Sebagai pemirsa setia MasterChef Indonesia dari season 5 sampai season 8 ini, saya sudah sangat maklum dengan keberadaan berbagai drama, gimmick, dan settingan yang disuguhkan dalam acara tersebut. Kalau kata orang-orang, sih, hal tersebut wajar dan justru jadi daya tarik utama acara ini. Dengan anggapan bahwa nggak mungkin ada orang yang beneran mau nonton orang masak doang.
Meski demikian, secara pribadi motivasi saya menonton MasterChef Indonesia sebenarnya nggak lebih dari nontonin orang memasak dengan cepat dan menata makanan dengan cantik. Suatu hal yang nggak bisa saya lakukan sendiri. Sama persis dengan motivasi saya nonton video masak di TikTok atau YouTube. Lantaran alasan pribadi tersebut, saya biasanya lebih memilih nonton MasterChef Indonesia yang delay ketimbang yang live di TV. Biar saya bisa skip drama-drama yang overpower the TV show (pakai intonasi bicara Chef Arnold).
Sekalipun sudah saya coba skip-skip, saya tetap bisa merasakan kalau season 8 secara umum memang mengandung lebih banyak gimmick dan drama. Termasuk pada pertandingan final season 8 kali ini. Setidaknya ada 4 poin unek-unek pribadi (untuk tidak menyebutnya gimmick/settingan/drama) saat menonton final MasterChef Indonesia season 8 ini.
#1 Inkonsistensi pemakaian masker
Pada tayangan putaran pertama babak final, seluruh peserta, juri, dan tamu mengenakan masker selama satu putaran penuh. Hal yang tidak biasanya terjadi pada hari-hari lain kompetisi MasterChef season 8. Entah karena saat itu tamunya seorang menteri jadi harus pencitraan memberi contoh yang baik, atau karena desas-desus adanya peserta yang sempat terinfeksi Covid-19.
Namun, justru hal ini bukannya menimbulkan respect, tapi membawa pertanyaan besar. Sebenernya gimana peraturan yang dijalankan dalam penyelenggaran ini? Kok, hari-hari lain nggak ada yang pakai masker dengan embel-embel sudah swab, sesuai protokol, dan lain-lain? Akan tetapi, ada satu hari di mana semua talent pakai masker.
#2 Promosi Kementerian Pariwisata yang terlalu dipaksakan
Sejak kehadiran Mas Menteri, Sandiaga Uno, saya rasa semua yang nonton MasterChef Indonesia juga pasti langsung tahu bahwa di putaran pertama final itu pasti akan terselip promosi dari Kementerian Pariwisata. Terselip, lho, ya. Yang namanya terselip itu ya munculnya sedikit-sedikit dan nggak jadi bahan ganjalan, apalagi topik utama. Ternyata yang terjadi justru sebaliknya, putaran pertama babak final tersebut seketika berubah menjadi talkshow Kemenparekraf yang diselingi acara masak kuliner khas destinasi wisata unggulan Indonesia. Jangan lupa pakai tagar #DiIndonesiaAja.
Sebenarnya sah-sah saja, mengingat bahwa bisa jadi Kemenparekraf juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat panggung promosi sebesar acara MasterChef. Tapi gini, deh, kita bayangin, ceritanya pak menteri ini kan tamu ya di acara MasterChef Indonesia. Lalu, tamu macam apa yang baru masuk sampai pulang agendanya cuma mempromosikan bisnisnya? Hampir tidak ada kalimat Pak Sandi yang secara utuh diucapkan untuk meng-complimet acara atau peserta, kecuali ada lanjutan keperluan promosi destinasi wisata. Saking nggak nyamannya, tiap kali tampak akan ada dialog Pak Sandi, saya langsung skip. Rasanya aneh dan ikut malu, membayangkan kalau beneran ada tamu yang datang untuk ngomongin semua program kerjanya sendiri.
#3 Gimmick abadi MasterChef yang tak pernah ditinggalkan barang sekali
Beberapa gimmick abadi yang sudah lapuk masih juga diulang dalam babak final kali ini seperti kehadiran Bryan secara virtual untuk memberikan dukungan kepada, tak lain tak bukan, Nadya. Dari babak sebelum-sebelumnya, keduanya dicitrakan sebagai sepasang sejoli galeri. Meskipun peserta lain dari top 18 MasterChef season 8 juga hadir, tapi Bryan dan Lord Adi mendapat paling banyak porsi untuk mengungkapkan dukungan personal kepada finalis. Selain itu, yang juga tak lekang termakan zaman adalah kepanikan hitung mundur khas galeri MasterChef sembari menampilkan kesibukan dan keluhan peserta seolah tak akan cukup waktu. Walaupun kita semua tahu akhirnya mereka akan tetap selesai juga tanpa tambahan waktu.
#4 Sebuah plot-twist
Di final kali ini cukup berbeda dengan dua season sebelumnya di mana sang runner-up kalah karena melakukan kesalahan fatal. Firhan, runner-up season 6 tidak sengaja memasak hidangannya bersama kemasan oxygen absorber dan hampir tertelan oleh salah satu juri. Walhasil, hidangannya tidak dapat diberi nilai dan membuatnya ketinggalan skor cukup jauh dari Erick. Di season 7, Audrey juga melakukan kesalahan cukup fatal berupa tercampurnya rambut pada hidangan yang ia sajikan dan ditemukan oleh salah satu juri. Kali ini, faktor penentu kemenangan Jesselyn atas Nadya justru adalah nilai makanan penutup atau dessert miliknya yang jauh mengungguli Nadya. Dengan demikian, Nadya the dessert queen of galeri MasterChef season 8 dipecundangi es campur Thailand milik Jesselyn yang diminum sampai habis oleh Chef Arnold.
Sumber Gambar: YouTube MasterChef Indonesia
BACA JUGA Drama-drama yang Saya Nantikan di ‘Masterchef Indonesia’ Musim Delapan dan tulisan Fatimatuz Zahra lainnya.