yang diberikan setelah mengisi form. Selanjutnya akan ada petugas yang memberikan link sheet daftar tunggu. Nanti, setiap mahasiswa diberi waktu 10-15 menit untuk berkonsultasi. Jadi mahasiswa bisa mengira-ngira sendiri kapan giliran mereka.
Misalnya dihitung-hitung masih lama, bisa banget keluar Zoom dulu buat jajan cilok. Setelah itu baru masuk lagi.
Di sesi layanan Zoom tersebut, segala permasalahan bisa menemukan titik temunya. Mau pindah ujian jadi remote proctoring? Bisa. Tinggal isi form, pilih jadwal, bayar biaya pindah ujian, semua dituntun dan dibantu sampai kelar. Cepat dan sat set. Mahasiswa UT jadi berasa kayak nasabah prioritas BCA.
Bukan soal menempa mental, tapi…
Balik lagi soal betapa ribetnya birokrasi di kampus konvensional. Yang bikin makin nyesek dari fenomena ini adalah keribetan tersebut sudah berlangsung lama, tetapi seolah dibiarkan begitu saja. Bisa jadi pembiaran ini karena orang sudah terbiasa dengan budaya ribet sehingga keribetan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Bayangkan, kita ada pada masa di mana keribetan itu dianggap wajar! Duh. Agak laen emang. Lama-lama mahasiswa tidak lagi bertanya kenapa prosesnya harus serumit itu, tapi lebih fokus ke strategi: “Mending berangkat habis subuh biar duluan antre tanda tangan.”
Eits, jangan bilang kalau keribetan birokrasi yang ada di kampus konvensional ini sebagai kawah candradimuka untuk mengasah mental mahasiswa, ya. Maaf, tapi itu nggak ada hubungannya sama sekali. Diskusi, proyek, presentasi, itu baru melatih mental.
Pada akhirnya, saya jadi bersyukur tidak pernah mengalami segala macam drama perkuliahan yang sering digegerkan oleh mahasiswa kampus konvensional. Apa itu dioper sana-sana untuk administrasi? Nggak ada. Nangis-nangis karena dosbing susah banget ditemui juga nggak ada.
Sistem yang ada di UT itu mudah. Semua terpampang nyata di kitab suci bernama Katalog UT. Kalau ada mahasiswa yang ngeyel bilang UT itu ribet… ah, pasti dia malas buka katalog.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
