Underpass Bundaran Taman Pelangi Surabaya, Bukti Pemkot Surabaya Nggak Pernah Belajar dari Kasus Kemacetan yang Ada

Underpass Bunderan Taman Pelangi Surabaya, Bukti Pemkot Surabaya Nggak Pernah Belajar dari Kasus Kemacetan yang Ada (Pixabay.com)

Underpass Bunderan Taman Pelangi Surabaya, Bukti Pemkot Surabaya Nggak Pernah Belajar dari Kasus Kemacetan yang Ada (Pixabay.com)

Pemerintah Kota Surabaya berencana membangun underpass untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya, lebih tepatnya di sekitar Bundaran Taman Pelangi Surabaya. Proyek underpass ini rencananya akan mulai dikerjakan pada Mei 2024.

Mengutip pernyataan Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Baktiono, underpass dinilai akan mengurai kemacetan sebanyak 75 persen. Bagi yang belum tahu, underpass adalah jalur lalu lintas yang berbentuk terowongan yang dibangun di bawah tanah. Biasanya jalur ini dibangun di bawah perlintasan kereta api dengan tujuan mengurangi kepadatan lalu lintas saat kereta api lewat.

Sebagai orang yang setiap hari melewati Bundaran Taman Pelangi saat berangkat dan pulang kerja, saya sepakat jika jalan ini memang macet sekali, apalagi saat ada kereta api lewat. Semua kendaraan tidak ada yang mau mengalah. Mobil dan motor yang dari depan Bulog menuju ke Jalan Jemursari sering kali menumpuk, menunggu kereta api lewat sehingga menyebabkan kemacetan yang luar biasa panjang di sepanjang Jalan Ahmad Yani yang arah lurus menuju Sidoarjo.

Sebenarnya meskipun tidak ada kereta api lewat tetap macet sih. Apalagi kalau kita melewatinya menggunakan mobil di jam kerja. Dari depan Kampus IAIN menuju Perum Bulog bisa memakan waktu satu jam sendiri. Saya sering sekali mengalami kemacetan seperti itu dan tidak akan melakukan penyangkalan apa pun tentang kemacetan di Bundaran Taman Pelangi. Namun, membangun underpass bukanlah solusi jangka panjang. Satu-satunya solusi kemacetan di Surabaya adalah transportasi umum yang terkoneksi dan memadai.

Rencana underpass Bunderan Taman Pelangi ra mashok

Bukannya mau sotoy, tapi saya adalah satu dari sekian banyak orang yang mengikuti perkembangan Jalan Ahmad Yani. Mulai dari masih empat jalur, hingga sekarang menjadi delapan jalur (belum lagi kita menghitung dua jalur di frontage road Ahmad Yani). Dulu, Pemkot Surabaya juga menggunakan kemacetan sebagai alasan pelebaran jalan (penambahan jalur). Awalnya, dari empat jalur menjadi enam jalur, lalu delapan jalur. Lalu di tahun 2010-an, pelebaran jalan tidak lagi bisa membendung lalu lintas kendaraan dan dibuatlah frontage road Ahmad Yani yang menggusur banyak pemukiman.

Sekarang, 2023, Pemkot merasa perlu membangun underpass, sekali lagi, untuk mengurai kemacetan. Lho, sek tah lah, memangnya pengalaman berkali-kali melebarkan jalan tersebut kurang banyak? Sampai kapan masih berpikir kalau solusi kemacetan adalah melebarkan jalan dan membuat jalan baru? Entah di atas (flyover) atau di bawah (underpass). Selama jumlah kendaraan bermotor terus meningkat, selama itu pula pelebaran dan penambahan jalan bukan jalan keluar atasi kemacetan.

Misalnya nih, setelah dibangun underpass di Bundaran Taman Pelangi ternyata lima tahun ke depan macet lagi, apa pemkot akan membangun flyover sebanyak tiga lapis? Lama-lama jalan di Beijing China kalah ruwetnya dengan Jalan Kota Surabaya.

Transportasi umum adalah solusi Kota Pahlawan

Sejujurnya saya sudah lelah sambat di Terminal Mojok tentang pentingnya transportasi umum di Kota Pahlawan. Sebelum nulis tentang kemacetan Bundaran Taman Pelangi, keraguan bahkan sempat terbesit.

