Terlalu banyak hal unik yang terjadi di UNESA Ketintang. Belum lama ini ada vending machine baru di food court. Mesin berbentuk kotak seperti lemari itu menjual berbagai macam minuman dan makanan ringan secara otomatis.Â
Kehadirannya tentu menarik banyak perhatian. Apalagi, UNESA Ketintang belum pernah punya mesin-mesin canggih seperti ini. Saya pun sempat mengapresiasi kampus yang bersedia mendatangkan mesin canggih ini.Â
Akan tetapi, setelah saya pikir-pikir lagi. Alat penjual jajanan secara otomatis ini tidak menyelesaikan masalah apapun. Sekadar gimik saja supaya kampus terlihat berinovasi dan canggih. Iya sih ada inisiatifnya, tapi bukan hal semacam ini yang mahasiswa butuhkan.
Kenapa sih harus di foodcourt UNESA Ketintang?
Salah satu alasan vending machine ini kurang berguna karena terletak di food court. Asal tahu saja ya, penjual di food court jumlahnya sekitar 20 tenant. Puluhan tenant itu menjual makanan dan minuman yang enak dan terjangkau.Â
Sehari-hari mahasiswa tidak perlu antre panjang untuk bisa membeli makanan di food court. Sekalipun dalam kondisi ramai, saya tetap bisa menerima pesanan dalam waktu yang relatif cepat. Lalu untuk apa alat secanggih itu ada di food court? Kehadirannya sekadar pelengkap yang tidak berdampak signifikan.Â
Kenyataannya, sejauh pengamatan saya, hampir nggak ada mahasiswa yang menggunakan mesin ini. Sekalipun ada, hanya beberapa orang yang penasaran dengan pengalaman menggunakan mesin vending saja. Sisanya tetap membeli langsung dari penjual.
Hanya melayani QRIS, menyiksa mahasiswa dengan saldo pas-pasan
Vending machine UNESA Ketintang hanya menerima pembayaran QRIS. Memang sih tujuannya baik yaitu demi mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Namun, opsi ini membuat mahasiswa semakin ogah menggunakannya. Apalagi mahasiswa yang saldonya sekadar lewat di rekening seperti saya.Â
Selain itu, produk-produk vending machine lebih mahal daripada pasaran. Kira-kira Rp1.000-2.000 lebih mahal. Wajar harganya dipatok lebih tinggi, pengelola tentu perlu biaya untuk perawatan mesin.Â
Sebenarnya selisih harga tersebut bukan persoalan kalau saya nggak punya opsi lain. Masalahnya, mesin ini berada di food court yang jajanannya lebih murah. Meletakkan vending machine di food court memang keputusan yang buruk.Â
Vending machine semakin tidak dilirik karena menjajakan minuman yang tidak dingin. Sangat disayangkan, padahal peluang bisnis minuman dingin amat menggiurkan di Surabaya yang panasnya nggak masuk akal. Vending machine yang benar-benar ala kadarnya.Â
Alasan-alasan di atas yang membuat saya merenung, apa fungsi vending machine di food court UNESA Ketintang ini ya? Keberadaannya cuma jadi gimmick agar kampus ini terlihat canggih. Seolah-olah kampus melakukan banyak hal, padahal yang mereka lakukan sia-sia belaka.
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Kenia IntanÂ
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.