Sebabm nggak jarang, warga Surabaya emosi dan DM di Instagram saya sambil misuh-misuh setelah saya mengomentari buruknya transportasi umum dan jalan di Surabaya. Mereka biasanya berkata, “Kan sudah ada Suroboyo Bus, Trans Semanggi, Feeder, dan Damri? jangan rewel”. Jujur saya sering sedih kalau di DM sepertu itu, tapi lama-lama nggak tak gubris.

Memang, Rek, Surabaya memiliki bus umum, tapi layanannya terbatas, tidak mengcover semua area di Surabaya. Malah hanya melewati tempat-tempat wisata saja. Yo sampai kiamat kurang dua hari, tidak akan ada perubahan apa pun kalau transportasi umumnya seperti itu.

Jika Pemkot dan oknum warga Surabaya tidak percaya kalau transportasi umum di Surabaya itu ampas banget, silakan menulis kalimat “Suroboyo Bus, Trans Semanggi, Feeder, atau Trans Jatim” di laman pencarian Terminal Mojok. Akan ada banyak sekali penulis lain yang pernah sambat dengan mode transportasi umum tersebut. Bukan hanya saya kok yang beranggapan Surabaya itu membutuhkan transportasi umum yang terintegrasi.

Wes ta lah, Pemkot Surabaya. Jangan menutup kedua telinga saat rakyatnya sambat dan memberi saran.

Kalau tidak mau sabar jangan jadi pejabat, jadi pengangguran saja biar bisa rebahan

Rencana underpass Bundaran Taman Pelangi Surabaya sebenarnya terlihat masuk akal. Terlihat lho ya. Saya paham, underpass dan pelebaran jalan hasilnya lebih cepat terlihat. Sementara transportasi umum adalah program yang membutuhkan waktu, manfaatnya tidak bisa langsung tampak. Tapi, transportasi umum adalah solusi jangka panjang dan paling masuk akal. Selain dapat mengurai kemacetan, transportasi umum juga lebih ramah lingkungan lantaran satu kendaraan mampu menampung banyak orang.

Memang, transportasi umum tidak akan langsung laris. Sebab, kita harus mengubah kebiasaan orang Surabaya yang sudah sejak zaman nenek moyang terbiasa dengan motor dan mobil. Akan tetapi, justru di sanalah peran pemerintah. Di negara maju sekalipun, warganya tidak ujug-ujug tertarik naik transportasi umum, tapi butuh dibiasakan, dan pemerintah harus sabar dengan hal seperti itu. Kalau tidak mau sabar dan maunya hanya mencekoki warganya dengan yang instan saja, mending tidak usah jadi pejabat, rebahan saja di rumah sambil main remi.

Underpass Bunderan Taman Pelangi bukan solusi

Nggak usah jauh-jauh kunjungan kerja ke Singapura, Tokyo, dan negara-negara maju lainnya di Uni Eropa. Coba deh, Pemkot Surabaya mencontoh Jakarta dalam membangun transportasi umumnya. Dulu, sekitar 2006, saat awal-awal Trans Jakarta hadir, penumpangnya juga sepi. Tapi sekarang di 2023, hampir semua orang pernah naik transportasi umum. Ini soal kebiasaan dan kesadaran saja. Kalaupun pada akhirnya warga Jakarta masih ada yang memilih naik mobil atau motor pribadi, itu soal lain. Setidaknya Pemerintahnya menyediakan alternatif pilihan trasnportasi umum yang baik.

Bandingkan dengan Surabaya, kalau tidak memiliki mobil dan motor, kita tidak bisa ke mana-mana kalau tidak memesan ojol. Sekali lagi, underpass Bundaran Taman Pelangi Surabaya bukan solusi yang baik. Meskipun setiap hari saya melewati Bundaran Taman Pelangi dan tidak jarang misuh-misuh sendiri saat menghadapi kemacetan yang ruwet sekali, saya tetap tidak akan menganggap underpass itu solusi.

Tolonglah, Pemkot Surabaya, jangan ndablek sekali, saya sudah sangat ingin berangkat dan pulang kerja dari Kebonsari ke Ngangel menggunakan transportasi umum. Dan saya yakin orang-orang seperti saya ini jumlahnya tidak sedikit. Masih ada kok, warga Surabaya yang tidak berpikiran car sentris, kami butuh difasilitasi.

Penulis: Tiara Uci
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Lebih Cocok Disebut Bus Wisata, Nggak Cocok buat Sobat Sat Set!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version